Ticker

6/recent/ticker-posts

Tapera: Solusi atau Beban Tambahan bagi Masyarakat?

 

Penulis : Luthfan Fadhillah Yunda, Mahasiswa Akuntansi Universitas Andalas


Akhir-akhir ini sedang terjadi kericuhan di masyarakat dikarenakan kontrovensi TAPERA (Tabungan Perumahan Rakyat) yang baru dikeluarkan oleh pemerintah yang mengakibatkan masyarakat menyuarakan suara mereka baik secara langsung ataupun tidak langsung melalui media sosial. Awalnya nama dari program ini ialah TAPERUM ( Tabungan Perumahan ) yang berarti tabungan untuk rumah ini biasa, namun dikarenakan ada nya Perubahan terhadap peraturan tersebut TAPERUM pun diganti menjadi TAPERA. Tapera sendiri adalah program penyimpanan yang dilakukan oleh Peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu yang hanya dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan dan/atau dikembalikan berikut hasil pemupukannya setelah kepesertaan berakhir. Penyimpanan dana ini diambil dari gaji, upah atau yang kita kenal dengan penghasilan. Dilansir dari Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 21 tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No 25 Tahun 2020 Tentang penyelenggaran Tabungan Perumahan Rakyat pada pasal 15 mengatakan bahwa Besaran Simpanan Peserta ditetapkan sebesar 3% (tiga persen) dari Gaji atau Upah untuk Peserta Pekerja dan Penghasilan untuk Peserta Pekerja Mandiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) yang dimana peraturan baru ini memicu keributan di kalangan masyarakat. Sehingga mengakibatkan banyaknya masyarakat yang tidak setuju dengan hal tersebut dikarenakan masyarakat merasa dirugikan. 

 

Pada awalnya program ini hanya diwajibkan untuk pegawai PNS saja, namun kinerja dari TAPERUM sendiri juga tidak jelas hasilnya sehingga memunculkan polemik-polemik yang terjadi didalamnya. Puncaknya pada akhirnya di tanggal 24 Maret 2018, BAPERTARUM (Badan Pengelola Tabungan Perumahan ) - PNS resmi dibubarkan. 

 

Para ahli pun memberikan tanggapan terkait perubahan TAPERA ini, salah satu nya ialah Pakar Hukum Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Dr. Rifqi Ridho Pahlevy, S.H.,M.H yang mengatakan “Jika dinyatakan apakah masyarakat perlu TAPERA, maka jawabannya adalah kondisional. Program tapera ini sejatinya sudah ada sejaklama, namun eksekusinya selama ini dibatasi hanya untuk kalangan tertentu,” Ujar nya. Jadi menurut Dr. Rifqi, TAPERA ini tidak sebaiknya diwajibkan untuk semua lapisan golongan masyarakat, melainkan hanya di berikan kepada golongan tertentu saja yang membutuhkan tabungan tapera ini. 

 

“ Jika pelaksanaan nya bersifat opsional dengan target masyarakat menengah keatas yang berpenghasilan diatas umr namun belum memiliki rumah, hal ini dapat dijadikansebagai pertimbangan yang baik “ ujarnya. 

 

Selain adanya tanggapan dari para ahli, para influencer pun juga memberikan tanggapan kritis melalui media sosial, salah satunya ialah komika ternama Soleh Solihun terhadap pengesahan PP nomor 21 Tahun 2024 tentang Tapera, dalam video yang diunggah di akun X pribadi nya @SolehSolihun iamenyampaikan "Tolong dong dipikirkan lagi, pemerintah seharusnya mendengarkan saran para ahli yang meminta pemerintah membatalkan PP tersebut, saya juga pernah merasakan gaji umr. Dipotong seratus-dua ratus itu dampaknya berasa. Apalagi ini wajib, sudah terlalu banyak potongan bagi karyawan. Saya tau niat bapak ( Presiden ) baik, namun caranya nya kurang tepat. Tolong lah kalau niat mulia ini cara nya lebih banyak merugikan orang, sepertinya harus dipikirkan lagi" ucapnya.

Dari pandangan Soleh Solihun bisa kita simpulkan bahwa pemerintah harus melakukan cara yang lebih efektif untuk TAPERA tersebut dikarenakan langkah kali ini dapat merugikan masyarakat.

 

Tanpa kita sadari pun masyarakat telah melakukannya demo untuk menyuarakan suara mereka pada Kamis, 06 Juni 2024 yang bertempat di depan Istana Negara, Jakarta. Masyarakat menuntut kepada pemerintah bukan hanya tentang menolakadanya peraturan baru terhadap TAPERA saja tetapi hal lain seperti menolak UKT yang mahal,Penghapusan tolak upahmurah, menolak Omnibus Law UU cipta Kerja.

 

Masyarakat yang bekerja sebagai buruh berfikir bahwa mereka tidak sanggup jika uang untuk TAPERA dinaikan,dikarenakan mereka juga belum memiliki gaji yang cukup untuk mengikuti program tersebut ditambah apabila mereka memiliki anak yang sedang ataupun akan berkuliah yang dimana penghasilan mereka harus digunakan untuk membayar UKT anak mereka. Selain itu, masyarakat juga berfikir bahwa uang TAPERA ini nantinya tidak dialokasikan dengan baik, dikorupsi, hilang tanpa jejak ataupun prosedur pengambilan yang rumit dan tidak jelas. 

 

Oleh karena itu, keputusan akhir mengenai TAPERA ada ditangan pemerintah. Pemerintah perlu mempertimbangkan  masukan dari masyarakat dan para ahli untuk mencari solusi yang lebih efektif dan tidak merugikan masyarakat. Evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan TAPERA dan dampaknya sangat penting agar program ini dapat memberikan manfaat bagi mereka yang benar-benar membutuhkan, tanpa membebani mereka yang berada dalam keadaan ekonomi sulit. Pemerintah juga harus mempertimbangkan mekanisme pengawasan yang ketat untuk memastikan dana TAPERA dikelola secara transparan dan bertanggung jawab untuk menjaga kepercayaan masyarakat. Oleh karena itu, diperlukannya dialog antara pemerintah, masyarakat, dan para ahli untuk mencari kompromi terbaik bagi semua pihak.





Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS