Ticker

6/recent/ticker-posts

Peran Sertifikasi Halal dalam Mendukung Praktik Berkelanjutan di Industri Makanan dan Minuman

 


Oleh : Lara Permata Ayunda. Mahasiswa Biologi Universitas Andalas


Indonesia menduduki peringkat kedua dengan populasi muslim terbanyak di dunia. Pada 2024, tercatat jumlah penduduk Muslim di Indonesia sebesar 236 juta jiwa atau sekitar 84,35% dari total populasi nasional (Yashilva,2024). Sebagai masyarakat dari negara yang mayoritas penduduknya muslim, industri makanan dan minuman perlu memiliki sertifikasi halal sehingga masyarakat merasa aman dalam mengkonsumsi suatu makanan ataupun minuman. Dengan adanya sertifikasi halal yang dimiliki oleh suatu industri, ini akan menjadi nilai tambah bagi produk yang di produksi oleh suatu industri untuk meningkatkan minat konsumen untuk membeli produk mereka. Kehalalan dalam kebutuhan sehari - hari seperti makanan, minuman, obat - obatan, kosmetik dan benda benda lainnya yang tidak mengandung atau bersentuhan dengan bahan ataupun hal lain yang dapat membuat sesuatu menjadi haram adalah hal yang sangat krusial (Sucipto, 2012).  Upaya pemerintah dalam memenuhi hak konsumen muslim di Indonesia adalah dengan sertifikasi halal produk. Kebijakan yang mengatur hal ini  tercantum dalam UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU-JPH). Regulasi ini mengatur tentang penyelenggaraan jaminan halal atas produk yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia. Dengan adanya regulasi yang mengatur terkait jaminan produk halal diharapkan dapat memenuhi hak konsumen muslim dalam mendapatkan produk yang halal baik dalam proses pengolahannya maupun pendistribusiannya karena halal bukan hanya ditentukan dari bahan yang digunakan tapi juga dari hulu ke hilir dalam pendistribusian produk tersebut sampai ke tangan konsumen. 

Sertifikasi halal diberikan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) berdasarkan fatwa tertulis Majelis Ulama Indonesia tentang halalnya suatu produk. Produk yang disertifikasi halal harus bebas dari bahan-bahan haram dan diproses sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, yang mencakup aspek kebersihan, keselamatan, dan etika. Standar dan regulasi sertifikasi halal di Indonesia diatur oleh beberapa dokumen hukum dan lembaga, termasuk Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU-JPH) yang menetapkan bahwa semua produk yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia wajib memiliki sertifikasi halal. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2019 menyediakan rincian lebih lanjut tentang implementasi UU-JPH, sedangkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan fatwa tentang kehalalan produk berdasarkan penelitian dan pengujian​. Proses sertifikasi halal melibatkan beberapa tahapan penting. Produsen atau penyedia layanan mengajukan permohonan sertifikasi halal kepada Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). BPJPH kemudian memeriksa dokumen dan persyaratan administrasi yang diajukan. Selanjutnya, produk diperiksa dan diuji oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang terakreditasi. Hasil pemeriksaan dari LPH diajukan ke MUI untuk ditetapkan kehalalannya melalui sidang fatwa. Setelah MUI menetapkan fatwa kehalalan, BPJPH menerbitkan sertifikat halal yang berlaku untuk jangka waktu tertentu. Produk yang telah disertifikasi akan diawasi secara berkala untuk memastikan kepatuhan berkelanjutan​. BPJPH adalah badan yang dibentuk oleh pemerintah Indonesia di bawah Kementerian Agama untuk mengelola dan mengawasi penyelenggaraan jaminan produk halal. LPH bertanggung jawab melakukan pemeriksaan dan pengujian produk, dan harus terakreditasi oleh BPJPH. MUI berperan sebagai otoritas tertinggi yang mengeluarkan fatwa kehalalan produk berdasarkan hasil pemeriksaan dari LPH, serta menetapkan standar halal dan mengeluarkan keputusan akhir tentang kehalalan produk​.

Sertifikasi halal memegang peranan penting bagi konsumen Muslim karena menjadi jaminan atas kehalalan produk yang mereka konsumsi sesuai dengan ajaran agama Islam. Hal ini tidak hanya tentang memenuhi kebutuhan diet, tetapi juga mencerminkan aspek kepercayaan dan keamanan dalam memilih produk. Konsumen Muslim percaya bahwa sertifikasi halal menjamin bahwa produk tersebut diproduksi, diolah, dan disajikan sesuai dengan standar yang diakui oleh otoritas agama. Ini memberikan keyakinan bahwa mereka tidak melanggar prinsip-prinsip keagamaan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Secara global, sertifikasi halal juga memiliki dampak yang signifikan terhadap pasar, memungkinkan produsen untuk mengakses pasar yang lebih luas di negara-negara dengan populasi Muslim yang signifikan, serta meningkatkan daya saing produk di pasar internasional yang semakin terhubung. Dengan demikian, sertifikasi halal bukan hanya menjadi label, tetapi juga representasi dari nilai-nilai keagamaan, kepercayaan konsumen, dan potensi ekonomi global yang signifikan. 

Keberlanjutan dalam konteks industri makanan dan minuman mengacu pada praktik-praktik yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Ini melibatkan integrasi tiga pilar utama: lingkungan, sosial, dan ekonomi. Sedangkan Keberlanjutan dalam produksi mencakup penggunaan bahan baku yang ramah lingkungan, dan proses produksi yang efisien adalah elemen kunci dalam mencapai keberlanjutan di industri makanan dan minuman. implementasi praktik-praktik berkelanjutan ini memerlukan komitmen dari seluruh rantai pasok, mulai dari pemasok bahan baku hingga distributor akhir. Perusahaan perlu bekerja sama dengan petani dan pemasok untuk memastikan praktik berkelanjutan diterapkan di semua tahap produksi. Edukasi dan pelatihan juga penting untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan dalam mengadopsi metode berkelanjutan. Selain itu, dukungan dari pemerintah melalui regulasi dan insentif dapat membantu mendorong adopsi praktik berkelanjutan di industri makanan dan minuman. Misalnya, kebijakan yang mendukung pertanian organik, pengurangan emisi karbon, dan pengelolaan limbah dapat mempercepat perubahan menuju keberlanjutan.

Masa depan sertifikasi halal dan keberlanjutan dalam industri makanan dan minuman dipengaruhi oleh sejumlah tren dan inovasi teknologi. Salah satu tren utama adalah meningkatnya permintaan konsumen untuk produk yang tidak hanya halal tetapi juga ramah lingkungan dan berkelanjutan. Konsumen saat ini semakin sadar akan dampak lingkungan dari produk yang mereka konsumsi dan mencari produk yang mencerminkan nilai-nilai ini. Dalam hal inovasi teknologi, blockchain menjadi alat penting untuk memastikan transparansi dan ketertelusuran dalam rantai pasokan halal. Teknologi ini memungkinkan verifikasi asal usul bahan baku dan memastikan bahwa setiap tahap dalam rantai pasokan mematuhi standar halal dan keberlanjutan. Selain itu, penggunaan kecerdasan buatan (AI) dan analisis data besar (big data) dapat membantu perusahaan mengoptimalkan proses produksi, mengurangi limbah, dan meningkatkan efisiensi energi. Inovasi dalam kemasan yang ramah lingkungan dan dapat didaur ulang juga merupakan bagian penting dari tren keberlanjutan ini.

Pengembangan kebijakan dan standar baru memainkan peran penting dalam mendorong praktik berkelanjutan dalam industri halal. Pemerintah dapat mendukung industri ini dengan menetapkan regulasi yang mengintegrasikan persyaratan halal dan keberlanjutan, seperti mewajibkan penggunaan bahan baku yang bersumber secara berkelanjutan dan mengurangi jejak karbon dalam proses produksi. Selain itu, insentif ekonomi seperti subsidi dan keringanan pajak untuk perusahaan yang mengadopsi praktik berkelanjutan dapat mendorong lebih banyak bisnis untuk beralih ke metode produksi yang lebih ramah lingkungan. Lembaga seperti Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dapat memperbarui standar sertifikasi untuk mencakup aspek keberlanjutan, memastikan bahwa produk tidak hanya halal secara religius tetapi juga memenuhi kriteria keberlanjutan lingkungan dan sosial. Kerjasama antara pemerintah, lembaga sertifikasi, dan industri sangat penting untuk menciptakan ekosistem yang mendukung keberlanjutan dalam jangka panjang. Dengan langkah-langkah ini, industri halal dapat memimpin jalan dalam integrasi antara kepatuhan syariah dan praktik berkelanjutan, memberikan contoh yang baik bagi sektor lainnya dalam menjaga keseimbangan antara kebutuhan manusia dan pelestarian lingkungan


Referensi

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 88, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6344).

Sucipto, S. (2012). Halal dan haram menurut Al-Ghazali dalam kitab Mau’idhotul Mukminin. ASAS, 4(1).

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 295, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5604). 

Willy Yashilva. (2024). Indonesia Menduduki Peringkat Kedua dengan Populasi Muslim Terbanyak di Dunia. Goodstats. Indonesia Menduduki Peringkat Kedua dengan Populasi Muslim Terbanyak di Dunia - GoodStats Data

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS