Oleh : Alvina mahasiswa
Ketika kita berbicara tentang
pemilu yang adil dan demokratis, netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi
salah satu pilar penting yang tidak boleh diabaikan. Dalam konteks Pemilu 2024
di Indonesia, isu ketidaknetralan ASN telah menjadi perhatian serius, mengingat
peran mereka yang signifikan dalam pemerintahan dan pelayanan publik. Ketidaknetralan
ASN dapat mengganggu proses demokrasi dan menimbulkan konsekuensi yang
merugikan bagi integritas pemilu. Netralitas ASN merujuk pada UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN, UU No. 10 Tahun
2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No.
1 Tahun 2015 tentang Penetapan PP No.1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang serta UU No.7
tahun 2017 tentang Pemilu.
Pemilihan Umum Presiden Indonesia
2024, atau Pilpres 2024, merupakan ajang demokratisasi penting di Indonesia
yang bertujuan untuk menentukan pemimpin negara selama periode 2024–2029.
Pilpres ini menjadi momen kontestasi politik yang signifikan karena menandai
pergantian kepemimpinan setelah dua periode Joko Widodo sebagai presiden.
Dilaksanakan secara serentak di seluruh Indonesia pada 14 Februari 2024,
pemilihan ini menjadi sorotan publik yang intens karena dampaknya terhadap arah
kebijakan negara dan masa depan politik Indonesia. Proses Pilpres 2024 menjadi
cerminan dari dinamika politik dan keberagaman masyarakat Indonesia, serta
pentingnya keberlangsungan demokrasi dalam mengatur pergantian kepemimpinan
yang stabil dan berkelanjutan.
Netralitas ASN berarti bahwa para
pegawai negeri harus menjaga sikap dan tindakan yang tidak memihak kepada
partai politik atau kandidat manapun selama proses pemilu. Hal ini diatur dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, yang menyatakan
bahwa ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi politik. Dalam lingkungan
birokrasi alias ASN memiliki tantangan dimana seorang ASN yang memiliki sumber
daya di gunakan sebagai sarana kampanye dalam sebuah pemilu. Data survei
Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN)
2021 tentang netralitas birokrasi mengemukakan bahwa 51,16 % Aspirasi ASN menginginkan agar hak politik
dicabut sebagai pemilih. Hasil temuan Survei
KASN 2021 tentang netralitas birokrasi menunjukan bahwa ketidaknetralannya
birokrasi disebab oleh Posisi Kepala
Daerah sebagai PPK mencapai 62,7%,
ikatan persaudaraan 59,76%,
serta motif karir
49,72%.Sementara faktor yang mempengaruhi terdiri atas keberadaan tim
sukses 32%, atasan 28% dan pasangan calon 24%. Temuan KASN tersebut juga sesuai
dengan beberapa temuan antara lain (Adian & Firans,2011;Sarnawa Bagus,
2018;Rakhmawanto, 2017; Wahyudi, 2018;Mudiarta, 2018; Diana,
2020). Memberikan kesimpulan
bahwa birokrasi dalam
arena Pemilu maupun Pilkada
mengalami kesulitan untuk netral,
politisasi dan mobilisasi
sumber daya birokrasi adalah
fakta kontekstual yang
sulit untuk dihindari.
Hal sama menjadi temuan Aspinall & Berenschot (2019) bahwa
politisasi birokrasi menggunakan fasilitas negara, mobilisasi ASN,
Kompensasi jabatan, mempolitisir rekrutmen
ASN baru, komersialisasi jabatan
hingga pada pencopotan jabatan karir menjadi faktor
yang menghambat netralitas birokrasi dan menyebabkan kecenderungan
birokrasi tidak netral dalam Pemilu.
Melihat Pemilu 2024 banyak terjadi
kontroversi banyak bentuk ketidaknetralan ASN di tahapan Pemilu 2024. Seperti
yang dikatakan oleh Anggota Bawaslu Lolly Suhenty dalam Rapat Koordinasi
Pengawasan dan Pengendalian Menuju Birokrasi Berkelas Dunia yang diselenggaraan
leh Badan Kepegawaian Negara (BKN) pada 24 Januari 2024. Yang mengungkapkan
bahwa terdapat 13 bentuk atau jenis pelanggaran bentuk ketidak netralan ASN
pada tahapan Pemilu 2024, lebih banyak dari pada Pemilu 20219 yang terdapat 10
bentuk pelanggaran. Yang salah satunya adalah mengaditi kegiatan partai
politik. Lolly juga mengungkapkan bahwa terdapat lima daerah yang memiliki
Tingkat tertinggi kerawanan netralitas ASN yaitu Maluku Utara, Sulawesi Utara,
Papua, DKI Jakarta dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Selain itu menjelang Pemilu 2024
banyak sekali laporan terhadap Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) sejumlah 403
laporan terkait dugaan pelanggaran netralias ASN dalam pemilu 2024. Dari jumlah
tersebut, 183 ASN di antaranya terbukti melanggar netralitas. di antaranya
jumlah tersebut sudah dijatuhi sanksi oleh pejabat pembina kepegawaian (PPK).
Terlebih kejadian ini diakibatkan juga karna kurangnya independensi lembaga
negara dalam mengawasi netralitas ASN jelang Pemilu dan Pemilihan 2024 masih
belum maksimal.
Beberapa pelanggaran tersebut
adalah laporan dugaan pelanggaran disiplin dan laporan dugaan pelanggaran kode
etik ASN. Menaggapi laporan yang sudah terbukti melakukan pelanggaran maka ASN
tersebut akan mendapatkan konsekuensi terhadap hukuman disiplin sedang dan
hukuman disiplin berat.
Dampak dari kasus ketidaknetralam
ASN yakni terjadinya penurunan kepercayan public terhadap ASN yang merupakan
palayan publik. Dan juga terjadinya penyalahgunaan sumber daya negara yang ang
seharusnya digunakan untuk pelayanan publik malah digunakan untuk kepentingan
politik, yang merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang. Selain itu ASN yang
tidak netral dapat memberikan keuntungan yang tidak adil kepada kandidat atau
partai tertentu, sehingga merusak prinsip persaingan yang sehat dalam
demokrasi.
Netralitas ASN adalah kunci untuk
menjamin proses pemilu yang adil dan demokratis. Ketidaknetralan ASN dalam
Pemilu 2024 merupakan ancaman serius bagi integritas demokrasi di Indonesia.
Oleh karena itu, diperlukan upaya dan pengawasan bersama dari Pemerintah,
Bawaslu, dan Masyarakat untuk memastikan ASN tetap netral dan profesional.
Dengan demikian, kepercayaan publik terhadap proses pemilu dapat terjaga dan
demokrasi dapat berfungsi dengan baik.
0 Comments