Andini
Dwi Riyani
Mahasiswi
Departemen Ilmu Politik Universitas Andalas
Apakah
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 Tentang Pemilu khususnya pada Pasal 523 ayat
1-3 sudah diimplementasikan dengan baik ?. Sebelum masuk lebih jauh tentang
persoalan ini, Mari kita cari tahu Undang-undang Nomor 17 Tahun 2017 berisi
tentang apasih dan pada Pasal 523 ayat 1-3 ini membahas tentang apa.
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2017 ini mengatur kegiatan pemilihan umum di Indonesia,
mulai dari pengertian umumnya, penyelenggaranya, pelaksanaannya, hingga
peraturan terkait pelanggaran pemilu, sengketa proses dan hasil, serta tindak
pidana pemilu. Sedangkan pada Undang-undang Nomor 17 Tahun 2017 Pasal
523 ayat 1-3, Menerangkan bahwa setiap pelaksana, peserta, dan/atau Tim Kampanye
Pemilu – dan masa tenang – yang dengan sengaja menjanjikan/memberikan
uang/materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye pemilu secara
langsung/tidak langsung diancam pidana penjara maks. 2 – 4 tahun, denda maks.
Rp 24 – 48 juta.
Jadi yang menjadi pokok
pembahasan dalam topik ini ialah, mengenai apakah sudah diimplementasikan
dengan baik Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 Pasal 523 ayat 1-3,
mengenai pelaku “Serangan Fajar”. “Serangan Fajar” sendiri diartikan sebagai pemberian uang, barang, jasa atau materi
lainnya yang dapat dikonversi dengan nilai uang di tahun politik atau saat
kampanye menjelang Pemilu.
Tidak
dipungkiri bahwa pada pemilu tahun 2024 juga diwarnai dengan “Serangan Fajar”, Namun dimasyarakat terdapat pro
kontra terhadap “Serangan Fajar” ini, mengapa ? karena masyarakat yang pro
“Serangan Fajar” ini berstatement bahwa “Serangan
Fajar” ini sah-sah saja sebab mereka juga belum tentu memilih pemimpin yang
memberikan mereka “Serangan Fajar” tersebut, mereka berdalih bahwa “Serangan
Fajar” adalah hal yang lumrah terjadi pada saat pemilu dan mereka memahami
kelumrahan tersebut dan memanfaatkan kesempatan tersebut.
Namun
berbeda pendapat dengan masyarakat yang kontra, masyarakat yang kontra
menyampaikan bahwa “Serangan Fajar” itu sangat-sangat merusak dan membuat
cacatnya demokrasi, Sebab “Serangan Fajar” ini diibaratkan suara kita dibeli
oleh oknum politik yang haus akan kekuasaan. Hal tersebut tidak sesuai dengan
prinsip-prinsip demokrasi, masyarakat yang kontra menyapaikan bahwa “Serangan
Fajar” tidak dapat dimaklumi dan tidak dapat ditoleransi didalam proses pemilu.
Sebab nanti akhirnya para oknum politik yang terpilih menjadi wakil rakyat yang
melakukan “Serangan Fajar” mereka berusaha mengembalikan modal mereka pada saat
kampanye, yang berujung pada tindakan korupsi. Yang mana pada akhirnya juga
menyengsarakan rakyat. Dan rakyat pun menyalahkan pemerintah atas keadaan yang
mereka alami, Namun rakyat pun tidak sadar bahwa tindakan yang mereka lakukan
pada saat pemilu tersebut sangat berdampak fatal pada segala aspek kehidupaan,
seperti tidak meratanya pembangunan, Dll. Rakyat hanya memikirkan kepentingan
sesat tanpa memikirkan dampak apa yang akan terjadi di kemudian harinya.
Sejauh
ini pihak yang terkait dalam pengimplementasian Undang-undang ini masih jauh
dari kata baik. Sebab pada masa saat ini, pihak yang mengurus masalah ini lebih
fokus pada gugatan kecurangan pada pemilu presiden, Didalam persidangan
tersebut tidak penah dibahas mengenai “Serangan Fajar” yang termasuk kedalam
kecurangan dalam kontestasi pemilu, Namun yang hanya dibahas mengenai Bansos
dan keberpihakan presiden ke salah satu paslon. Seharusnya didalam persidangan
tersebut juga membahas masalah “Serangan Fajar” yang sebagian orang menganggap
ini permasalahan sepele, Namun dapat merusak demokrasi di negeri ini.
Seharusnya
pihak penengak hukum harus tegas dalam menangani kasus “Serangan Fajar”, selama
ini penegak hukum masih belum tegas dalam memberantas kasus ini. Mereka hanya
befokus pada kasus-kasus yang lebih besar, seperti adanya kesalahan input data
pada SIREKAP, adanya bagi-bagi Bansos oleh presiden menjelang pemilu. Dan
menurut saya, kurang adanya ketegasan dan kurangnya atensi penegak hukum
terhadap kasusu “Serangan Fajar” dan masih belum tegasnya hukuman apa yang
seharusnya didapatkan oleh pelaku kasus “Serangan Fajar”. Padahal sudah jelas
dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2017 Pasal 523 ayat 1-3, menerangkan hukuman
apa yang didapatkan oleh pelaku “Serangan Fajar”. Namun masih sangat disesali
sekali penegak hukum masih belum peka atau kurangnya atensi penegak hukum
terhadap kasus ini. Diharapkan dikemudian hari adanya atensi atau kepekaan para
penegak hukum terhadap kasus ini, walaupun kasus ini dianggap sepele namun
memiliki dampak yang buruk bagi negeri ini.
0 Comments