Ticker

6/recent/ticker-posts

Peran “mandeh” sebagai pendidik pertama bagi anaknya dalam “Kaba Rancak Dilabuah”

 


Oleh : M.Ilham Azzikri (1810743005)


Mahasiswa Sastra Minangkabau Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas










 Sekarang ini sering kita temukan anak muda yang hilang arah dan tujuan dalam menghadapi persoalan hidup. Hal tersebut mengarahkan ke perbuatan yang tidak baik contohnya tindakan kriminal, narkoba, bahkan bunuh diri. Semakin hari tindakan kejahatan makin merajalela, bahkan pemerintahan kesulitan dalam mengatasi persoalan tersebut. Ini merupakan permasalahan yang mendasar yang terjadi di ruang lingkup keluarga. Permasalahan yang tidak terselesaikan dalam keluarga menimbulkan permasalahan baru di lingkungan masyarakat luas. Dan biasanya permasalahan itu muncul dan bertambah ketika seseorang itu sudah mempunyai keturunan.




 Orang tua perempuan adalah pendidik pertama bagi anak-anaknya. Dari mengajar anak untuk cara hidup dan memberi pengetahuan yang mendasar dalam berinteraksi. Setelah anak menempuh ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu masa dimana anak sudah berakal dan sudah bisa membedakan hal yang baik dengan yang buruk. Saat itu lah peran orang tua sangat berpengaruh terhadap prilaku dan pengetahuan seorang anak. Sebagai mana yang terdapat dalam kitab suci Al-quran surah An-Nisa' Ayat 9, “Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar”.




 Dalam masyarakat Minangkabau perempuan sebagai “limpapeh rumah nan gadang” yaitu tiang yang kokoh pada bangunan rumah adat Minangkabau, dengan istilah tersebut perempuan adalah tiang utama bagi suatu keluarga yang memiliki peran sangat penting dalam menjaga keutuhan rumah tangga. Kemudian perumpuan juga sebagai “Bundo Kanduang” artinya perempuan memiliki peranan yang teramat sentral dalam masyarakat Minang. Dia adalah penjaga Rumah Gadang. Perempuan di Minangkabau bertanggung jawab atas rumah gadang, harta pusako tinggi, dan juga lambang bagi kaumnya. Hal itu tidak lepas dari peran “niniak mamak” yang menjaga serta menjujung tinggi harkat dan martabat seorang perempuan di Minangkabau. Dengan dibuatnya aturan-aturan yang berlandaskan budi pekerti dan nila-nilai yang terkandung dalam ajaran islam.




 Dalam “Kaba Rancak Dilabuah” terlihat jelas peran “Bundo Kanduang” dalam memeberi nasehat kepada anaknya yang diberi gelar Sutan Samparano. Dari anak yang memiliki sifat yang kurang baik seperti yang terdapat dalam kutipan Alam (1960: 43), “gadang tabaok di dagiangnyo, tinggi tabaok diruehnyo, aka balun pandapek kurang, gala sajo nan bak iyo, samo diliek dipandangi, laku kadalang-dalangan, bak urang manggadangkan diri, tabaok manjo kanak-kanak, minum jo makan tak bapi’i, duduak tagak taratik kurang, baso-basi jauah sakali, ereng jo gendeng balun tahu, kito juo nan ka malu.” Istilah tersebut mencerminkan sikap Sutan Samparano yang kurang baik. Namun berkat tabah “Bundo Kanduang” dalam mendidik anaknya maka berubah lah sikap Sutan Samparano yang awalnya kurang baik menjadi lebih baik bahkan menjadi anak yang berbakti kepada orang tuanya. 




 Keberhasilan Siti Juhari (orang tua perempuan dari Sutan Samparano) dalam mendidik anaknya tidak terlepas dari nilai-nilai berbahasa yang tinggi dalam berunding. Siti Juhari mencerminkan seorang masyarakat Minangkabau yang cerdas dalam berbahasa. Seni berbahasa Minangkabau adalah kata kiasan atau “kato kieh” yaitu cara menyampaikan sesuatu dengan tidak berterus terang atau menggunakan perumpamaan, bisa dengan sindiran yang bersifat pujian maupun cemoohan. Navis (1984) dengan menariknya menjelaskan bahwa kieh juga dikenal dengan istilah sindia, hereanggendeang, dan kato malereang. Penggunaan kieh biasanya menunjukkan nilai kesopanan yang tinggi sehingga orang yang diajak berkomunikasi tidak merasa direndahkan. Sedangkan kato adalah cara menyampaikan sesuatu dengan berterus terang atau terbuka akan tetapi tetap memperhatikan pemilihan kata-kata yang digunakan. Penggunaan bahasa kieh pada orang Minangkabau sangat tertata rapi dalam ragam bahasa adat. Hal ini terlihat dalam setiap penyelenggaraan prosesi adat baik itu kelahiran, perkawinan, penobatan gala sampai pada prosesi kematian. Penggunakan kieh berlaku di semua daerah di Minangkabau dan dapat dilihat pada petatah petitih, pidato adat atau nasehat yang diungkapkakan dalam setiap rangkaian prosesi tersebut.




 Berikut ini merupakan bentuk bahasa yang diterapkan oleh Siti Juhari dalam mendidik anaknya yaitu Rancak Dilabuah. Alam (1960: 12), “Oi nak kanduang sibiran tulang, ikolah anak tak bahati, ikolah anak tak bajantuang, hati tasisiak bak palapah, jantuang bak jantuang pisang karuak, talingo kancah dipingik, muluik bak muluik taka disangai, sarupo bak pantun rang tuo-tuo : Tateleng biduak nak rang Nareh, dilantak biduak nak rang Bayua, kuniang bak siriah rareh, indak takana tampuak layua. Padi dilandang parumpatan, batang salibu nan dikisai, hati gadang anak paturuikkan, indak dikana mandeh sansai”. Setelah memaparkan tingkah laku anaknya yang kurang baik, kemudian memberi pandangan kepada anaknya akan kondisi yang sedang dialami oleh “Bundo Kanduang”. Hal itu bertujuan untuk memberi rasa simpati dan rasa iba kepadanya anaknya, supaya terbuka hati yang bersih. Ungkapan itu terdapat dalam kutipan Alam (1960: 13), “Ikolah jinih untuang denai, sabab dek kayo lah mangalupak, hiduik bal cando induak ayam, mangakeh mangko mancotok, tapaklah mipih dek manggaleh, adang makan adang indak. Caliak dek anak badan denai, dek mamikia-mikia juo, jangeklah bak jangek pari, tubuah lah masiak dek katidiang, kaki naiak kapalo turun, kok tumbuah badan sakik-sakik, lah mati sajo kalaparan”.




 Dalam “Kaba Rancak Dilabuah” dapat kita ambil pelajaran betapa pentingnya peran seorang orang tua perempuan dalam mendidik dan menjaga anaknya. Hal itu harus menjadi perhatian khusus terhadap “niniak mamak” dalam memberi bekal kepada cucu keponakannya dalam menjaga nilai-nilai yang ada pada adat dan aturan-aturan yang ada dalam masyarakat Minangkabau serta menjadi acuan bagi orang tua dalam mendidik anak.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS