Penulis :Dessy Rismayani
NIM : 2320422008 Dosen Pengampu : Dr. Resti Rahayu. Mahasiswa Pascasarjana Biologi, Universitas Andalas.
Mendengar kata tidur
pasti tidak lepas juga dari kata istirahat. Ya, tidur adalah aktifitas manusia
yang setiap hari dilakukan dan dibutuhkan oleh tubuh. Dimana saat tidurlah
tubuh diberi kesempatan untuk beristirahat, berhenti dari ‘kerja keras’ nya kembali
fresh ketika bangun kembali. Namun,
tidur tidak sesimpel menutup mata dan bangun saja. Tidur adalah proses yang
kompleks, dimana melali kegiatan ini, organ-organ tubuh dapat di restorasi (organs restorative), sehingga didapatkan kesegaran tubuh
kembali setelah tidur. Baik secara fisiologis maupun psikologi (Brinkman,
2023).
Namun tidak jarang, beberapa manusia malah merasa tidak mendapatkan
manfaat dari tidur. Tubuh menjadi tetap lelah, bahkan semakin lelah setelah
tidur. Mood juga menjadi tidak
stabil, sehingga emosi cenderung labil. Hal ini dapat disebabkan oleh kegiatan
tidur yang tidak optimal, dan mendapatkan gangguan tidur yang juga merubah pola
tidur, sehingga manfaat tidur jadi tidak didapatkan. Pada artikel ini saya akan
membahas bagaimana peran fisiologi dalam mengindikasi bagaimana kualitas tidur
bias didapatkan, dan apa saja dampak yang terjadi jika kualitas tidur tersebut
baik dan tidak Memahami mekanisme saraf tidur sangat penting
karena peran penting tidur dalam banyak proses fisiologis seperti pembentukan
memori, kognisi optimal, fungsi kekebalan tubuh, fungsi endokrin, kesehatan
jantung, dan suasana hati. Hampir setiap orang pernah mengalami gangguan
tidur pada tingkat tertentu dalam hidupnya, namun tingkat dan jenis disfungsi
menentukan jenis dampaknya terhadap kesehatan baik (Khalid,
2023).
Dalam proses tidur terjadi kegiatan memperbaiki organ-organ ini dapat
dimulai atau dilakukan dengan dua tahapan yaitu Rapid Eye Movement (REM) dan Non
Rapid Eye Movement (NREM). Ada 4 fase dalam siklus tidur manusia, yaitu
(Brinkman, et al. 2023) :
1. Fase pertama
NREM
NREM fase 1 (level 1) adalah tahap peralihan dari
keadaan sadar ke keadaan tidur, yang berlangsung 10-15 menit. Pada tahap ini
tekanan darah akan menurun, gerakan mata melambat, otot relaksasi, dan terjadi
gerakan tersentak tiba-tiba pada otot atau kaki dan juga sensasi seperti
terjatuh.
2. Fase kedua NREM
Durasi terjadi sekitar 20 menit. Fase ini ditandai
dengan penurunan fisiologis tubuh, dimana gerakan mata berhenti, aktivitas otak
dan jantung melambat, dan suhu tubuh menurun. Pada fase ini, manusia telah
masuk dalam tahap menjelang deep sleep (pulas).
3. Fase ketiga
NREM
Deep sleep. Fase inilah
yang dibutuhkan oleh tubuh untuk mendapatkan kesegaran setelah bangun, dan jika
dibangunkan pada fase ini,manusia akan lebih sulit untuk untuk terjaga. Pada
fase ini hormone-hormon dilepaskan ke jaringan untuk me-restoration kembali jaringan pada organ-organ. Selama fase ini,
nutrisi dan oksigen dalam darah akan meningkat dan mengalir ke otot, untuk
memulihkan tubuh.
4. Fase REM
Tahapan ini berlangsung sekitar 90 menit setelah tidur
dimulai. Tahap
akhir tidur, ketika otot rangka dalam keadaan atonik dan tidak bergerak,
kecuali mata dan otot pernapasan diafragma yang tetap aktif. Tahap ini
biasanya dimulai setelah tidur selama 90 menit, dan siklus awal berlangsung
sekitar 10 menit dan berlanjut sepanjang malam hingga mencapai 1 jam. EEG
menunjukkan gelombang gigi gergaji, yang merupakan rangkaian gelombang
berkontur tajam atau segitiga, seringkali bergerigi dengan frekuensi 2 hingga 6
HZ. Tahap REM selanjutnya dapat dibagi lagi menjadi REM afasik dan REM
tonik. REM fase dihasilkan oleh aktivitas simpatis dan ditentukan oleh
adanya gerakan mata yang cepat dan kedutan otot sesekali serta perubahan pola pernapasan,
sedangkan fase REM atonik dihasilkan oleh sistem parasimpatis dan tidak
memiliki gerakan mata yang cepat (Brinkman, 2023).
Mekanisme yang membuat kita tidur dan menjaga tidur lebih banyak
terjadi karena adanya keseimbangan antara dua sistem di dalam otak: pertama,
proses homeostatis yang berfungsi sebagai pusat "kebutuhan tidur"
tubuh, dan kedua, ritme sirkadian yang menjadi semacam jam biologis internal
untuk tidur dan bangun.
Tidur NREM itu seperti saat otak kita beristirahat dari aktifitas,
karena ada zat bernama GABA yang membuat otak nggak terhubung dengan beberapa
bagian lainnya. Gelombang otak delta yang dihasilkan selama tidur NREM ini
berhubungan dengan tahap-tahap berbeda dari tidur, mulai dari tahap 1 hingga 3
NREM. Tidur REM, di sisi lain, dipicu oleh neuron khusus yang disebut
"neuron REM-on" di bagian tertentu otak. Beberapa bagian lain otak
juga ikut aktif dan menghasilkan gelombang otak yang nggak sinkron. Fase tonik
tidur REM dikendalikan oleh sistem parasimpatis, sementara fase fasiknya
dikendalikan oleh sistem simpatik (Siegel, et al., 2001)
Ritme sirkadian itu semacam jam biologis alami tubuh yang mengatur
kapan kita merasa ingin tidur. Bagian otak yang disebut hipotalamus yang
ngontrol ini, dengan bantuan informasi dari mata mengenai tingkat cahaya di
sekitar. Ritmenya sekitar 24.2 jam
sekali. Melatonin, yang diproduksi di kelenjar pineal, turut berperan sebagai
pengatur ritme sirkadian, dan kadar melatonin ini berubah-ubah tergantung pada
tingkat cahaya di sekitar kita. Malam hari, kadar melatonin paling tinggi, tapi
siang hari turun. Terakhir, suhu tubuh juga ikut serta dalam ritme sirkadian,
dengan kecenderungan umum suhu tubuh lebih rendah di pagi hari dan lebih tinggi
di malam hari. Beda orang, beda juga titik setelnya (Richter, et al., 2014).
Uji utama yang sering digunakan untuk memahami tidur disebut
polisomnografi. Uji ini melibatkan beberapa tes sekaligus, termasuk
elektrokardiogram (EKG), elektroensefalogram (EEG), elektrookulogram (EOG),
elektromiografi (EMG), dan pengukuran saturasi oksigen. Sebaiknya,
polisomnografi tidak digunakan sebagai tes rutin untuk menyaring masalah tidur.
Hasil dari semua tes ini dicocokkan untuk mendapatkan gambaran lengkap tentang
kondisi tidur seseorang (Bazalakova,2017).
·
Uji EKG adalah pengukuran arus listrik di jantung saat seseorang
tidur dan berguna untuk mendeteksi masalah jantung, seperti laju dan irama
jantung.
·
EEG melibatkan pemasangan elektroda pada kulit kepala untuk
mengukur aktivitas listrik dalam otak secara tidak invasif. Jumlah elektroda
yang digunakan bisa berbeda-beda. Gelombang otak yang tercatat membantu
menentukan tahap tidur dan menemukan masalah neurologis yang mungkin terjadi
selama tidur.
·
EOG digunakan untuk mengukur aktivitas otot mata selama tidur.
Selama tahap NREM, seharusnya tidak ada gerakan mata. Oleh karena itu, gerakan
mata dapat menjadi tanda bahwa seseorang sedang dalam tahap REM.
·
EMG digunakan untuk mengukur aktivitas otot pernapasan dan otot
anggota tubuh selama tidur, serta dapat mendeteksi gerakan atau ketegangan otot
yang berlebihan.
·
Pengukuran saturasi oksigen digunakan untuk memastikan bahwa
pernapasan berlangsung normal selama tidur tanpa ada henti napas.
(Dierickx, et al. 2018)
Beberapa
gangguan tidur :
·
Insomnia : Insomnia adalah istilah yang sering
digunakan untuk menggambarkan kondisi ketika seseorang sulit tidur atau tetap
tidur. Ini adalah masalah tidur yang paling umum dan biasanya terkait dengan
banyak hal seperti stres, lingkungan tidur yang tidak baik, jadwal tidur yang
tidak teratur, atau rangsangan berlebihan dari pikiran, tubuh, atau zat kimia.
·
Apnea Tidur Obstruktif (ATO) : ATO,
atau Apnea Tidur Obstruktif, terjadi saat seseorang mengalami jeda pernapasan
karena saluran napas terhambat, seringkali disebabkan oleh obesitas atau
kelemahan otot tenggorokan. Ini menyebabkan gangguan tidur dan terkadang
memerlukan penanganan. ATO dibagi menjadi tiga tingkat berdasarkan seberapa
sering pernapasan terhenti dalam satu jam. Pengobatan utama melibatkan
penggunaan alat bernama CPAP dan BiPAP, yang membantu menjaga saluran napas
tetap terbuka. Beberapa terapi tambahan dan pilihan bedah juga tersedia, tetapi
penggunaan alat bantu bernapas positif tetap menjadi terapi utama.
·
Apnea Tidur Sentral : Apnea Tidur Sentral mirip dengan
apnea tidur obstruktif. Tetapi, penyebabnya berkaitan dengan penurunan
intrinsik dan akhirnya kegagalan mekanisme atau dorongan pernapasan selama
tidur. Ini bisa termasuk sindrom hipoventilasi sentral bawaan (kutukan Ondine)
atau kondisi gagal jantung kongestif. Saat pernapasan tidak efektif, tubuh akan
terbangun dari tidur nyenyak untuk menanggapi kekurangan oksigen. Pengobatan
melibatkan penggunaan alat bernama CPAP, BiPAP, ventilasi servo adaptif, atau
terapi medis dengan acetazolamide atau teofilin (Holley, 2019).
·
Apnea Tidur Campuran (Apnea Tidur
Kompleks) : terjadi
ketika seseorang mengalami campuran gejala apnea tidur obstruktif dan apnea
tidur sentral. Ini terjadi saat pasien dengan gejala apnea tidur obstruktif
juga mengalami gejala apnea tidur sentral setelah menjalani terapi CPAP selama
uji tidur. Pengobatan umumnya melibatkan penggunaan terapi CPAP dengan tekanan
yang sangat rendah (Lee SY & Kim JW, 2019).
Tidur merupakan kegiatan vital bagi
manusia yang memberikan istirahat dan pemulihan tubuh. Mekanisme fisiologis
tidur melibatkan siklus NREM dan REM, keduanya penting untuk pemulihan
organ-organ tubuh. Gangguan tidur, seperti insomnia dan apnea tidur, dapat
berdampak negatif pada kesehatan. Polisomnografi digunakan untuk mendiagnosis
gangguan tidur.
Saraf
tidur dan ritme sirkadian berperan dalam mengatur kebutuhan tidur. Siklus tidur
manusia terdiri dari empat fase, yaitu NREM fase 1, NREM fase 2, NREM fase 3,
dan fase REM. Gangguan tidur dapat mempengaruhi siklus tidur dan kesehatan
secara keseluruhan.
Dalam
penanganan gangguan tidur, terapi dengan alat bantu bernapas positif seperti
CPAP dan BiPAP umumnya menjadi pilihan utama. Deteksi dini dan penanganan
gangguan tidur penting untuk menjaga kualitas tidur dan kesehatan tubuh.
Referensi
:
Bazalakova M. Gangguan Tidur pada Kehamilan. Semin Neurol. Desember 2017; 37 (6):661-668. [ PubMed ]
Brinkman JE, Reddy V, Sharma S. Fisiologi
Tidur. [Diperbarui 2023 April 3]. Di: StatPearls
[Internet]. Pulau Harta Karun (FL): Penerbitan StatPearls; 2023
Januari-. Tersedia dari: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482512/
Dierickx P, Van Laake LW, Geijsen N. Jam sirkadian: dari sel
induk hingga homeostasis dan regenerasi jaringan. Perwakilan
EMBO 2018 Jan; 19 (1):18-28. [ Artikel gratis PMC ] [ PubMed ]
Holley L. Obstructive Sleep Apnea, Insomnia, dan Mendengkur:
Adaptasi Evolusioner untuk Meningkatkan Kewaspadaan Saat Tidur? J Clin Obat Tidur. 15 Maret 2019; 15 (3):523. [ Artikel gratis PMC ] [ PubMed ]
Lee SY, Kim JW. Lebar Nasofaring dan Kaitannya Dengan
Gejala Gangguan Pernafasan Saat Tidur pada Anak. Clin
Exp Otorhinolaryngol. November 2019; 12 (4):399-404. [ Artikel gratis PMC ] [ PubMed ]
Richter C, Woods IG, Schier AF. Kontrol neuropeptidagik
pada tidur dan terjaga. Annu Rev Neurosci. 2014; 37 :503-31. [ PubMed ]
Siegel JM, Moore R, Thannickal T, Nienhuis R. Sejarah singkat
hipokretin/orexin dan narkolepsi. Neuropsikofarmakologi. November
2001; 25 (5 Tambahan):S14-20. [ Artikel gratis PMC ] [ PubMed ]
Penulis :
Nama
: Dessy Rismayani
NIM :
2320422008
Dosen
Pengampu : Dr. Resti Rahayu
Mahasiswa Pascasarjana Biologi,
Universitas Andalas.
0 Comments