Ditulis Oleh : Muhammad Fadhil Akbar
(2010423012)
Dosen Pengampu : Dr. Resti Rahayu
Dibuat sebagai tugas MK Biologi Forensik
Biologi, Universitas Andalas
Tahukah anda, serangga
yang selama ini kita anggap mengganggu kenyamanan dan dicap sebagai hewan yang
kotor ternyata mempunya keahlian dalam mengungkap kasus kematian seseorang.
Beberapa serangga memiliki sifat sebagai pengurai di alam, karena sifatnya ini
serangga melakukan tugasnya sebagai pengurai jasad organik. Ilmu yang
mempelajari hubungan antara serangga dengan ilmu forensik ini disebut dengan
Entomologi Forensik.
Serangga yang sering
digunakan dalam memcahkan kasus kematian yaitu lalat, lalat daging, dan
kumbang. Serangga digunakan dalam kasus kematian sebenarnya sudah ditemukan
sejak lama. Kejadian pertama yang tercatat dalam sejarah tertulis dalam sebuah
buku Sung Tzu yang berjudul “The Wash
Away of Wrongs” yang berasal dari China. Dalam kasus tersebut, terdapat
sebuah kasus pembunuhan seorang petani di ladang menggunakan senjata tajam.
Seluruh tersangka diperintahkan untuk meletakkan senjata tajam yang mereka miliki
diatas tanah. Kemudian terdapat satu senjata yang menarik kedatangan lalat ke
jejak darah yang disembunyikan oleh pelaku dari kasat mata dan diikuti dengan
pengakuan oleh para pelaku.
Lalu, bagaimana bisa
seekor serangga dapat memberi jawaban terhadap kematian seseorang? Well, dalam memecahkan kasus kematian
pada seseorang dapat dilihat dalam berbagai aspek seperti waktu, penyebab, dan
lokasi. Aktivitas serangga digunakan dalam memperkirakan waktu kematian dengan
menentukan umur serangga yang ditemukan hidup pada jenazah tersebut. Serangga
yang hinggap di tubuh jenazah tersebut juga tidak menetap, karena adanya
kompetisi sesame mereka. Untuk tahap pertama, serangga dari spesies Necrofagus menjadi yang pertama
mendatangi jasad jenazah. Serangga tersebut hidup dan berkembang biak pada
tubuh tersebut pada 2 hari pertama. Lalat akan menempatkan telurnya pada bagian
tubuh jenazah yang memiliki luka. Pada hari ke-6 hingga ke-10 pasca kematian, telur
yang berubah menjadi larva telah memenuhi jasad jenazah tersebut. Lalu pada
hari ke-11 dan ke-12 pasca kematian, larva mulai berkembang menjadi larva
dewasa. Pada hari ke-13 hingga ke-23 terjadi tahap pasca pembusukan dimana
sebagian besar larva mulai meninggalkan bangkai, menyisakan tulang, rambut, dan
mengeluarkan cairan-cairan yang merupakan produk samping dari proses
pembusukan.
Serangga memiliki
perbedaan spesies diberbagai tempat sehingga dapat mencirikan tempat tertentu
dengan spesies serangga tertentu. Data serangga yang didapat, digunakan dalam
menentukan lokasi kejadian sebelum kematian. Pemeriksaan yang cermat dapat
mengungkapkan variasi spesies, karena spesies yang terkait dengan satu jenis
habitat yang ada pada mayat ternyata berbeda dari spesies saat mayat diangkut
setelah kematian.
Serangga juga dapat
digunakan sebagai petunjuk dalam penyebab kematian. Serangga khususnya larva
lalat yang memakan bangkai dapat mengakumulasi obat-obatan yang tertelan oleh
orang yang meninggal. Mayat yang berada dalam tahap dekomposisi lanjut atau hanya
menyisakan kerangka saja, lebih sulit untuk diperiksa zat-zat toksiknya. Dalam
hal ini, larva yang memakan tubuh ini dapat dimaserasi dan dianalisis dengan
teknik seperti kromatografi lapis tipis, kromatografi gas, dan/atau
spektrofotometri massa. Racun dapat memengaruhi tahap perkembangan larva.
Kokain dan heroin dalam bangkai dapat mempercepat perkembangan larva. Racun
seperti malthione dalam bangkai dapat
menunda kolonisasi serangga. Ilmu ini disebut dengan entomotoksikologi.
Kesimpulannya,
entomologi forensik adalah ilmu yang memanfaatkan serangga dalam
mengidentifikasi mayat. Lamanya mayat, lokasi tempat kejadian, maupun penyebab
toksik kematian mayat dapat diidentifikasi dengan ilmu entomologi forensik.
DAFTAR PUSTAKA
Evand H, Supandi A, Ichsan M.
Indentifikasi Serangga Tanah Pada Proses Pembusukan Jasad (Entomologi
Forensik). jurnal.ar-rairy. 2022;10(2):176–9.
Gennard DE. Forensic
Entomology. Lincoln: WILEY; 2015.
Nurwidayati A. Penerapan Entomologi dalam
Bidang Kedokteran Forensik. J Vektor Penyakit. 2009;3(2):55–65.
Joseph I, Mathew D, Sathyan P, Vargheese
G. The use of insects in forensic investigations: An overview on the scope of
forensic entomology. J Forensic Dent Sci. 2011;3(2):89.
Supriyono S, Soviana S, Hadi UK. Pola
Kedatangan Serangga pada Jasad Hewan Sebagai Indikator dalam Kegiatan Forensik.
J Vet. 2019;20(3):418.
Ibrahim A, Kuncoro H. Identifikasi
Metabolit Sekunder Dan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Sungkai (Peronema
Canescens Jack.) Terhadap Beberapa Bakteri Patogen. J Trop Pharm Chem.
2012;2(1):8–18.
LeBlanc HN. Current concepts in forensic
entomology. The Netherland: Springer International Publishing; 2010. 205 p.
0 Comments