Ticker

6/recent/ticker-posts

Pentingnya Menggunakan Hak Pada Pemilu 2024 Mendatang

 


Penulis : 

Azkiyah Putri Romadhon Mahasiswa Universitas Andalas

Bagi negara demokrasi, pemilihan umum (pemilu) merupakan sarana kedaulatan masyarakat dan cara terbaik bagi masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam memilih calon pemerintahnya yang akan mempengaruhi masa depan bangsa dan negaranya. Selain itu, pemilu juga sebagai wadah konflik yang sah. Berdasarkan hasil jajak kompas.com, antusiasme publik untuk ikut berpartisipasi dalam pemilu 2024 terbilang tinggi, yakni mencapai 84,7% masyarakat akan menggunakan hak pilihnya dalam pemilu 14 februari 2024 mendatang. Hal ini merupakan tanda bahwasannya publik sangat antusias dalam berpartisipasi untuk menggunakan hak pilihnya dalam pemilu.


Dalam data yang diberikan oleh komisi pemilihan umum (KPU), angka keikutsertaan pemilih dalam pemilihan presiden secara langsung cenderung lebih tinggi dibandingkan pemilihan anggota legislatif. Tetapi, saat pemilu digelar secara serentak, angka partisipasi masyarakat juga tidak jauh berbeda, yaitu sebesar 81,9% pada pemilu 2019 lalu. 


Penggunaan hak pilih dalam pemilu merupakan hal yang penting, karena dapat menjadi tolak ukur kualitas penyelenggaraan pemilu. Tinggi rendahnya angka partisipasi masyarakat juga menjadi cerminan kesadaran masyarakat dalam berkontribusi pada pemilu yang akan menentukan nasib bangsanya beberapa tahun kedepan. 


Bagaimanapun, pemilu merupakan cara paling bermartabat dan terbaik dalam menuju kedaulatan rakyat dengan memilih pemimpin negara yang dianggap layak untuk menjabat, baik itu sebagai kepala pemerintahan maupun wakil rakyat di parlemen. Dalam UU No.7 Tahun 2017 tentang pemilu menyatakan bahwa, pemilu dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Dimana hal tersebut berarti adanya penghargaan dan jaminan yang tinggi atas hak pilih yang dimiliki.


Namun, permasalahannya adalah pemilih yang tidak yakin untuk menggunakan hak pilihnya, yang dimana hal ini disebabkan karena pemilu dinilai kotor, seperti adanya politik uang dan politik identitas. Kemudian, permasalahan selanjutnya ada pada pemilih yang tidak objektif dalam memilih dikarenakan adanya kecenderungan untuk memilih dengan mengikuti pilihan orang tua ataupun orang terdekat, lalu hanya memilih berdasarkan faktor penampilan atau faktor ekonomi. Misalnya, memilih karena telah diberikan uang atau kebutuhan pokok oleh salah satu calon yang berpartisipasi dalam pemilu, yang dimana hal ini bersangkutan dengan money politic (politik uang). Hal ini dapat memicu paradoks pada demokrasi serta praktik politik yang tidak etis dan juga korupsi.


Selain itu, ada juga pemilih yang sengaja tidak menggunakan hak pilihnya dikarenakan mereka menganggap bahwasannya menggunakan atau tidak menggunakan hak pilihnya tidak akan merubah nasib bangsa Indonesia. Hal dijumpai di kalangan mahasiswa yang sudah tidak percaya dengan pemerintah atau calon pemerintah indonesia yang dinilai tidak memenuhi visi dan misinya. Beberapa pemilih beranggapan bahwa negara sudah tidak lagi menjalankan kewajibannya untuk melindungi dan menjalankan kepentingan masyarakat. Jika hal ini terus berlanjut, tentunya akan berpengaruh terhadap pembangunan nasional yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat. Selain itu, golongan putih (golput) dapat mengurangi tingkat partisipasi masyarakat dalam kehidupan politik. Persentase golput dari tahun ke tahun mengalami kenaikan dan penurunan, yakni pilpres 2004 (20,24%), pilpres 2009 (25,19%), pilpres 2014 (30,22%), dam pilpres 2019 (18,03%). Apabila hal ini terus terjadi, tentunya dapat menyebabkan turunnya kualitas demokrasi suatu negara.


Untuk menciptakan pemilu yang sesuai dengan asasnya, maka yang diperlukan adalah dengan mengikuti semua aturan, etika, dan nilai-nilai yang ada. KPU melakukan strategi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemilu yaitu membuat program KPU Goes To School, yang dimana KPU melakukan kerjasama dengan beberapa sekolah tingkat menengah untuk bertemu langsung dengan pemilih pemula dan melakukan komunikasi dengan mereka melalui sosialisasi terkait isu-isu demokrasi dan pemilu. Lalu, KPU juga menyiapkan beberapa platform media sosial yang berisi konten-konten menarik terkait informasi mengenai pemilu. Pemerintah bisa membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap pemilu ini dengan menciptakan sistem pemilu yang lebih transparan. Selain itu, mengadakan sosialisasi tentang pemilu guna mengedukasi pemilih agar tetap menggunakan hak pilihnya secara objektif, yaitu dengan melihat visi dan misi calon serta track record calon, juga merupakan hal yang harus dilakukan. Bila memang tidak ada calon yang benar-benar baik, maka pilihlah calon yang sedikit keburukannya dibandingkan tidak menggunakan hak pilih, karena pemilu bukan ajang memilih pemerintah yang sempurna, tetapi sarana memilih pemerintah yang lebih baik daripada yang sebelumnya.



Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS