Ticker

6/recent/ticker-posts

Pembangunan Trans-Papua: Bayangan Gelap Pada Konservasi Sumber Daya Alam?

 

Oleh : Hana  Mahasiswa universitas Andalas Padang 


Konsep pembangunan di Indonesia menjadi salah satu pendekatan perubahan sosial yang terencana paling luas dan digunakan oleh banyak pihak. Papua merupakan salah satu dari lima pulau terbesar di Indonesia sehingga diperlukan kebijakan pembangunan, terutama transportasi jalan antar kabupaten kota di provinsi Papua dan Papua Barat. Pembangunan trans-Papua merupakan proyek besar pemerintah yang ditujukan untuk membantu dan memudahkan perekonomian masyarakat setempat. Tersedianya infrastruktur transportasi jalan trans-Papua memiliki dampak ekonomi yang sangat luas, dengan adanya pembangunan ini dapat mendongkrak ekonomi. Meningkatnya ekonomi, maka akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, untuk melakukan pembangunan jalan trans-Papua membutuhkan pertimbangan dari berbagai aspek, banyaknya kepentingan terhadap pembangunan infrastruktur trans-Papua memunculkan berbagai konflik.


Studi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Indonesia menyatakan terdapat korelasi negatif antara rencana pembangunan jalan trans-Papua dengan kelangsungan hidup keanekaragaman hayati di hutan Papua.  Walhi juga menunjukkan bahwa pembangunan jalan trans-Papua pada periode 2001-2019 telah mengurangi tutupan hutan seluas 22.009 hektar serta merusak 2.195 hektar gambut dan karst. Terkait hal tersebut, pemerintah diminta untuk mengkaji ulang rencana pembangunan jalan trans-Papua dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 untuk meminimalkan dampak ini. Dalam RPJMN 2020-2024, pemerintah akan melanjutkan pembangunan trans-Papua karena dapat meningkatkan akses serta konektivitas antar wilayah sehingga dapat membuka daerah yang terisolasi dan pemerataan pembangunan infrastruktur di seluruh wilayah Indonesia. Selain itu, pembangunan trans-Papua diharapkan dapat mengurangi indeks kemahalan dan mengurangi angka kemiskinan, harga bahan pokok di Papua relatif lebih mahal karena distribusinya banyak menggunakan pesawat. BBM di Wamena bisa mencapai Rp. 50.000-100.000 per liter. Maka dari itu, trans-Papua diharapkan dapat memangkas waktu distribusi barang melalui jalur darat sehingga harga bahan pokok bisa lebih terjangkau.


Proyek jalan trans-Papua membuat wilayah ini akhirnya dapat ditembus dengan jalan darat. Panjang jalan trans-Papua mencapai 2.902 km meliputi sembilan ruas, yaitu Enarotali-Ilaga-Mulia-Wamena, Wamena-Elelim-Jayapura, Fakfak-Windesi, Oksibil-Seredala, SP3 Moyana-Tiwara-Bofuwer, SP3 Moyana-Wanoma, Waghete-Timika, Wamena-Habema-Mumugu dan Wanggar-Kwatisore-Kampung Muri. Berdasarkan informasi Kawasan Konservasi Region Maluku-Papua, Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK (2016), Provinsi Papua memiliki 8 Cagar Alam, 7 Suaka Margasatwa, 3 Taman Wisata dan 3 Taman Nasional. “Enam diantaranya dilintasi oleh proyek pembangunan jalan trans-Papua, yaitu Cagar Alam Enarotali, Suaka Margasatwa Mamberamo Foja, Taman Nasional Lorentz, Taman Nasional Teluk Youtefa dan Taman Nasional Laut Teluk Cenderawasih. Satu kawasan konservasi yaitu Cagar Alam Pegunungan Fakfak di Papua Barat juga dilintasi oleh jalan MP-31”, ujar Walhi dalam laporannya.


Berdasarkan analisis data flora dan fauna yang dimiliki BBKSDA Papua Barat lalu daftar merah spesies terancam di International Union for Conservation Nature (IUCN), Walhi menemukan terdapat 1 flora dan 5 fauna yang berada pada kategori terancam pembangunan jalan trans-Papua. 1 spesies flora tersebut yaitu anggrek kasut ungu/anggrek kantung (Paphiopedilum violascens). Keberadaannya berpotensi terancam punah pada pembangunan jalan trans-Papua ruas Wamena-Elelim-Jayapura. Kemudian, 5 spesies fauna tersebut yaitu Kangguru Pohon Mbaiso (Dendrolagus Mbaiso), Penyu Sisik (Eretmochelys imbricate), Penyu Hijau (Chelonia mydas), Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea) dan Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea). Selain dari flora dan fauna yang telah disebutkan, Walhi juga menemukan 1 flora dan 16 fauna yang berpotensi mengalami penurunan populasi akibat keberadaan jalan tersebut, flora dan fauna tersebut merupakan sejumlah spesies yang memiliki status data deficient, least concern (tidak mengkhawatirkan) atau spesies ini dianggap masih banyak jumlahnya, near threatened (hampir terancam) dan vulnerable (rentan terancam) menurut IUCN dan berstatus Appendix II (berpotensi terancam punah), Appendix III (dilindungi di negara tertentu dalam batas-batas kawasan habitatnya) dan Non-Appendix  menurut Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES). 


Pembangunan infrastruktur jalan trans-Papua di wilayah Taman Nasional Lorentz bagai pisau bermata dua, satu sisi menghubungkan antar wilayah di Papua dan di sisi lainnya juga mengancam punahnya spesies Nothofagus sp. sang pohon purba atau masyarakat lokal menamainya dengan kayu sage. Lorentz merupakan Taman Nasional terbesar dan terlengkap se Asia Tenggara juga dilalui oleh jalan ini. Sebagai situs warisan dunia, keindahan lanskap Lorentz juga menjadi habitat bagi berbagai flora dan fauna endemik, salah satunya Nothofagus sp. yang hidup di ketinggian 2000-3500 meter di atas permukaan laut. Nothofagus sp. juga disebut pohon purba karena hidup pada daerah paleozoik 438 juta tahun yang lalu. Tak heran UNESCO sangat menyoroti proyek strategis nasional ini, bahkan UNESCO meminta untuk proyek ini diberhentikan sementara waktu karena mengancam punahnya tanaman purba Nothofagus sp. UNESCO menyatakan bahwa trans-Papua membuat akses pembalakan liar semakin terbuka lebar. 


November 2021, Kompas beserta Balai Taman Nasional melakukan patroli pengamatan sepanjang rute Wamena-Habema dan benar menemukan banyak titik penebangan liar. Banyak kayu sage berjajar di pinggir jalan, padahal area ini termasuk ke dalam zona rehabilitasi. Patroli rutin dan imbauan terhadap masyarakat lokal menjadi bentuk perlindungan yang telah dilakukan oleh Balai Taman Nasional Lorentz namun patroli dirasa tidak maksimal jika dilihat dari SDM yang sangat terbatas. Taman Nasional Lorentz saja hanya memiliki 26 polisi hutan dengan luasan taman mencapai 2,3 juta hektar, karena itu Balai Taman Nasional perlu melibatkan banyak pihak termasuk masyarakat lokal.


Selain dari flora dan fauna nya, pembangunan jalan trans-Papua juga dapat berpengaruh terhadap kawasan gambut dan karst. Walhi menyatakan bahwa ekosistem gambut dan karst merupakan salah satu kawasan ekosistem yang memiliki peran esensial bagi kehiduan manusia dan keseimbangan alam. Ekosistem gambut dan karst mempunyai fungsi hidrologi, perlindungan dan penyedia kebutuhan air. Selain itu, ekosistem gambut dan karst merupakan rumah bagi beragam komponen biotik dan abiotik. Kemudian, ekosistem gambut dan karst juga berperan dalam menjaga pelepasan emisi gas rumah kaca. Fakta ini memperlihatkan bahwa keduanya penting untuk upaya mitigasi perubahan iklim.


Demi keadilan sosial, berbagai wilayah di Papua dapat terhubung berkat jalan ini. Ekonomi juga diharapkan turut berkembang di berbagai wilayahnya. Selain itu, dengan adanya pembangunan jalan trans-Papua akan berdampak terhadap persatuan dan kesatuan bangsa, dimana selama ini sebagian masyarakat Papua merasa tidak puas terhadap pembangunan. Mereka selalu merasa terpinggirkan dan dengan adanya pembangunan ini, maka mereka akan dapat menikmati hasil pembangunan tersebut. Pembangunan infrastruktur di Papua memang sangat dibutuhkan demi membuka akses transportasi guna mengangkat ekonomi rakyat. Tidak bisa dipungkiri bahwa setiap pembangunan infrastruktur pembukaan lahan pasti akan memberikan dampak terhadap kelangsungan hidup flora dan fauna yang ada disana. Maka dari itu, diperlukan kerjasama dari berbagai ahli ekonomi pembangunan dan juga ahli lingkungan agar dapat meminimalisir efek infrastruktur tersebut serta perlu diperhitungkan dengan matang bagaimana menangani dampak negatifnya terhadap ekosistem sebelum kerusakan semakin parah.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS