Ticker

6/recent/ticker-posts

Caleg, Tokoh-Kah Di Dapilnya ?





Oleh: Obral Chaniago



Calon Legislatif (Caleg), tokoh-kah di daerah pemilihan-nya (dapil-nya)  ? 

Caleg dari sejumlah partai politik (parpol) akan meraih suara dari peserta pemilih pada pesta demokrasi tahun 2024.


Sebagai Caleg yang telah menjadi Daftar Calon Tetap (DCT) dari masing masing parpolnya baik Caleg DPR RI, DPRD propinsi, DPRD kabupaten dan kota, DPD RI, dan Partai Politik Lokal (Parlok) daerah khusus dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 


Diyakini, semua Caleg membutuhkan diri pribadi seseorang sebagai tokoh publik di dapilnya.


Parpol yang bervisi/misi profesional melakukan me rekrutmen yang diusung parpolnya melalui dari ketokohan para Calegnya.


Dari konsep ketokohan para Caleg inilah parpol terkait akan berhasil meraup suara yang dapat mendongkrak elektabilitas baik raihan suara dari peserta pemilih mau pun kursi di parlemen. 


Tanpa demikian cara me rekrutmen para Caleg oleh parpol, maka perolehan kursi parlemen berpindah pada parpol profesional me rekrutmen Caleg. 


Memang, personal seseorang menuju sebagai tokoh masyarakat di dapilnya tak segampang/semudah membalik telapak tangan. 


Ketokohan seseorang berawal dari ide cemerlang dan gagasan kemauan berinisiasi sebagai motor penggerak pada wadah organisasi masyarakat (ormas) baik berada dalam kelompok tani, koperasi, sosial, budaya, ekonomi, politik, hukum, hak asasi manusia (HAM), etnik dan kultur, skala kecil, menengah, dan besar pada dapil Caleg itu sendiri. 


Menuju konsep membangun hubungan emosional pergaulan komunal dalam semua etnik dan kultur rakyat dan bangsa di levelnya tak semudah berkata seperti 'lidah' tak bertulang. 


Menggapai ini perlu rentang waktu, perjuangan korban energi dan pikiran. Arahnya, komunitas rakyat dan bangsa merasa telah diuntungkan dari sebelumnya. 


Sehingga pautan magnit berdaya tarik membawa arah hati dan pikiran kemauan dan cita cita dan keinginan para simpatisan yang mengidamkan bahwa Caleg tersebut untuk dapat duduk di kursi parlemen.


Dengan harapan rakyat dan masyarakat yang berada dalam wilayah dapilnya itu mendoakan serta menjadi peserta pemilih di bilik pemungutan suara dalam dapilnya. 


Karena Caleg ini memberikan keuntungan besar dari sebelumnya melalui pembentukan ekonomi ormas yang berkontribusi ekonomi bagi masing masing Kepala Keluarga (KK) dengan terbentuknya wadah kelompok tani, koperasi dan Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) lainnya. 


Sehingga jiwa masyarakat dan bangsa peserta pemilih telah tau dan memahami isi kandungan akal dan pikiran dari pada Caleg yang berada dalam dapilnya. 


Untuk mengetahui isi dan kandungan daya jangkauan ilmu dan pengetahuan dari Caleg itu tentu melalui pemaparan program dan konsep yang bersinergi pula dengan cita cita peningkatan ekonomi dan segala lini lapisan kehidupan dengan berbagai kegiatan dan pertemuan yang berdasarkan ormas, kelompok tani, koperasi, LSM secara sah yang berbadan hukum atas semua komunitas ini dari beberapa tahun sebelumnya, maka masa/waktu pesta demokrasi pemilu legislatif (pileg) nanti. 


Dan, sangat riskan sekali apa bila Caleg belum pernah terlibat dalam pengurusan dan sebagai pimpinan komunitas berbagai ormas, tentu rakyat sebagai peserta pemilih pileg di dapilnya belum tau alur pikiran, program, konsep, cita cita, misionaris, visi/misi, itu pun tak cukup yang hanya melalui slogan tanpa pembuktian sebagai pimpinan wadah ormas, kelompok tani, koperasi dan ragam komunitas lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan di mata hukum yang tentunya Caleg tersebut berada dalam komunitas yang resmi ini dan di akui oleh hukum konvensional dan religi. 


Tanpa tergabung-nya Caleg dalam dapil tersebut sebagai pimpinan wadah komunitas yang sah dan ter-bantu-nya ke kini-an, keekonomian, sosial, budaya, etnik dan kultur, maka dapatkah dikatakan peserta pemilih pileg ini merupakan peserta pemilih nyasar yang keliru, karena pemilih ini tidak tau siapa Caleg-nya. 


Mengenali Caleg tua terlihat muda, tergoda dengan photo wajah tampan dan wanita cantik, maka tak jadi jaminan anda sebagai peserta pemilih, maka pilihan anda jadi mubazir atas cita cita anda. Bukan berarti satu suara anda hilang, tak demikian, melainkan satu suara pilihan anda beralih ke Caleg yang direkrut oleh parpol profesional yang mengusung Caleg-nya yang merupakan Caleg dari tokoh masyarakat. 


Kenapa Demikian  ? 


Kalau diamati, cita cita parpol dengan birokrasi pemerintah ibarat dua sisi mata uang/kedua timbal-baliknya sama-sama laku. 


Sebetulnya, tugas parpol melalui wakil rakyatnya yang ada di parlemen punya tugas untuk memberdayakan segala lini aspek kehidupan ditengah tengah masyarakat. 


Parpol dengan dapilnya setelah menjadi anggota dewan di parlemen memiliki tanggungjawab yang dapat di tagih oleh masyarakat peserta pemilih di dapilnya guna memberdayakan kepentingan pembangunan di segala bidang, serta semua aspek kehidupan. 


Sedangkan tugas birokrasi pemerintah menggelontorkan anggaran yang telah terverifikasi sebelumnya sebelum tahun berjalan. 


Maka semua anggaran yang telah disediakan pemerintah untuk dipergunakan buat kepentingan rakyat seperti kegiatan kelompok tani dan koperasi perlu terlebih dahulu diusulkan oleh rakyat kepada pemerintah. 


Sedangkan pungsi dan tugas wakil rakyat pada dapilnya adalah menjembatani/mengedukasi, memberdayakan, dan mensupport kegiatan rakyat secara positif. 

Dan, begitu juga kiranya tugas para Caleg/parpolnya berkontribusi pembangunan di segala bidang ditengah tengah masyarakat. 


Tetapi, kenyataannya sampai sekarang pun pembuktiannya tak demikian. Anggota parlemen setelah berhasil memperoleh kuota perolehan kursi di parlemen menjadi lupa dengan tanggungjawabnya pada dapilnya. 


Kenyataan sekarang yang terjadi, hanya,.. kerja politisi di parlemen tak lebih untuk melakukan pembahasan mata anggaran yang diusulkan oleh pejabat pemerintah dan kepala daerah. 

 

Bahkan, objek mata anggaran yang diusulkan oleh pemerintah kepada politisi di parlemen nyaris sangat sedikit sekali prosentasenya atas usulan rakyat untuk kegiatan rakyat pada masing masing dapilnya. 


Artinya, rakyat tidak dapat edukasi dari parpol dan politisinya untuk pemberdayaan ekonomi dan sebagainya. 


Akhirnya, rakyat kering ide dan gagasan, pada hal sektor ekonomi itu sendiri sangat bertumbuh lebih besar di lingkungan rakyat itu sendiri seperti ekonomi pedesaan dan negeri. 


Akibatnya, pemerintah melalui birokrasinya supaya tetap saja terserap penyerapan mata anggaran yang akan/digelontorkan kepada rakyat setiap tahunnya bahkan lebih banyak tidak tepat sasaran. 


Seyogianya, pemerintah/birokrasi setelah mata anggaran ketuk palu di parlemen, birokrasi terkait terburu waktu dengan deadline penyerapan penggunaan mata anggaran di pacu dengan waktu pengucuran anggaran. 


Sehingga pemerintah membayarkan anggaran uang dari Kuasa Penggunaan Anggaran (KPA) dari masing masing dinas, lembaga, kantor, badan, institusi birokrasi dengan petinggi pimpinannya baik dari pemerintah pusat, propinsi dan daerah kabupaten dan kota cenderung gegabah, karena tak tersalurkan mata anggaran kepada rakyat yang memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) di bidangnya, karena rakyat tidak dapat memperoleh ilmu pemberdayaan SDM tentang kegiatan keekonomian, baik kelompok tani mau pun koperasi misal demikian dari wakil rakyatnya yang telah duduk manis di kursi parlemen.(*). 


*Penulis: Obral Chaniago (Journalist).

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS