Logika merupakan kerangka berpikir
manusia dalam melihat berbagai macam peristiwa kehidupan untuk memperoleh
jawaban yang logis. Logika berpikir seseorang sangat beragam, perbedaan
kepercayaan dan ideologi serta adat
mempengaruhi bagaimana manusia memutuskan kesimpulan, mengambil hikmah sebuah
peristiwa, dan bahkan mempengaruhi rasa ingin tahu terhadap sebab akibat
peristiwa alam. Sebagai makhluk sosial,
manusia dituntut memahami segala situasi yang tengah terjadi, menguak sebab
akibat sebuah peristiwa mendorong manusia memiliki rasa ingin tahu sehingga
dapat menyimpulkan atas dasar alasan yang masuk akal.
Pada buku Tan malaka tahun 1943 berjudul
“MADILOG” yakni “cara berpikir dengan materialisme, dialegtika, dan logika buat
mencari akibat yang berdiri atas bukti cukup banyaknya dan cukup eksperimen dan
diperamati” Madilog sama sekali dan tepat berlawanan dengan segala-gala yang
berhubung dengan mistika dan kegaiban. Tidak pula saya maksudkan bahwa tak ada
yang gaib di Dunia, tidak semua hal sudah diketahui. Pengetahuan tidak akan
habis dan tidak boleh habis, pengetahuan baru menimbulkan permasalahan baru,
tetapi persoalan baru terus menerus pula bisa diselesaikan. Tidak ada batas
pengetahuan dan tidak ada batas
persoalan. Inilah bagian dari kehidupan manusia dan bagian dari dunia pikiran. Barang
siapa yang mengaku bahwa ada batas pengetahuan atau batas persoalan, maka dia
jatuh ke lembah mistika terperangkap dogmatisme.
Sejak saat itu istilah logika
mistika mulai dikenal khalayak, banyak pertentangan ketika istilah ini mulai
muncul. Sebagian kelompok mengangap bahwa cara berpikir mistika ini dapat
membatasi semangat untuk mengetahui berbagai macam pristiwa alam agar
mengetahui sebab akibat dibalik kejadian di dunia. Pernyataan ini didukung
dengan perkembangan budaya barat dalam hal riset dan teknologi, negara barat
yang mementingkan riset dalam membuktikan seluruh kejadian yang ada dimuka bumi
menjadikan mereka pusat peradaban ilmu pengetahuan dan teknologi. Timbulnya
rasa penasaran oleh negara barat terhadap segala hal merupakan alasan terbesar
yang mendorong perkembangan dalam melihat dunia.
Namun kalimat “Logika Mistika”
justru lebih dianut di negara arab dan asia. Menggunakan pemikiran mistika
dalam memahami nilai-nilai pristiwa di sekitar dalam hal kebudayaan,
mengkaitkan segala peristiwa selalu bersangkut paut dengan hal mistik,
menjadikan rasa kecukupan bahwa semua hal yang ada di Dunia merupakan sesuatu
yang sudah dirangkai dengan rapi oleh sebuah kuasa mistika. Hal ini tentu
sesuatu yang tidak salah, sebagai negara yang memiliki kepercayaan terhadap hal
ghaib tentu meyakini bahwa semua hal berkaitan dengan hal yang tidak tampak,
bagaimana seluruh alam semesta yang sangat luar biasa ini dapat berdiri dengan
sendirinya tentu tidak mungkin dan bagaimana semua tahapan kejadian alam dapat
tersistematik tampah ada tabrakan tidak sesuai satu sama lain bahkan
mempengaruhi kejadian yang lain. Tentu “Logika Mistika” tidak sepenuhnya salah.
Namun apa yang membuat istilah ini
menjadi sesuatu hambatan bagi perkembangan negara dan bangsa. Kita hidup di
zaman teknologi sudah menjadi sandingan dalam melewati hari demi hari,
memudahkan segala hal dalam keseharian kita mendekatkan apa yang sengat jauh
dan memberikan akses informasi yang cepat dan instan bagi seluruh manusia di
Dunia ini bahkan teknologi sudah hampir menggeser peran manusia sebagai tenaga
kerja utama. Keadaan seperti ini yang menggiring “Logika Mistika” menjadi
sesuatu yang kuno, menyimpulkan kepada suatu pembuktian nyata saja yang dapat
menjelaskan sebuah pristiwa alam.
Sebagai generasi penerus bangsa
tentu kita harus sadar bahwa segala sesuatu memiliki porsi masing-masing, sadar
dengan hal-hal yang dapat berdampingan dan dapat disatukan menjadi kunci
persatuan. Tidak menyalahkan atau menghapus dengan mutlak sebuah ideologi
menjadikan kita sebuah generasi yang dapat beradaptasi di segala kondisi dan
situasi. Menjadi insan yang memiliki pemikiran luas mempertimbangkan segala
aspek dalam menentukan keputusan agar bangsa dan negara di masa akan datang
terus berkembang tanpa melupakan nilai-nilai tradisi dan budaya peninggalan
nenek moyang.
Kembali lagi dengan istilah “Logika
Mistika” bagaimana kita meletakkan konsep ini ? Perlu adanya pembatas pemakaian
dalam konsep realita dan mistika ini, jika hal tersebut sesuatu yang dilandasi
dengan sains atau masih dapat dibuktikan kebenarannya makan masuk dalam konsep
realita namun apa bila sesuatu diluar nalar manusia atau bahkan tidak dapat
dibuktikan dengan sains maka hal tersebut masuk dalam konsep mistika, dengan
catatan bahwa kita manusia sudah sepantasnya penasaran dan membuktikan segala
hal agar mengetahui hikmah dibalik segala pristiwa.
Dalam budaya Indonesia adat dan
mistik sangat erat kaitannya, adat lebih mengatur tentang moral, cara kita
hidup bersosialisasi dengan semua yang ada di sekitar kita, terkadang hukum
adat tidak sepenuhnya diambil dari kitab suci, namun adat mengajarkan kita
bagaimana sebaiknya berlaku kepada sesama mahkluk hidup. Seperti hukum adat
yang beredar terkait menjaga alam, istilah tanah adat atau daerah sakral
menjadikan tempat tersebut lebih terjaga dari kerusakan menjauhkan dari oknum
yang ingin menguasai kawasan tersebut dan menjadikan kawasan tersebut memiliki pandangan
khusus dalam melestarikannya.
Seperti itulah kata Logika Mistika
berperan dalam zaman sekarang, membentuk suasana yang seimbang dan mengontrol pemberdayaan
alam serta membatasi ketamakan manusia. Kita tidak perlu menyampingkan hal yang
berkaitan dengan mistik dan menganggapnya kuno, tetapi kita dapat terus berpegang
teguh dan menyatukan cara berpikir untuk menjadi manusia yang berhakikat
pemimpin di muka Bumi ini. Jadilah generasi penerus bangsa yang berpikir kritis
dan percaya terhadap hal ghaib.
0 Comments