Ticker

6/recent/ticker-posts

Edible Packaging, Kemasan Ramah Lingkungan Pada Produk Pangan

 


Oleh: Enda Tarni Asih

Mahasiswa Jurusan Biologi, Universitas Andalas 

Kemasan sintetis pada produk pangan yang berbahan dasar plastik, kertas, alumunium dan lain sebagainnya masih menjadi pemasalahan serius bagi lingkungan. Bayangkan saja, butuh sekitar 1000 tahun lamanya agar barang-barang berbahan dasar plastik dapat terurai. Hal tersebut mendorong para peneliti untuk mencari solusi alternatif kemasan yang ramah lingkungan. Disisi lain, pemanasan global yang terus meningkat dan juga krisis iklim yang kian memburuk, mendorong kita semua sebagai penghuni bumi untuk terus menjaga stabilitas lingkungan. 

Edible packaging merupakan kemasan berbahan dasar alami atau organik ramah lingkungan yang dapat dikonsumsi dan mudah terdegredasi (terurai) di alam. Saat ini, Edible packaging menjadi salah satu kemasan masa depan yang mulai diperkenalkan keseluruh penjuru dunia. Maka dari itu, kita sebagai salah satu negara penyumbang gas emisi karbon terbanyak di dunia wajib untuk menerapkan kemasan ramah lingkungan berupa Edible Packaging. Edible packaging dibuat dengan memanfaatkan bahan-bahan yang tersedia pada alam seperti wax, cellulose, CMC, plasticizers, dan air. Melalui Edible packaging, dapat menunjang sustainable agriculture serta mewujudkan tujuan dari Sustainable Development Goals (SDGs).

Edible Packaging dikelompokkan menjadi dua macam yaitu edible coating dan edible film. Edible coating berfungsi sebagai pelapis yang mana langsung diaplikasikan ke makanan sedangkan pada edible film yang berbentuk lembaran dan disiapkan terlebih dahulu sebelum diaplikasikan ke makanan. Terdapat beberapa bahan tambahan dalam pembuatan edible coating dan edible film seperti agen antimikroba, zat untuk mempertahankan tekstur dan nutrasitikal. Hal tersebut bertujuan untuk menjaga ketahanan kemasan edible packaging serta melindungi produk pangan didalamnya, sehingga layak untuk dijadikan sebagai kemasan produk pangan.  

Edible coating adalah lapisan tipis yang diaplikasikan ke makanan, dimana lapisan tersebut bisa dimakan dan tentunya bersifat biodegradable atau mudah didegredasi di alam. Menurut Danhowe (1994), komponen utama penyusun edible coating dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu hidrokoloid, lipid, dan komposit (campuran). Hidrokoloid yang dapat digunakan untuk membuat edible coating adalah protein (gelatin, kasein, protein kedelai, protein jagung, dan gluten gandum) dan polisakarida (pati, alginat, pektin, gum arab, dan modifikasi karbohidrat lainnya). Metode untuk aplikasi coating pada buah dan sayuran terdiri dari beberapa cara yakni metode pencelupan, pembusaan, penyemprotan, penuangan, dan aplikasi penetesan terkontrol. Metode pencelupan merupakan metode yang paling banyak digunakan terutama pada sayuran, buah, daging, dan ikan, dimana produk dicelupkan ke dalam larutan yang digunakan sebagai bahan coating. 

Edible film adalah lapisan tipis berbentuk lembaran yang digunakan untuk melapisi produk pangan guna menahan transmisi laju uap air dan gas baik berupa oksigen maupun karbon dioksida, sehingga dapat memperpanjang umur simpan serta menjaga kualitas dan keamanan produk. Aplikasi dari edible film sendiri bisa digunakan sebagai kemasan primer seperti sosis, sayur-sayuran, daging dan buah-buahan. Selain itu, edible film juga bisa diaplikasikan sebagai produk konfeksionari pada permen dan coklat. Di bidang farmasi, edible film dapat diaplikasikan sebagai pelapis obat-obatan seperti kapsul.

Terdapat banyak contoh pengaplikasian dari edible packaging ini, misalnya pada potongan buah segar yang dijual oleh pedagang kaki lima, pasar bahkan supermarket. Faktanya, mereka melapisi buah segar tersebut menggunakan plastic wrap, dimana kemasan  berbahan plastik tersebut sangat merugikan lingkungan. Padahal, edible packaging yang dibuat dari bahan gel lidah buaya bisa dijadikan sebagai edible coating yang dapat memperpanjang masa simpan buah-buahan potong segar. Lapisan nano edible coating dari gel lidah buaya dapat diaplikasikan untuk menunda perubahan fisikokimia pada potongan buah segar. Maka dari itu, edible coating dari gel lidah buaya dapat menjadi alternatif pengganti plastic wrap. 

Karagenan (hidrokoloid) yang dihasilkan oleh rumput laut merah (Sargassum sp) juga bisa digunakan dalam pembuatan edible film sebagai kemasan. Selain karagenan, kandungan karbohidrat yang terdapat pada rumput laut merah juga dijadikan sebagai bahan utama dalam pembuatan bioplastik. Hal tersebut merupakan salah satu pemanfaatan hasil laut Indonesia dimana, Indonesia merupakan salah satu negara penghasil rumput laut terbesar di dunia dengan peningkatan produksi 30% setiap tahunnya. Maka dari itu, Indonesia memiliki peran besar dalam pengembangan edible film maupun bioplastik dari rumput laut merah guna mengurangi penggunaan kemasan plastik. 

Edible Pacakging dapat menjadi solusi dalam mengatasi penumpukan kemasan sintetis seperti plastik di Indonesia. Edible packaging berupa kemasan berbahan dasar organik yang mudah terurai secara biologis di alam, dimana hal tersebut menjadi poin penting dalam pembuatan kemasan pada produk pangan. Di Indonesia, edible packaging masih belum banyak beredar di pasaran dan minim diketahui oleh masyarakat, hal itu dikarenakan kurangya kesadaran akan lingkungan. Di inggris, sudah ada industri yang memproduksi edible packaging berbahan dasar rumput laut merah yang bernama Notpla, mereka sudah mengaplikasikan beberapa macam kemasan seperti food container, laundry sachet, energy gel pods, rigid cutlery, sunscreen pipette dan lain sebagainya. Oleh karena itu, diharapkan industri di Indonesia juga bisa memproduksi edible packaging berskala besar. Maka dari itu, perlu ditingkatkan sosialisasi kepada masyarakat Indonesia mengenai edible packaging agar permasalahan dari menumpuknya sampah plastik dapat teratasi dengan optimal.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS