Oleh
: Siska Elya Febriani
Seperti yang sama-sama kita ketahui, saat ini plastik
menjadi salah satu material yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan sehari-hari
kita, mulai dari bungkus jajanan dan makanan, obat-obatan, kosmetik, berbagai
barang elektronik bahkan saat berbelanja baik secara langsung maupun melalui e-commerce
plastik selalu kita gunakan. Penggunaan plastik yang terus meningkat, menjadikan
sampah plastik sebagai limbah yang menggunung di tempat pembuangan akhir (TPA).
Inilah salah satu permasalahan limbah yang sampai saat ini belum bisa terselesaikan
di negara kita.
Tiap harinya ada sekitar 3.600 ton sampah plastik di
Indonesia. Diperkirakan lebih dari 100 miliar kantong plastik digunakan
oleh masyarakat setiap tahunnya dan kebanyakan limbah plastik tersebut tidak
dikelola secara benar di TPA. Sampah-sampah tersebut diharapkan dapat terurai
secara alami, namun hal ini tentu saja mustahil terjadi terutama untuk sampah
plastik yang sangat sulit terurai. Sehingga banyak orang yang melakukan cara
lain untuk membuang sampah plastik ini yaitu dengan dibuang begitu saja ke perairan,
dibakar dan ada juga yang dikubur di dalam tanah. Namun tetap saja plastik akan
sulit untuk diurai secara alami. Pada dasarnya penanganan limbah plastik sudah
banyak dikaji dari berbagai bidang seperti fisika dan kimia, namun langkah
penanganan pencemaran dari bidang mikrobiologi masih sangat minim dilakukan,
padahal sebenarnya penanganan secara mikrobiologi dapat dinilai efektif karena
tidak menimbulkan efek samping bagi lingkungan.
Plastik memiliki sifat yang persisten sehingga plastik akan
sulit terdegradasi secara alami. Dengan kuatnya plastik ini dan pengelolaan
sampah di Indonesia yang masih belum terlalu baik menimbulkan berbagai efek
negatif ke lingkungan seperti terjadinya penyumbatan air, merusak komposisi tanah,
polusi udara, tanah, dan air, bahkan menimbulkan efek negatif pada ekosistem. Laju
pertambahan sampah yang terus meningkat tidak sebanding dengan laju penguraian
yang terjadi. Berbagai upaya digalakkan oleh pemerintah maupun pemerhati
lingkungan untuk mengurangi limbah plastik, namun tentu saja hal ini tidak bisa
dilakukan mengurangi limbah plastik yang sudah menggunung. Sehingga harus ada
alternatif lain yang mampu mengurangi limbah plastik ini. Salah satunya adalah
dengan memanfaatkan hal yang sudah disediakan oleh alam seperti mikroba tanah untuk
membantu mendegradasi atau menguraikan sampah tersebut terutama sampah plastik.
Tanah TPA diketahui merupakan gudang mikroba pengurai sampah. Penguraian yang
dibantu oleh mikroba ini dikenal dengan nama biodegradasi.
Biodegradasi adalah proses dimana mikroorganisme mampu
mendegradasi atau memecah polimer alam (seperti lignin dan selulosa) dan
polimer sintetik (seperti polietilen dan polistiren). Mikroorganisme mampu menguraikan
limbah organik menjadi senyawa organik sederhana dengan mengubahnya menjadi
bentuk gas karbondioksida (CO2), metana (CH4), hidrogen (H2) dan
hidrogen sulfida (H2S), serta air (H2O) maupun energi yang diperuntukkan bagi
proses pertumbuhan dan reproduksinya. Plastik sendiri adalah salah satu polimer
sintetik yang berupa rantai panjang molekul polimer.
Salah satu jenis bakteri yang banyak diteliti adalah Pseudomonas.
Sikecil ini biasanya banyak ditemukan di tanah, air dan berbagai tempat
lainnya. Sehingga para peneliti melakukan berbagai percobaan untuk mengetahui
apakah bakteri Pseudomonas ini mampu atau tidak menguraikan plastik. Sikecil ini
merupakan jenis bakteri obligat aerob atau membutuhkan oksigen untuk tumbuh,
tetapi beberapa spesies dapat tumbuh secara anaerob atau tidak membutuhkan
oksigen dalam kondisi lingkungan yang terdapat nitrat di dalamnya.
Berbagai percobaan yang telah dilakukan oleh para ahli
memberikan hasil yang memuaskan dimana diketahui bahwa koloni bakteri Pseudomonas
mendegradasi plastik dengan menempel pada permukaan plastik dan membentuk
biofilm (kumpulan bakteri) yang kemudian secara bersamaan bakteri ini akan memecah
polimer kompleks plastik menjadi senyawa yang lebih sederhana (oligomer, dimer,
dan monomer) dengan bantuan enzim intraseluler dan ekstraseluler yang
dihasilkannya, sehingga senyawa tersebut dengan mudah diangkut ke dalam sel
bakteri sebagai sumber karbon dan energi bagi Pseudomonas sendiri.
Salah satu hasil penelitian yang sudah dilakukan diketahui
bahwa salah satu spesies dari Pseudomonas yaitu Psedeumonas aeruginosa dengan
masa inkubasi 40 hari dapat melakukan proses degradasi pada hari ke 10 dan 20
secara optimal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan adanya bantuan dari
Pseudomonas ini plastik dapat di degradasi dengan waktu maksimal 40 hari. Pseudomonas ini diketahui memiliki kemampuan
untuk tumbuh dengan memanfaatkan plastik sebagai sumber karbon biomassa maupun
sumber energinya.
Sikecil ini diketahui juga berada di air dan akan melekat
pada permukaan plastik dan membuat biofilm di permukaan plastik yang nantinya
plastik tersebut akan diuraikan secara perlahan oleh Pseudomonas dan
pasukannya. Alasan dari kemampuan sikecil Pseudomonas ini mampu mendegradasi
plastik adalah karena kemampuannya untuk tumbuh dan membentuk biofilm pada
permukaan plastik, yang memiliki sifat hidrofobik sehingga agar dapat menempel
kuat pada sumber C-nya bakteri Pseudomonas harus mampu membentuk biofilm yang
stabil.
Siapa yang sangka bahwa makhluk sekecil Pseudomonas
ini dapat membantu menguraikan plastik? Namun tetap saja walaupun sudah ada si
kecil Pseudomonas ini masalah limbah plastik di negara ini tidak akan
terselesaikan dengan optimal. Karena waktu hidup dari bakteri ini hanya
sebentar dan juga penggunaan plastik yang terus meningkat setiap harinya tetap
saja akan membuat sampah-sampah ini menggunung. Si kecil Pseudomonas dan
pasukannya tidak akan mampu mendegradasi semua sampah tersebut karena
jumlahnhya yang terus bertambah. Semuanya kembali lagi kepada kita yang harus
sadar bahwasanya penggunaan plastik ini harus dikurangi agar tidak terus
menggunung di TPA. Setiap kita harus tahu bahwa plastik merupakan sesuatu yang
sulit terurai oleh alam sehingga akan sulit untuk menghilangkannya dari muka
bumi ini.
0 Comments