Ticker

6/recent/ticker-posts

Penggunaan Teknologi AI Terhadap Upaya Konservasi di Indonesia, Apakah Akan Menjadi Bumerang ke Depannya?

 


Oleh: Shavira Perdani Safitria Hanafi

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 17.000 pulau dan beriklim tropis serta diapit dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudera (Hindia dan Pasifik). Dengan kondisi bentang alam tersebut, Indonesia memiliki keanekaragaman hayati (biodiversitas) yang tertinggi kedua setelah Brasil. Pada umumnya, biodiversitas di Indonesia dimanfaatkan sebagai sumber daya alam seperti kebutuhan pangan, sandang, papan, kesehatan, dan kecantikan. Namun dibalik itu, tersirat kekhawatiran mengenai ancaman terhadap biodiversitas yang dimiliki oleh Negara Indonesia.

Ancaman tersebut bisa diakibatkan terjadinya perubahan iklim (global warming effect), bencana alam seperti gunung meletus maupun aktivitas manusia yang merusak alam seperti perburuan hewan liar, penebangan dan pembakaran hutan, pencemaran sungai, dan aktivitas manusia yang bersifat merusak alam lainnya. Dengan berbagai ancaman tersebut dapat menurunkan biodiversitas di Indonesia. Oleh karena itu, diupayakan konservasi di Indonesia baik itu di tingkat genetik, jenis (spesies), maupun ekosistem. Tujuan dilakukannya konservasi di Indonesia yaitu agar biodiversitas yang terdapat di dalamnya dapat terlindungi dan terlestarikan dari generasi ke generasi. Salah satu upaya konservasi yang digunakan di Indonesia pada era modern dan trend ini adalah dengan menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI).

Teknologi berbasis AI merupakan teknologi yang berkembang pesat dan membentuk banyak industri serta keberlanjutannya. Teknologi ini sangat membantu dan berperan penting sebagai potensi untuk meningkatkan efisiensi dan mendorong inovasi dalam mengatasi berbagai macam problem dunia yang dihadapi di berbagai sektor. Dari segi ekologi global dan keanekaragaman hayati, pengembangan AI harus beralih dari antroposentrisme ke metode pendekatan secara ekosentris. AI harus dimanfaatkan dalam menegakkan konservasi keanekaragaman hayati untuk memfasilitasi habitat yang memadai bagi semua makhluk hidup dan memastikan bahwa semua makhluk hidup memiliki fungsi ekologis yang lengkap di wilayah tempat tinggalnya. Terutama makhluk hidup yang tergolong dalam kategori langka yang memiliki nilai ekologis, ilmiah, sosial, atau emosional yang berkaitan erat dengan manusia sehingga diperlukan upaya perlindungan secara khusus.

Penerapan teknologi AI yang lebih canggih melibatkan algoritma yang dapat dilatih untuk memodelkan tindakan konservasi skala besar atau menyarankan kawasan yang diprioritaskan. Salah satu fitur AI yang bergerak di bidang konservasi yaitu CAPTAIN (Conservation Area Prioritization Through Artificial Intelligence). CAPTAIN pada dasarnya beroperasi seperti dengan cara memasukkan data keanekaragaman hayati, anggaran konservasi, dan model perubahan iklim, sehingga dapat menyelamatkan banyak spesies yang diambang kepunahan.

Pada bidang konservasi tumbuhan terutama pada herbarium, teknologi AI dapat membantu peneliti dalam mengidentifikasi spesies dengan cepat baik spesies yang masih hidup maupun spesies yang sudah diawetkan (spesimen kering dan basah). Selain itu, teknologi AI juga mampu mengestimasi jumlah populasi di masa depan dan dapat mengasesmen habitat maupun faktor-faktor yang memberikan ancaman terhadap biodiversitas. Dengan kemudahan penggunaan teknologi tersebut, para peneliti dapat bekerja sama dengan lembaga konservasi dan pemerintah dalam membangun dan memanajemen keputusan atau kebijakan konservasi.

Begitu juga pada konservasi satwa liar, dimana penggunaan teknologi AI dapat mengidentifikasi hewan berdasarkan keunikan fisik yang dimiliki. Dengan mengidentifikasi karakteristik hewan dengan teknologi tersebut, dapat diketahui bagaimana tingkah laku, interaksi, dan pergerakan pada hewan. Selain itu, teknologi tersebut juga dapat melacak populasi hewan dari waktu ke waktu, menganalisis kondisi habitat, memahami dampak perubahan iklim, memantau kesehatan pada satwa liar, mencegah konflik manusia-satwa liar, serta turut memerangi perdagangan satwa liar secara ilegal. Setelah memperoleh data yang diolah dengan menggunakan teknologi tersebut, dapat mengembangkan strategi dan intervensi konservasi yang efektif serta mengendalikan spesies invasif yang mengancam keberadaan spesies lokal.

Dengan paparan di atas, menjelaskan bagaimana benefit penggunaan teknologi AI di bidang konservasi. Namun dibalik benefit itu, tentu akan muncul kekhawatiran akibat dampak penggunaan teknologi tersebut. Misalkan saja terjadinya penyalahgunaan teknologi tersebut oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk keuntungan pribadinya. Jika hal itu terjadi, maka bahaya akan muncul dan mengancam keanekaragaman hayati sehingga statusnya critically endangered. Bahkan jika dibiarkan begitu saja tanpa upaya pencegahan, maka lambat laun keanekaragaman hayati di muka bumi terus berkurang dan menuju kepunahan. Oleh karena itu, UNESCO telah merancang etika dan prinsip-prinsip yang harus dikembangkan dan diterapkan oleh AI untuk konservasi keanekaragaman hayati, seperti mempromosikan kemakmuran ekologis, pembangunan secara berkelanjutan, meminimalisir atau menghindari dampak buruk, regulasi dan perlindungan, keamanan dan pengendalian, bertanggung jawab, mematuhi aturan hukum, pendidikan dan pelatihan, dan kerja sama dalam menggalakan konservasi keanekaragaman hayati.

Berdasarkan uraian sebelumnya, timbul pertanyaan yang harus diungkapkan jika teknologi AI diterapkan di Indonesia. Apakah dengan menerapkan teknologi tersebut bisa membantu upaya menegakkan konservasi di Indonesia? Lalu, jika diterapkan teknologi tersebut apakah menyebabkan bumerang ke depannya?

Saat ini, pemanfaatan teknologi AI telah dilakukan oleh Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) untuk mencegah kepunahan spesies hewan dan tumbuhan di pusat riset konservasi tumbuhan, seperti kebun raya, kehutanan, dan organisasi riset hayati dan lingkungan. Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Ekonomi Perilaku dan Sirkuler, Didit Okta Pribadi mengatakan machine learning berbasis AI lebih unggul jika dibandingkan traditional modelling. Ia memberikan contoh proses modeling pemetaan pada perkebunan kelapa sawit rakyat berbasis teknologi informasi spasial. Dimulai dengan penyusunan data-data science oleh AI untuk mengetahui karakteristik perkebunan kelapa sawit rakyat. Kemudian, data tersebut diolah dengan machine learning, sehingga diperoleh hasil resume berupa model. Model yang dihasilkan selanjutnya divalidasi dengan data lapangan dengan menggunakan drone sebagai tahap akhir. Kemudian, Dosen Geografi Universitas Gadjah Mada, Sanjiwana Arjasakusuma mengatakan penggunaan AI pada aplikasi teknologi hiperspektral pernah ia lakukan untuk mendeteksi spesies invasif di Taman Nasional Ujung Kulon dan Taman Nasional Gunung Merbabu.

Berdasarkan contoh-contoh di atas, dapat dikatakan bahwasanya penggunaan teknologi AI di Indonesia dapat membantu dalam menggalakan konservasi. Penggunaan AI pada riset modeling sudah memegang peranan penting, salah satunya mampu memprediksi suatu populasi berkembang di masa yang akan datang, termasuk dalam pengelolaan hutan, mempertahankan populasi spesies tertentu, keseimbangan ekosistem, perdagangan karbon, dan perubahan iklim. Namun, penggunaan AI juga harus dilakukan dengan bijak dan bertanggung jawab, agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama antara pemerintah, akademisi, industri, komunitas, dan masyarakat dalam mengembangkan dan menerapkan AI untuk kepentingan bersama.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS