Ticker

6/recent/ticker-posts

Menjaga Demokrasi Indonesia Melalui Pola Rekrutmen Politik Yang Baik

 



Oleh: Khoirul Muhammad Fajri

Mahasiswa aktif Departemen Ilmu Politik

Indonesia adalah salah satu negara yang menganut sistem Demokrasi. Konsep dari Demokrasi ini identik dengan pemerintahan yang berlandaskan pada kepentingan rakyat dalam suatu negara. Bahkan Abraham Lincoln mendefinisikan demokrasi sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dalam hal ini demokrasi melibatkan partisipasi aktif dari rakyat dalam pemerintahan negara. Demokrasi memiliki beberapa ciri yang menjadikan karakteristiknya berbeda dengan sistem politik yang lain. Salah satu cirinya yaitu ciri kepartaian, dimana partai menjadi media atau sarana untuk menjadi bagian dalam melaksanakan sistem demokrasi.

Partai politik menjadi salah satu instrumen penting dalam perkembangan demokrasi di Indonesia. Tanpa adanya partai politik pastinya demokrasi tidak dapat berjalan dan bekerja dengan baik. Dalam sistem demokrasi perwakilan di Indonesia, partai politik akan menjadi kendaraan utama bagi perwakilan politik. Partai politik juga menjadi mekanisme utama bagi penyelenggaran pemerintahan yang baik serta saluran utama untuk memelihara akuntabilitas demokrasi. Keberadaan partai politik diharapkan bisa menjadi alat untuk menampung  segala aspirasi dan keinginan masyarakat agar bisa disalurkan dan di perjuangkan.

Dalam konteks ini, partai politik memiliki sejumlah fungsi yang harus dijalankannya. Fungsi tersebut diantara lain: sebagai sarana sosialisasi politik, sarana pendidikan politik, sarana komunikasi politik, sarana rekrutmen politik, pengatur konflik, artikulasi kepentingan, dan agregasi kepentingan. Namun, jika kita lihat perkembangan partai politik di era reformasi ini apakah fungsi partai politik tersebut sudah terlaksana sesuai dengan apa yang diharapkan?

Untuk menjawab persoalan tersebut, kita perlu melihat dari berebagai sumber yang menjelaskan terkait implementasi dari fungsi-fungsi partai tersebut. Berdasarkan pencarian penulis mengenai implementasi fungsi partai politik tersebut ternyata partai politik belum mampu menjalankan fungsi-fungsi dan tugas-tugasnya dengan baik. Alih-alih memperjuangkan aspirasi dan kepentingan rakyat, partai politik cenderung memperjuangkan kepentingan indivdu dan kelompoknya. Hal tersebut lah membuat masyarakat kecewa dan kekecewaan tersebut akan menjadi lebih buruk lagi terhadap ketidakpercayaan masyarakat terhadap partai politik.

Berdasarkan hasil survey nasional Indikator Politik Indonesia menunjukkan, tingkat kepercayaan Masyarakat terhadap partai politik itu rendah. Dari 12 institusi atau lembaga negara yang terdaftar, partai politik itu berada di posisi terbawah, dengan tingkat kepercayaan hanya sekitar 54 persen. Hal tersebut merupakan masalah serius di lembaga partai politik itu sendiri, dan partai politik harus mengintropeksi dan melakukan evaluasi terhadap pelembagaan dari partai politiknya, karena mau bagaimanapun partai politik merupakan wajah dari sebuah negara demokrasi.

Citra yang buruk dan mengakibatkan ketidakpercayaan publik terhadap partai politik ini sejalan dengan tidak pengoptimalannya partai politik dalam menjalankan fungsi-fungsi yang diembannya. Hal ini ditambah juga dengan persoalaan pelembagaan partai politik yang belum terwujud dengan baik.  Menurut Samuel P. Huntington dalam bukunya “Political Order In Changing Societies” menjelaskan bahwa pelembagaan partai politik adalah proses pemantapan partai politik dalam wujud perilaku konsisten maupun dalam sikap ataupun budaya. Pembangunan politik yang terpenting bukanlah berapa jumlah partai yang ada, melainkan sejauh mana kekokohan dan adaptabilitas sistem kepartaian yang berlangsung. Sejalan dengan pemikiran dari Huntington tersebut, Angelo Panebianco mengemukakan juga bahwa pelembagaan partai poltik merujuk pada bagaimana solidaritas suatu organisasi.

Rekrutmen Dan Kaderisasi Politik

Untuk menjawab beberapa permasalahan yang menjadi dasar dari pelembagaan partai politik pada kali ini salah satunya yaitu rekrutmen dan kaderisasi partai politik. Dalam sebuah organisasi pastinya yang menjadi sumber dukungan utama itu ialah anggota. Dalam organisasi partai politik anggota merupakan sumber kaderisasi yang akan mencetak calon-calon pemimpin partai politik.

Rekrutmen anggota merupakan salah satu cara guna mengisi keanggotaan partai politik. Partai politik yang baik tentunya memiliki sistem rekrutmen yang baik juga. Sistem rekrutmen yang baik itu mencakup pola seleksi, penjenjangan, dan Pendidikan bagi para anggotanya, oleh karena itu tidak sembarangan orang memperoleh keanggotaan dari partai politik tanpa melelui tahapan proses seleksi tersebut.

Selain melakukan proses rekrutmen politik, pelembagaan partai politik yang baik juga melakukan proses kaderisasi dan pendidikan politik secara berkelanjutan atau terus menerus bagi para anggotanya. Proses kaderisasi ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas para kader partai guna menempatkannya pada jabatan-jabatan strategis dalam pemerintahan. Serta mereka mengetauhi fungsi dari jabatan mereka sendiri dan melaksakannya dengan baik. Selain itu fungsi dari kaderisasi  para kader politik ini juga meningkatkan kulaitas ke-intelektualan dari kader partai guna menghadapi berbagai permasalahan dan tantangan yang selalu berkembang dalam kehidupan politik masyarakat, bangsa, dan negara.

Namun faktanya yang terjadi belum semuanya partai politik memiliki proses pelembagaan rekrutmen yang baik. Pola seleksi, penjenjangan, dan pendidikan bagi para anggotanya kurang dilakukan secara lebih memadai. Walaupun ada beberapa partai politik yang sudah melakukan hal tersebut, namun sebagian partai politik masih belum melakukaknnya secara melembaga. Hal ini dibuktikan dengan tidak siapnya para kader politik bertarung dalam pemilihan kepala daerah. Selain itu terdapat pula sistem oligarki yang masih bertahan dalam internal partai politik tersebut, dimana dalam hal ini para kader elit politik yang lama secara utuh berkuasa dan selalu menyetir setiap langkah yang diambil oleh elit-elit muda.

Fenomena munculnya “ Kader Instan “ juga merupakan bentuk dari ketidaksiapan partai politik dalam mengajukan calon anggota legislatif atau eksekutif. Semua ini menunjukkan bahwa partai politik belum melakukan pola rekrutmen secara sistematik dan baik. Selain itu tren artis yang direkrut oleh partai politik guna meningkatkan perhatian masyarakat terhadap partai politik tersebut juga menggambarkan bagaimana buruknya sistem rekrutmen dari partai politik. Para artis tersebut tidaklah memiliki kemampuan yang baik guna menduduki jabatan-jabatan strategis dalam politik dan ketidaktuhan mereka mengenai sistem politik juga patut untuk  dipertanyakan. Terakhir, fenomena kader partai “loncat pagar“ dari partai yang satu ke partai yang lain juga menunjukkan bahwa proses kaderisasi yang dilakukan tidak berhasil menanamkan loyalitas yang kuat. Hal ini terjadi karena penanaman sistem nilai dari ideologi partai belum sepenuhnya terinternalisasi kedalam diri para kader.

 

 

 

 

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS