Oleh: Khoirul Muhammad Fajri
Mahasiswa aktif Departemen Ilmu Politik
Indonesia adalah salah satu negara yang menganut sistem
Demokrasi. Konsep dari Demokrasi ini identik dengan pemerintahan yang
berlandaskan pada kepentingan rakyat dalam suatu negara. Bahkan Abraham Lincoln
mendefinisikan demokrasi sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan
untuk rakyat. Dalam hal ini demokrasi melibatkan partisipasi aktif dari rakyat
dalam pemerintahan negara. Demokrasi memiliki beberapa ciri yang menjadikan
karakteristiknya berbeda dengan sistem politik yang lain. Salah satu cirinya
yaitu ciri kepartaian, dimana partai menjadi media atau sarana untuk menjadi
bagian dalam melaksanakan sistem demokrasi.
Partai politik menjadi salah satu instrumen penting
dalam perkembangan demokrasi di Indonesia. Tanpa adanya partai politik pastinya demokrasi tidak
dapat berjalan dan bekerja dengan baik. Dalam sistem demokrasi perwakilan di
Indonesia, partai politik akan menjadi kendaraan utama bagi perwakilan politik.
Partai politik juga menjadi mekanisme utama bagi penyelenggaran pemerintahan
yang baik serta saluran utama untuk memelihara akuntabilitas demokrasi. Keberadaan
partai politik diharapkan bisa menjadi alat untuk menampung segala aspirasi dan keinginan masyarakat agar
bisa disalurkan dan di perjuangkan.
Dalam konteks ini, partai politik memiliki sejumlah
fungsi yang harus dijalankannya. Fungsi tersebut diantara lain: sebagai sarana sosialisasi
politik, sarana pendidikan politik, sarana komunikasi politik, sarana rekrutmen
politik, pengatur konflik, artikulasi kepentingan, dan agregasi kepentingan. Namun,
jika kita lihat perkembangan partai politik di era reformasi ini apakah fungsi
partai politik tersebut sudah terlaksana sesuai dengan apa yang diharapkan?
Untuk menjawab persoalan tersebut, kita perlu melihat
dari berebagai sumber yang menjelaskan terkait implementasi dari fungsi-fungsi
partai tersebut. Berdasarkan pencarian penulis mengenai implementasi fungsi
partai politik tersebut ternyata partai politik belum mampu menjalankan
fungsi-fungsi dan tugas-tugasnya dengan baik. Alih-alih memperjuangkan aspirasi
dan kepentingan rakyat, partai politik cenderung memperjuangkan kepentingan
indivdu dan kelompoknya. Hal tersebut lah membuat masyarakat kecewa dan
kekecewaan tersebut akan menjadi lebih buruk lagi terhadap ketidakpercayaan
masyarakat terhadap partai politik.
Berdasarkan hasil survey nasional Indikator Politik
Indonesia menunjukkan, tingkat kepercayaan Masyarakat terhadap partai politik
itu rendah. Dari 12 institusi atau lembaga negara yang terdaftar, partai
politik itu berada di posisi terbawah, dengan tingkat kepercayaan hanya sekitar
54 persen. Hal tersebut merupakan masalah serius di lembaga partai politik itu
sendiri, dan partai politik harus mengintropeksi dan melakukan evaluasi
terhadap pelembagaan dari partai politiknya, karena mau bagaimanapun partai
politik merupakan wajah dari sebuah negara demokrasi.
Citra yang buruk dan mengakibatkan ketidakpercayaan
publik terhadap partai politik ini sejalan dengan tidak pengoptimalannya partai
politik dalam menjalankan fungsi-fungsi yang diembannya. Hal ini ditambah juga
dengan persoalaan pelembagaan partai politik yang belum terwujud dengan baik. Menurut Samuel P. Huntington dalam bukunya “Political
Order In Changing Societies” menjelaskan bahwa pelembagaan partai politik
adalah proses pemantapan partai politik dalam wujud perilaku konsisten maupun
dalam sikap ataupun budaya. Pembangunan politik yang terpenting bukanlah berapa
jumlah partai yang ada, melainkan sejauh mana kekokohan dan adaptabilitas
sistem kepartaian yang berlangsung. Sejalan dengan pemikiran dari Huntington
tersebut, Angelo Panebianco mengemukakan juga bahwa pelembagaan partai poltik
merujuk pada bagaimana solidaritas suatu organisasi.
Rekrutmen Dan Kaderisasi Politik
Untuk menjawab beberapa permasalahan yang menjadi dasar
dari pelembagaan partai politik pada kali ini salah satunya yaitu rekrutmen dan
kaderisasi partai politik. Dalam sebuah organisasi pastinya yang menjadi sumber
dukungan utama itu ialah anggota. Dalam organisasi partai politik anggota
merupakan sumber kaderisasi yang akan mencetak calon-calon pemimpin partai
politik.
Rekrutmen anggota merupakan salah satu cara guna mengisi
keanggotaan partai politik. Partai politik yang baik tentunya memiliki sistem
rekrutmen yang baik juga. Sistem rekrutmen yang baik itu mencakup pola seleksi,
penjenjangan, dan Pendidikan bagi para anggotanya, oleh karena itu tidak
sembarangan orang memperoleh keanggotaan dari partai politik tanpa melelui
tahapan proses seleksi tersebut.
Selain melakukan proses rekrutmen politik, pelembagaan partai
politik yang baik juga melakukan proses kaderisasi dan pendidikan politik
secara berkelanjutan atau terus menerus bagi para anggotanya. Proses kaderisasi
ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas para kader partai guna menempatkannya
pada jabatan-jabatan strategis dalam pemerintahan. Serta mereka mengetauhi
fungsi dari jabatan mereka sendiri dan melaksakannya dengan baik. Selain itu
fungsi dari kaderisasi para kader
politik ini juga meningkatkan kulaitas ke-intelektualan dari kader partai guna
menghadapi berbagai permasalahan dan tantangan yang selalu berkembang dalam
kehidupan politik masyarakat, bangsa, dan negara.
Namun faktanya yang terjadi belum semuanya partai politik
memiliki proses pelembagaan rekrutmen yang baik. Pola seleksi, penjenjangan,
dan pendidikan bagi para anggotanya kurang dilakukan secara lebih memadai. Walaupun
ada beberapa partai politik yang sudah melakukan hal tersebut, namun sebagian
partai politik masih belum melakukaknnya secara melembaga. Hal ini dibuktikan
dengan tidak siapnya para kader politik bertarung dalam pemilihan kepala
daerah. Selain itu terdapat pula sistem oligarki yang masih bertahan dalam internal
partai politik tersebut, dimana dalam hal ini para kader elit politik yang lama
secara utuh berkuasa dan selalu menyetir setiap langkah yang diambil oleh elit-elit
muda.
Fenomena munculnya “ Kader Instan “ juga merupakan bentuk
dari ketidaksiapan partai politik dalam mengajukan calon anggota legislatif
atau eksekutif. Semua ini menunjukkan bahwa partai politik belum melakukan pola
rekrutmen secara sistematik dan baik. Selain itu tren artis yang direkrut oleh
partai politik guna meningkatkan perhatian masyarakat terhadap partai politik tersebut
juga menggambarkan bagaimana buruknya sistem rekrutmen dari partai politik. Para
artis tersebut tidaklah memiliki kemampuan yang baik guna menduduki
jabatan-jabatan strategis dalam politik dan ketidaktuhan mereka mengenai sistem
politik juga patut untuk dipertanyakan. Terakhir,
fenomena kader partai “loncat pagar“ dari partai yang satu ke partai yang lain
juga menunjukkan bahwa proses kaderisasi yang dilakukan tidak berhasil
menanamkan loyalitas yang kuat. Hal ini terjadi karena penanaman sistem nilai
dari ideologi partai belum sepenuhnya terinternalisasi kedalam diri para kader.
0 Comments