Ticker

6/recent/ticker-posts

Guru Besar Agroonomi Unand Padang, Prof. Musliar Kasim: Pemerintah Sangat Perlu Cetak Sawah Baru

 Tulisan Feature. 


 


Prof. Musliar Kasim: 

Oleh:Obral Chaniago. 



Padang. 

Tingginya kebutuhan bahan pangan jenis komoditi beras bagi penduduk Indonesia, tak terkecuali pula di daerah Propinsi Sumatera Barat (Sumbar) nyaris mengalami hal yang sama. 

Walau pun hampir semua daerah propinsi yang ada di Indonesia memiliki areal pertanian tanaman pangan yang menghasilkan gabah jenis padi sawah, namun dengan masa sekarang jumlah penduduk Indonesia telah mendekati 274 juta jiwa dengan rata ratanya mengkonsumsi beras lokal buat kebutuhan pangan keluarga, restaurant dan sejenisnya. 

Sedangkan areal pertanian nyaris tak bertambah dari tahun ke tahun. 

Sedangkan saingan terbesar dengan berkurangnya atau mengerucutnya luasan areal sawah ulah digunakan banyak kebutuhan seperti terpakai untuk pembangunan jalan, perkantoran, rumah penduduk, pertokoan, pembangunan kompleks pemukiman dan perumahan, serta berubah pungsinya areal pertanian sawah menjadi perkebunan sawit serta jenis perkebunan lainnya. 


Selainya pula dengan tak semudah 'membalik' tangan memacu atau meningkatkan hasil produksi gabah disetiap musim panenan. 

Walau pun seyogianya warna teknologi budidaya pertanian tanaman pangan dipacu untuk 'berlari' kencang tetapi luasan areal tanam jikalau masih stagnan diyakini hasil produksi panen sejenis gabah ini tak dapat menjadi andalan. 


Memang pernah terbetik kabar beberapa tahun nan lalu bahwa pemerintah mengajak masyarakat petani untuk tak tergiur menjual lahan tanah sawah untuk kebutuhan  jenis beragam bangunan diberi reward oleh pemerintah. 

Dengan cara ini pun penduduk petani pemilik lahan pertanian tak pula serta merta bisa mempertahankan arealnya agar tetap menjadi lahan tanam tenaman pangan. 

Soalnya, dengan perkembangan jumlah jiwa penduduk dalam satu keluarga dan family membutuhkan lahan tanah untuk membangun rumah baik kebutuhan keluarga dan tempat usaha. 

Akhirnya, tanah sawah sebelumnya menjadi lumbung produksi padi tentu berujung pada pengurangan luas tanam. 

Akibatnya pula, harga komoditi bahan pangan jenis beras terus naik tarifnya dari tahun ke tahun. 

Kalau diamati, tarif satu gantang beras lokal di Sumbar telah mendekati sekarang sekira Rp 30 ribu pergantang beras jenis beras lokal berkelas beras super


Begitu pula penduduk petani sebelumnya lebih cenderung menggunakan sawah untuk bercocok tanam padi, tetapi petani padi berbalik arah menyulap areal sawah beralih pungsi menanam komoditi sawit. 

Alhasil, peta areal pertanian lahan tanah sawah menjadi berubah dengan berkurangnya areal sawah setiap tahun. 


Lalu, apalagi cemeti, sugesti, support buat petani dari pemerintah guna meningkatkan hasil produksi padi petani. 


Maka jawabannya, tentu menunggu teknologi agroonomi (budi daya teknologi pertanian) sangat perlu ditingkatkan serta mempercepat musim tanam. 


Terkait ini, yuk ikuti bincang khusus awak media ini:Obral Chaniago, bersama Guru Besar Agroonomi Fakultas Pertanian Universitas Andalas (Unand) Padang, Prof. Musliar Kasim, yang juga/sekarang menjabat selaku Rektor Universitas Baiturrahmah (Unbrah) Padang, ketika dijumpai disela kesibukannya pada Kamis 27 Juli 2023.


Sehubungan dengan terus meningkatnya kebutuhan beras lokal buat konsumsi bagi penduduk di Sumbar serta hasil surplus produksi padi di Sumbar mampu  pula memenuhi permintaan pasar bagi daerah propinsi tetangga, tentu berakibat harga beras tak ada jaminan bisa turun lagi. 


Fenomena ini, memang tak terjadi kelangkaan komoditi beras nasional, namun tarif beras tak pernah turun lagi. 


Hal ini juga akan menjadi tantangan bagi pemerintah, seyogianya areal tanam sangat perlu terus bertambah dari tahun ke tahun hendaknya. 

Soalnya, inilah satu satunya teori yang bisa dipertahankan agar pasokan beras lokal tetap stabil. 


Terkait ini pun juga dibenarkan oleh Guru Besar Agroonomi Unand Padang, Prof. Musliar Kasim, bahwa sangat perlunya pemerintah memperluas areal tanam tanaman pangan jenis padi sawah. 


Menurut Prof. Musliar Kasim, "pemerintah sangat perlu melakukan tambahan lahan areal pertanian buat komoditi gabah jenis padi", katanya pula. 


"Program cetak sawah baru yang dapat diandalkan untuk menambah hasil produksi padi tak bisa diabaikan, serta perlu pula budi daya pertanian dengan teori teori berteknologi", imbuhnya. 


Dikatakannya, hasil produksi panenan padi dengan teori dan teknologi tanam padi sabatang telah terbukti bisa menambah hasil produksi. 


"Alhamdulillah, dengan teori tanam padi sabatang telah terus ditekuni petani karena telah berubah hasil dapat meningkatkan hasil produksi dari sebelumnya", sebut mantan Wamendikbud RI ini/di masa mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). 


Lanjutnya lagi, mantan Rektor Unand Padang 2 periode berturut turut ini juga menagaskan, " sebenarnya, langkah untuk memenuhi kebutuhan beras lokal bisa saja dengan cara mempercepat musim tanam. 

Tetapi hal ini tentu tak semudah membalik 'telapak' tangan. Karena tanah sawah selasai musim panen padi sangat perlu tanah sawah dibusukkan terlebih dahulu jerami padi serta rerumputan nya agar humus tanah dapat menjadi tanaman padi lebih tumbuh subur pula", tukuknya, lagi. 


"Kita di Sumbar ini petani hanya paling bisa memacu percepatan musim tanam padi sekira 3 kali musim panen dalam 1 tahun", ungkapnya. 


"Tetapi, lebih sering pula petani padi sawah kecenderungannya 2, 5 kali setahun dengan hitungan satu tahun 12 bulan. Maka rata ratanya, syukur kalau petani dapat melakukan bercocok tanam 3 kali dalam setahun. Tetapi, diyakininya, kalau petani 3 kali musim panen dalam 1 tahun masehi/dapat dipastikan rentangan waktu sampai panenan pasti lebih dari 12 bulan", katanya menjelaskan. 


"Jadi, sangat diperlukan cetak sawah baru guna menambah luasan areal tanam atau Indeks Pertanaman (IP) dengan melakukan cetak sawah baru bagi pemerintah", pungkasnya.(Obral Chaniago).

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS