Ticker

6/recent/ticker-posts

Pengamalan Pepatah dan Petitih Minangkabau dalam Konteks Kehidupan Bermasyarakat oleh : Diah Zhawzha Angani, Universitas Andalas, Sastra Minangkabau


Pengamalan Pepatah dan Petitih Minangkabau dalam Konteks Kehidupan Bermasyarakat oleh : Diah Zhawzha Angani, Universitas Andalas, Sastra Minangkabau.



Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk dan bersifat heterogen, masyarakatnya terdiri dari beragam etnik, suku dan agama. Suku bangsa yang mencapai puluhan ribu jumlahnya menjadi aset yang sangat penting sehingga Indonesia termasuk negara yang kaya dengan budaya. Bahkan budaya itu pula yang menjadi salah satu daya tarik wisatawan mancanegara untuk berkunjung ke Indonesia. Tidak hanya wisatawan mancanegara, bahkan wisatawan lokal pun tidak sedikit yang menjadikan budaya-budayanya sebagai objek penelitian ilmiah maupun sebagai ajang rekreasi dan hiburan. Oleh karenanya tidak heran apabila budaya menjadi salah satu sumber income perkapita suatu negara atau bangsa. Budaya dan adat istiadat Minangkabau memiliki bentuk dan corak yang beragam pula, salah satunya adalah kebiasaan menggelar petatah petitih pada acara-acara tertentu. 


Petatah-petitih pada hakikatnya bukan sekadar tradisi atau budaya, lebih dari itu di dalamnya termuat berbagai jenis nilai-nilai universal, termasuk juga nilai-nilai pendidikan yang dapat dijadikan sebagai alternatif pengembangan pendidikan karakter anak bangsa seperti yang hangat-hangatnya dibicarakan dalam dunia pendidikan di Indonesia saat sekarang ini. Hal semacam itu tidak lain karena masyarakat dan kebudayaan Minangkabau memiliki filsafat dan pandangan hidup (weltanschauung atau way of life) yang terekspresikan dalam pepatah petitih adat yang menjadi acuan hidup mereka. Bagi masyarakat Minangkabau nilai-nilai kehidupan yang mereka yakini itu adalah prinsip hidup yang abadi dan langgeng, yang terkenal dengan ungkapan “tak lekang oleh panas dan tak lapuk oleh hujan”. Melalui pepatah petitih dan pantun-peribahasa itu pula dapat ditemukan prinsip-prinsip dasar kehidupan, baik secara individu maupun kolektif. Persoalannya adalah seiring dengan perkembangan kehidupan sosial masyarakat yang cenderung terbawa arus pola hidup manusia modern, tradisi petatah-petitih seakan sudah mulai kehilangan identitasnya. Konsekuensinya adalah petatah-petitih tidak lagi menjadi sumber nilai, sehingga masyarakat Minangkabau mulai mengalami krisis sumber nilai yang berdampak terhadap pembentukan karakter generasi mudanya untuk menjadi urang nan sabana urang. Artinya terjadi pengeroposan budaya sehingga yang dipraktekkan oleh orang Minangkabau terhadap adat dan kebudayaannya sendiri tinggal kulit kulit luarnya yang lebih bersifat seremonial ketimbang melaksanakan inti hakikat ajaran adat dan kebudayaan itu. 


Petatah-petitih Minangkabau merupakan bentuk ekspresi lisan masyarakat Minangkabau yang umumnya dipakai dalam bahasa Minangkabau ragam adat. Karakteristik kategori petatah-petitih dari aspek struktur bahasanya ditandai dengan tiga hal: 1) larik-larik (kalimat/tuturan), 2) tidak didahului oleh sampiran (larik-larik bayangan/teka-teki), 3) jumlah larik-larik pepatah-petitih tidak terikat dari segi jumlah sehingga sifatnya lebih longgar. Pepatah petitih adat Minangkabau yang sarat makna tidak hanya sebagai lipservice, tetapi perlu penghayatan dan penggalian makna yang lebih serius. Dengan mengekplisitasikan nilai-nilai filsafat dalam budaya Minangkabau secara sistematik melalui suatu penelitian dan menuliskannya dalam suatu naskah yang dapat dibaca oleh berbagai pihak, maka nilai-nilai filsafat dalam budaya Minangkabau itu akan terdokumentasikan untuk kemudian dapat dibaca dan dipelajari lebih lanjut oleh generasi yang akan datang. Dengan demikian upaya menemukan makna atas tujuan hidup masyarakat Minangkabau merupakan sebuah penelitian yang sangat penting, tidak hanya dalam rangka menyusun sistematika filsafat hidup, melainkan menghidupkan kembali way of life masyarakat Minangkabau yang mampu berperan sebagai pedoman hidup bersama.


Berikut adalah beberapa pepatah-petitih Minangkabau: 

1. Bungkuak saruweh tak takadang sangik hiduang tagang kaluan

            Pepatah ini mengisyaratkan seseorang yang tidak mau menerima nasehat dan pendapat orang lain, meskipun orang tersebut berada di pihak yang benar sekalipun. Pepatah ini mengingatkan kita untuk menerima kebenaran yang dikatakan orang lain, walaupun itu bertentangan dengan egonya. Sebab yang baik memang tak selamanya indah dan menyenangkan dalam pikiran seseorang.


2. “Adat biaso kito pakai, limbago nan samo dituang, nan elok samo dipakai nan buruak samo dibuang.”

         Pepatah ini menjelaskan kepada kita untuk senantiasa memelihara sikap perilaku yang baik kepada diri sendiri, maupun sesama. Dan juga, mengupayakan untuk membuang kebiasaan-kebiasaan yang buruk.


3. “Anak-anak kato manggaduah, sabab manuruik sakandak hati, kabuki tarang hujanlah taduah, nan hilang patuik dicari.”

         Pepatah ini menjelaskan bahwa Hidup memang takkan luput dari masalah, dia selalu datang silih berganti. Meskipun begitu, kesedihan tidak boleh berlarut-larut yang akhirnya menghalang kebahagiaan yang akan datang. Ayo bangkit, jemput kesejahteraan hidupmu.


4. “Nan buto pahambuih saluang, Nan pakak palapeh badia, Nan patah pangajuik ayam, Nan lumpuah paunyi rumah Yang, Nan binguang kadisuruah-suruah.”

Pepatah diatas memiliki makna yakni tidak ada  satupun ciptaan Allah yang sia-sia, semua punya manfaat dan tujuan. Meskipun kita memiliki kecacatan fisik, namun Allah menganugerahi kemampuan lain.


5. “Duduak Marauik Ranjau Tagak Maninjau Jarak.”

          Pepatah diatas menjelaskan bahwa jadilah orang yang rajin dalam banyak hal, mampu memanfaatkan waktu sebaik-baiknya tanpa rela membuangnya. Selain itu, lakukan segala kewajiban dengan ikhlas.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS