Ticker

6/recent/ticker-posts

Karakter Islam Nusantara Yang Adaptif Dan Dialogis Terhadap Berbagai Bentuk Perbedaan Praktik Keagamaan Khususnya Islam

 



Oleh Lezia Maharani


Menurut catatan Amiruddin dalam buku Ulama Dayah Pengawal Agama Masyarakat Aceh, Dayah tudak hanya berperan penting dalam melahirkan ulama di Aceh, akan tetapi juga turut melahirkan pemimpin-pemimpin penting seperti Sultan Iskandar Muda. 

Proses sejarah panjang yang terhubung dengan Dayah sebagai pusatnya merupakan praktik keagamaan yang tercermin dalam masyarakat Aceh. Tidak hanga itu Dayah juga memiliki peran penting dalam masyarakat Aceh di sebuah institusi pendidikan tertua. Oman Fathurrahman mengungkapkan belum semua manuskrip yang tersimpan di Dayah Tanoh Abee sudah dipublikasikan. Salah satu aatu koleksi Daya Tanoh Abee yang sudah diterdigilatalisasi tetapi belum dipublikasikan yaitu naskah berkode 07_01327-MS Tanoh Abee_ Silsilah Qulhu- tarekat habib Abdullah b Alawi b Muhammad Haddad_silsilah Abdul Wahab (00009)_nisfu syaban. Koleksi digital ini diberikan kepada penulis untuk diteliti lebih lanjut. 

Dalam naskah ini surah al-iklas atau dalam naskah disebut qul huwa Allah ahad dibaca sepuluh ribu kali. Surah ini diperuntukkan bagi diri sendiri, bapak dan orang yang telah meninggal masing- masing sepuluh ribu kali. Jumlah pengulangan bacaan surat al-ikhlas sebanyak empat puluh ribu kali. Pada tahun 1900-an ada tokoh bernama Muhammad Ali yang merupakan generasi ke-8 sebagai pemimpin Dayah.

Naskah ini sangat menarik karena terletak pada penyandaran amalan surat al-ikhlas tersebut pada syekh Abdullah bin Alawi al-Haddad, seorang guru dari terekat Alawiyyah yang hidup sekitar abad ke-17, tepatnya tahun 1044-1132H/ 1634-1720 M. Salah seorang pemimpin Zawiyah yakni Syekh Abdul Wahab Tanoh Abee yang dikenal dengan Teungku Chik Tanoh Abee dan merupakan pemimpin generasi ke enam adalah mursyid tarekat syattariyah setelah masa Syekh Abdurrauf. Menguatkan pandangan Oman Fathurrahman, hal ini menandakan karakter islam Nusantara yang adaptif dan dialogis terhadap berbagai bentuk perbedaan praktik keagamaan khususnya Islam. 

Dalam artikel ini terdapat dua hal, pertama  bagaimana eksistensi tarekat alawiyah di Aceh abad ke 20 yang dibuktikan dengan sumber manuskrip kaifiat qulhu. Kedua, potret kontestasi praktik keagamaan di Aceh dan kontekstualisasinya di masa sekarang. 


Sejarah Singkat Dayah Tanoh Abee


Dayah Tanoh Abee merupakan lembaga pendidikan dan perpustakaan yang terletak di Kecamatan Seulimum, Kabupaten Aceh Besar Provinsi Nanggore Aceh Darussalam kode pos 23951. Dayah Tanoh Abee dengan nama Pondok Pesantren Tgk. Chiek Tanoh Abee terletak di sebelah tenggara Kota Banda Aceh dengan jarak kurang lebih 50 km dengan jangka tempuh sekitar satuvjam satu menin melalui jalur darat menggunakan mobil.


Dayah Tanoh Abee juga disebut Zawiyah Tanoh Abee diurus oleh Umi, istri dari wazir dan pimpinan generasi kesembilan Tgk. Muhammad Dahlan (1943-2006) atau Abi Dahlan Tanoh Abee yang telah lebih dahulu wafat pada tahun 2006. Teungku Ridwan Tanoh Abee merupakan seorang menantu  yang membatu dalam merawat Dayah Umi. Dayah Tanoh Abee memiliki keluarga keturunan Fairusy Al-Baghdady, ulama imigran asal Baghdad yang menetap di Aceh pada tahun 1627 M. Pada masa Sultan Iskandar Muda bertahta (1607-1636 M). Faiirusy al-Baghdady berkedudukam sebagai qadi atau hakim yang bertugas memutuskan masalah keagamaan di kesultanan Aceh (Fathurahman, Vol. No.1,201). 

Cikal bakal Tanoh Abee adalah berupa gubuk kecil yang dibangun pertama kali oleh putra Fairusy al-Baghdadi, Syekh nayan, pada sekitar tahun 1666-an. Dayah Tanoh Abee dikembangkan oleh para ahli warisnya berturut-turut setelah Syekh Nayan oleh Syekh Abdul Hafiz, ia merupakan generasi ketiga kemudian generasi keempat  bernama Syekh Abdurrahim,  generasi kelima : w 1855 M  bernama Syekh Muhammad Saleh, generasi keenam : w 1894 M bernama Syekh Muhammad Abdul Wahab,  generasi ketujuh  bernama Tgk. Muhammad Said, generasi kedelapan bernama Syekh Muhammad Ali,  penulis teks manuskrip kaifiat qulhu tahun 1910 dan terkahir Tgk. Muhammad Dahlan merupakan generasi kesembilan tahun 1943-2006. 

Pada saat itu dari generasi ke generasi terjadi dinamika akibat situasi geopolitik yang tidak menentu setelah kedatangan Belanda ke bumi Rencong. 

Kemudian Tanoh Abee mengalami masa kejayaan itu terjadi ketika zaman Syekh Abdul Wahab. Hal ini dikarenakan terjadinya ambjsi yang ingin mendirikan perpusatkaan tersebar se-Nusantara  setelah itu terdapat banyak ribuan naskah dari berbagai koleksi keilmuan. Sebagian besar naskah yang terkumpul menghilang dan lapuk di zaman Muhammad Sa’id hal ini terjadi akibat peperangan. 

Kemudian setelah kejadian tersebut Syekh muhammad Ali memulai menata ulang perpustakaan Dayah Tanoh Abee dan menyalin kembali naskah-naskah tersebut dan sampai sekarang dirawat oleh Umi, istri Abu Dahlan Tanoh Abee yang merupakan generasi kesembilan. Dan sampai saat ini belum diketahui siapa yang akan menjadi ahli waris generasi kesepuluh Dayah Tahon Abee ini. 


Manuskrip Kaifiat Qulhu


Manuskrip kaifat qulhu dapat disebut juga dengan silsilah qulhu yang merupakan manuskrip koleksi Dayah Tanoh Abee yang telah didigitalisasi oleh Oman Fathurahman dengan no 07_01327-Ms Tanoh Abee_Silsilah Qulhu-tarekat habib Abdullah b Alwi b Muhammad Haddad_silsilah Abdul Wahab (00009)_ nisfu syaban. 

Kaifiat qulhu hanyalah bagian dua halaman dari satu bundel manuskrip sebanyak dua puluh dua halaman ditambah dua halaman cover. Dua teks itu tertelak pada halaman kesembilan da kesepuluh. 

Alasan seseorang memilih teks kaifiat qulhu padahal ada teks lain yaitu karena :

1. Judul kode naskah dinamakan silsilah qulhu, maka yang terbesit pertama kali langsung pada teks ini. 

2. Teks kaifiat qulhu ini dilengkapi nama penyalin dan tahun penyalin sehingga mempermudah pembacaan secara lebih luas dan juga kontekstualisasinya. 

3. Teks ini mengungkapkan sisi lain dari pengetahuan umum tentang Dayah Tanoh Abee, khususnya amalan dari tarekat alawiyah yang disandaekan pada Syekh Abdullah bin Alawi al-Haddad dan adanya kritik terhadap praktik tahlil yanh biasa dilkasanakan oleh masyarakat aceh hingga sekarang. 


Transkripsi dan Transliterasi Manuskrip Kaifiat Qulhu


Teks naskah kaifiat qulhu secara garis beras bercerita tentang keutamaan membaca surah al-iklash bagi orang mati. Ada dua hal yang hendak digaris bawahi yaitu adanya penyandaran pembacaan ini terhadap tarekat Alawiyah dan landasan hadist atas praktik ini yang berimplikasi pada kritik praktik tahlil, hal ini dianggap tidak memiliki landasan kuat. 


Tarekat Alawiyah dan Sosok Abdullah bin Alawi al-Haddad 


Menurut pengalaman dalam buku Oman Fatturahman berawal dari pengalaman, tarekat atau thoriqah adalah mengamalkan wirid, dan diperlukan syarat dan prasyarat seperti mursyid bai’-at dan lain untuk mengikuti suaru tarekat. Dan muncul pertanyaan tentang apakah tarekat alawiyah dalat dikategorikan sebagai berikut. Menurut pengakuannya Alawiyah dikatakan sebagai tarekat karena setelah ditinjau bahwa prasyarat, alawiyah tidak cukup memadai disebut sebagai tarekat karena tidak memiliki struktur  mursyid atau khalifsh, bai’at dan lain-lain.

Jadi dapat disimpulkan Manuskrip Kaifat Qulhu yang ditemukan Dayah Tanoh Abee Aceh Besar terdapat fakta menarik pada awal anad 20 yaitu :

1. Hubungan antara Dayah Tankh Abee dengan ajaran Syekh Muhammad bin Alawi al-Haddad, salah seorang ulama dari Bani Alawi yang mempunyai pengaruh kuat di Indonesia. Jika dilihat daei segi ajaran sufisme Dayah Tanoh Abee sangat kental dengan ajaran tarekat Syattariyah. 

2. Adanya friksi di kalangan internal Dayah tentang praktik keagamaan yang terjadi di masyarakat.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS