Ticker

6/recent/ticker-posts

Mengungkap Naskah Kuna Koleksi Masyarakat Cirebon: Sebuah Catatan Filologis Sebagai Trend Studi Islam di PTAI



Oleh:

Haris Septia Nurman

Jurusan : Sastra Minangkabau

Universitas Andalas


Studi teknologi di kementerian agama Republik Indonesia melalui perguruan tinggi agama Islam (PTAI), saat ini di tengah menjadi trend. Hal itu bisa dilihat dari beberapa ikhtiar yang telah dilakukannya, baik secara praktis maupun strategis. Diantara ptialin yang dimaksud dalam tulisan ini adalah IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Naskah yang dianggap dalam paparan ini terkait dengan warisan Keraton atau kesultanan Cirebon, terutama kesepuhan dan tanaman yang berada di masyarakat. Kedua Keraton ini merupakan dua dari empat katun di Cirebon. Keduanya mempunyai peran penting dalam peradaban Islam di Indonesia. Diantara peranannya antara lain adanya naskah kuno (Manuskrip) keagamaan yang hingga kini. Sebagiannya diselamatkan para pewarisnya sebagai koleksi masyarakat. Jurusan ini mengungkap akses dan identitas novel yang di masyarakat, khususnya setelah digitalisasi bersama PTAIN di Cirebon. Harapannya, terdapat tindak lanjut yang lebih strategis untuk penyelamatan dan pelestarian naskah kuno sebagai bukti dari peradaban Islam Indonesia oleh berbagai pihak. Lemparan berikut ini dilengkapi bola dengan deskripsi sederhana ada beberapa naskah tersebut.

Studi Filologi, Trend Studi Islam di PTAI

Kajian naskah kuno (Manuskripta) agama dan keagamaan kini menjadi trend studi Islam di perguruan tinggi agama Islam (PTAI) Indonesia. Berbagai ikhtiar telah dilakukan untuk itu. Bermulaan dari partisipasi dalam pelatihan manajemen mengenai pemanaskan Islam oleh bidang lektur keagamaan Badan Litbang Agama dan Keagamaan Kementerian Agama (Kemenag) RI sejak tahun 2007 dengan melibatkan unsur PTAI hingga beasiswa pendidikan magister dan doktor.

Studi Penaskahan Cirebon: Keraton dan Masyarakat 

Sembarangan naskah kuno atau pernahkahan di nusantara (Indonesia), nampaknya terbagi dalam dua kategori yakni naskah yang berada di kawasan atau kerajaan kesultanan dan masyarakat. Namun, kategori kedua disebut juga sesungguhnya masih dalam lingkungan kerabat Keraton, baik pemilik, pemelihara, ataupun pewaris Naskahnya. Kategorisasi semacam ini seperti ketika penulis melakukan kegiatan digitalisasi naskah di masyarakat Cirebon, terutama koleksi Hasan dan Panji, yang dilakukan atas kerjasama badan Litbang dan Diklat kementerian Agama RI dengan para alumni pelatihan naskah keagamaan seluruh Indonesia, sesuai dengan daerahnya masing-masing pada bulan Mei sampai Juni 2009.

Lima rekomendasi: Pemilik Naskah -PTAI-Pemda

1. Sejalan dengan situasi permasalahan di atas, dalam kasus digitalisasi naskah koleksi masyarakat, nampaknya masih perlu untuk pemeliharaan naskah yang lebih aman lagi, selain diletakkan dalam lemari khusus.

2. Usai dilakukan konservasi dan restorasi naskah, serta menyimpan kembali di tempat yang aman, nampaknya juga perlu diketahui kandungan teks dari setiap naskah.

3. Dengan melihat perkembangan mutakhir bahwa terdapat pemilik naskah yang sudah menjadi peneliti atau pengkaji naskah, maka diperlukan jaringan khusus bersama para pemilik naskah lainnya di wilayah tersebut, khususnya naskah dari masyarakat. Hal ini penting dilakukan selain dapat saling belajar seperti untuk membaca teks, juga dapat menjadi kekuatan baru lebih memilih naskah dari "godaan" para pembeli naskah yang tidak bertanggung jawab.

4. Sejalan dengan kronologi menjadi trend di PTAI dan kebijakan di lingkungan kementerian Agama yang mendukung kajian naskah kuno seperti disebut di atas, maka sudah seyogyanya bagi PTAI untuk lebih aktif mengadakan silaturahmi kepada para pemilik naskah dan pelaku budaya, silaturahmi adalah langkah awal untuk menggali, identifikasi dan mengikat secara resmi dalam rangkaian penyelamatan nasional bersama PTAI setempat.

5. Seiring dengan otonomi daerah, renda mempunyai kesempatan yang luas untuk mengayomi, mendukung, dan mengajak secara partisipatif kepada para pemilik, pemeliharaan atau pewaris naskah secara adil dan bertanggung jawab. Sehingga pemerintah daerah itu tidak boleh hanya mengeksploitasi petatah petitih dari sunan gunung jati, di mana seringkali dipasang di pinggir-pinggir jalan, tetapi tidak dijalankan ajaran-ajaran pesannya. Apalagi pemilik naskah ini juga masih darah titisan sunan gunung jati, sehingga pemerintah daerah benar-benar harus dapat melakukannya secara adil. 

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS