Ticker

6/recent/ticker-posts

TARI PASAMBAHAN DALAM PERSPEKTF NILAI ADAT DAN AGAMA

 

Oleh Fadhila Salsabila 
Mahasisiwi Sastra Minangkabau Universitas Andalas



Tari sebagai ekspresi budaya, mengkomunikasikan nilai-nilai budaya yang dianut pendukungnya Tari adalah ungkapan budaya atau ekspesi budaya masyarakat dimana tari itu tumbuh dan berkembang.  Menurut tradisi di Minangkabau, yang melakukan tarian itu adalah laki-laki. Ini merupakan pengaruh dari sistem matrilineal dan nilai-nilai budaya adat yang Islami. Sistem matrilineal di Minangkabau memberi peluang tumbuhnya silat, pencak, tari dan seni lainnya. Dalam sistem budaya Minang tidak dikenal wanita sebagai penari. Namun seiring perkembangan zaman, sekarang justru yang banyak menari adalah perempuan. Sehingga yang nampak oleh kita sekarang adalah banyak tarian yang gerakannya sama saja antara laki-laki dan perempuan. Berbeda halnya dengan tari Pasambahan. Tari Pasambahan adalah satu tarian yang sangat popular saat ini di Sumatera Barat, khususnya di kota Padang. Tari ini sering ditampilkan pada acara-acara seremonial pembukaan acara resmi pemerintah dan acara resmi lainnya. Tari ini ditarikan oleh penari laki-laki dan perempuan. gerak laki-laki dengan perempuan berbeda, busananya menutup aurat, di atas pentas, waktunya pagi, siang dan malam, penonton laki-laki dan perempuan, musiknya musik tradisi Minang (Asriati, A. 2012).

Tari Pasambahan ini merupakan perpaduan dari tari galombang, sejenis pencak silat yang ditarikan sekumpulan pemuda dan di iringi beberapa gadis dan seorang pembawacarano. Satu orang gadis yang membawa carano lengkap berisikan diantaranya: sirih, pinang, sadah, gambir. Isi carano tersebut menggambarkan putih hati, bagi tamu yang di suguhi carano tersebut boleh mengambil, memakan, atau hanya menyentuhnya saja.Hal demikian merupakan isyarat bahwa tamu tersebut juga menghormati penghormatan yang diberikan kepadanya dan merestui upacara yangakan di adakan.  Tari Pasambahan yang diciptakan oleh Syofyani yang ditampilkan oleh sanggar tersebut memiliki dua bentuk karakter gerak, yaitu pada karakter gerakan penari laki-laki dan penari wanita. Apabila dibandingkan dengan tari Galombang dan tarian lain seperti tari Piring, karya tari Pasambahan ini memiliki gaya tersendiri. Kesan yang tampak oleh peneliti bahwa Syofyani sebagai pencipta tari Pasambahan, sengaja membedakan dengan tegas gaya tari Pasambahannya dengan tari-tari lain, bahkan dengan tari Pasambahan dari sanggar lain. 

Standar etik secara konseptual di Minangkabau disebut sumbang duo baleh yaitu (1) standar duduk yang dilarang (sumbang duduak), (2) standar berdiri yang dilarang (sumbang tagak), (3) standar tempat tinggal yang dilarang (sumbang diam), (4) standar berjalan yang dilarang (sumbang bajalan), (5) standar berucap yang dilarang (sumbang perkataan), (6) standar penglihatan yang dilarang (sumbang penglihatan), (7) standar berbusana yang dilarang (sumbang bapakaian), (8) standar pergaulan yang dilarang (sumbang bagaue), (9) standar pekerjaan yang dilarang (sumbang bakarajo), (10) standar menjawab yang dilarang (sumbang jawab), melompat, berlari, memanjat, dan memikul barang yang berat, (11) standar bertanya yang dilarang (sumbang tanyo), dan (12) standar perangai yang dilarang atau sumbang kurenah (Asriati, A. 2016).

Tari Pasambahan adalah tari yang ditampilkan ketika adanya pertemuan dua pihak dalam masyarakat Minang. Tari ini disajikan oleh pihak yang menerima tamu, untuk menghormati tamu yang datang, sebagai pembuka dalam sebuah pertemuan antara dua pihak yang bertemu tersebut.. adapun Pandangan pemangku adat terhadap Tari Pasambahan adalah sebagai berikut:

Pertama, kehadiran perempuan dalam Tari Pasambahan. Menurut pandangan pemangku adat pada umumnya membolehkan asal tidak melanggar nilai adat dan agama serta yang menyatakan boleh-boleh saja karena mengikuti perkembangan zaman, meskipun ada juga yang menyatakan tidak pantas sesuai pemahaman adat dan agamanya.

Kedua, gerak pada Tari Pasambahan. Menurut pandangan pemuka adat tidak menyalahi adat Minangkabau, karena gerak tari laki-laki adalah gerak silat, gerak perempuan gerak anggun dan lembut tidak melakukan gerak silat, pembawa carano dan pendampingnya tidak menari.  Kajiannya tentang gerak perempuan pada tari-tari Syofyani dengan gerak yang lembut dan gemulai, manis dipandang mata dan sesuai dengan ukuran falsafah sumbang duo baleh dalam prilaku gerak tarinya mempunyai kepantasan sebagai perempuan Minangkabau.

Ketiga, busana yang digunakan dalam tari Pasambahan. Penari laki-laki berpakaian silat sedangkan perempuan berpakaian adat Minangkabau telah sesuai dengan adat Minangkabau dan tidak melanggar sumbang duo baleh yaitu pakaian tidak jarang dan tidak ketat serta telah menutup aurat. Pakaian yang ideal menurut adat Minangkabau sebagaimana yang tercantum dalam poin ketujuh dari sumbang duo baleh adalah tidak berpakaian seperti laki-laki, tidak memakai pakaian ketat dan transparan, dan tidak memperlihatkan aurat.

Jadi,  kesenian khususnya tari-tarian merupakan bahagian dari adat Minangkabau. Setiap ada acara-acara adat, silat dan tari selalu ditampilkan karena merupakan bunga dari acara adat tersebut. Akhirnya dapat dikatakan bahwa tari Minangkabau sebagai hiasan dalam suatu upacara adat. Oleh karena itu, tari tradisi tidak dilarang dalam adat Minangkabau bahkan dianjurkan. Namun, ada batasannya yaitu tidak boleh melanggar nilai adat dan agama.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS