Ticker

6/recent/ticker-posts

MERAYAKAN TAHUN BARU 2023 JANGAN SAMPAI MEMBUAT ALAM KECEWA


 


Oleh : Muhammad Fadhil Akbar, Universitas Andalas


Akhir tahun sudah semakin dekat, masyarakat di seluruh dunia sedang berantusias untuk melakukan perayaan tahun baru 2023. Terlebih, ini merupakan perayaan tahun baru pertama pasca perjuangan dunia melawan ganasnya Covid-19 yang melanda. Sudah pasti perayaan tahun baru kali ini akan sangat meriah dirayakan di seluruh dunia. Dalam perayaan pergantian tahun baru tidak lengkap rasanya jika tidak menembakkan kembang api/petasan ke udara. Tak heran, produsen kembang api berlomba-lomba membuat kembang api dengan ledakan yang sangat cantik dengan tujuan malam pergantian tahun baru semakin cantik dan meriah. Siapa yang tidak takjub melihat taburan spectrum warna berlatar gelapnya langit malam, sungguh sebuah sajian nan indah untuk mata.Tetapi, pernahkah muncul pertanyaan apa yang menjadi penyusun dari kembang api tersebut? Bagaimana caranya sebuah kembang api dengan ditembakkan ke udara dapat menciptakan pertunjukan cahaya yang sangat menakjubkan? Lalu, apa efek yang akan ditimbulkan oleh kembang api tersebut? Apakah ada sisa dari ledakan kembang api tersebut? Atau langsung hilang begitu saja di udara? Atau sebenarnya sisa ledakan tersebut memberikan dampak yang mengkhawatirkan terhadap kesehetan maupun lingkungan?Nah, sebenarnya kembang api yang biasa kita lihat di perayaan pergantian awal tahun tersebut memiliki dampak negative terhadap lingkungan walaupun tidak terlalu terlihat dan jarang disorot. Selain kembang api, masalah ekologis yang ditimbulkan setelah malam pergantian tahun baru adalah penumpukan sampah. Terlebih lagi, belum semua masyarakat kita yang telah teredukasi untuk membuang sampah pada tempatnya. Namun, kita bahas dahulu bagaimana dampak kembang api tadi terhadap lingkungan dan kesehatan manusia.Jika didefinisikan, kembang api adalah misil piroteknik kecil yang meledak dengan cara yang sangat spesifik yang kemudian menghasilkan bunyi ledakan kencang bersama dengan letupan warna-warna cerah di udara. Warna-warna yang ditimbulkan oleh kembang api merupakan hasil dari reaksi fisika-kimia, karena bahan-bahan tersebut merupakan campuran dari bahan kimia dan ledakan/tembakan ke udara merupakan hasil dari reaksi fisika. Komponenkomponen yang biasanya terkandung dalam kembang api yaitu garam lithium (Li), garam sodium (Na), logam tembaga (Cu), dan barium (Ba). Penggunaan komponen tersebut bertujuan untuk menghasilkan warna yang berbeda-beda seperti merah, kuning, hijau, ungu, biru, dan lainlain. Logam dan bahan peledak yang terkandung mengalami reaksi kimiawi ketika digabungkan dengan oksigen atau dengan kata lain pembakaran, reaksi ini kemudian menimbulkan gas rumah kaca seperti karbon dioksida (Co2), karbon monoksida (CO), dan juga nitrogen (N).Parahnya lagi, sampah bekas komponen-komponen logam yang menjadi sumber warna dari kembang api tersebut tidak terbakar/habis sepenuhnya di udara. Partikel penyusun yang masih tersisa tersebut akan jatuh ke tanah dan menjadi aerosol yang dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan terhadap tanah, udara, maupun air. Apabila partikel tersebut masuk kedalam pencernaan manusia tentunya dapat menimbulkan reaksi dalam jangka pendek maupundalam jangka panjang, mulai dari muntah-muntah, diare, asma, hingga penyakit-penyakit berat seperti ginjal, serta kanker.Lalu, bagaimana kembang api tersebut dapat mencemari udara? Kembang api secara langsung dapat memengaruhi kualitas udara di sekitarya. Hal ini dapat dibuktikan dengan melakukan perbandingan antara sebelum ledakan kembang api dan kualitas udara setelahnya dengan menggunakan Air Quality Index. Hal tersebut pada dasarnya memonitor dan mengukur konsentrasi polutan di udara.Indeks kualitas udara (AQI) yang masih layak dihirup yaitu sekitar 0-100 AQI sedangkan 101-500 AQI dapat dikatakan tidak sehat untuk masyarakat rentan dan berbahaya. Kita lihat kasus festival Diwali di India yang merupakan perayaan hari umat Hindu yang jatuh pada saat musim gugur di India atau yang lebih sering dikenal dengan “Festival Cahaya”, yang dirayakan dengan menyalakan banyak kembang api. Sebuah studi yang meneliti Festival Diwali pada tahun 2015 mengungkapkan bahwa kosnetrasi PM10 menjadi 81% lebih banyak dari hari biasa, dan 3,1 kali lebih tinggi dari standar yang ditetapkan oleh Indian National Ambient Air Quality Standards.Selain itu, konsentrasu parikel logam, kation, dan anion meningkat sebanyak masingmasing 51%, 72%, dan 77%. Peningkatan konsentrasi logam di udara selama Festival Diwali ini mengakibatkan meningkatnya indeks polusi udara sebanyak 0,5% dalam skala indeks berbahaya. Fenomena yang sama juga terjadi lagi pada Festival Diwali tahun 2019 yang juga meningkatnya konsentrasi polutan udara pada hari tersebut jika dibandingkan dengan hari-hari biasanya. Menurut badan pusat pemantau polusi di India, emisi yang dihasilkan oleh festival tersebut melebihi batas indeks kualitas udara yang ada (>500 AQI) di beberapa bagian kota. Peningkatan jumlah polutan yang terjadi ini juga mengeluarkan sisa-sisa konsentrasi logam berat seperti strontium (Sr), magnesium (Mg), potassium (K), barium (Ba), bahkan timbal (Pb).Lalu, apa dampaknya bagi kesehatan manusia? Menurut sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 2010 yang mengamati konsentrasi zat polutan dalam 6 hari berturut-turutselama perayaan Festival Diwali di Salkia, India, resiko relatif kematian kardiovaskular meningkat menjadi 125,11%, sedangkan resiko relatif morbditas kardiovaskular meningkat menjadi 175,16% dalam satu hari bias pada saat musim dingin. Hal yang paling umum dari efek polusi kembang api ini ialah gejala asma dan gangguan pernapasan lainnya karena terlalu banyak menghirup asap yang dikeluarkan pasca penembakan kembang api dibandingkan dengan menghirup udara bersih yang masih dibatas aman bagi kesehatan manusia. Penyakit ini tentunya dapat berbahaya baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.Selain dampak dari kembang api ini, tentunya yang juga menjadi permasalah dalam perayaan malam pergantian tahun adalah “sampah”. Sampah memang merupakan masalah classic yang entah mengapa sulit untuk dibenahi dari dulu sampai sekarang. Terlebih lagi,sebagian masyarakat Indonesia yang masih kurang peka dan belum sadar dengan istilah “Buanglah sampah pada tempatnya”. Penumpukan sampah seringkali terjadi pasca malam tahun baru, baik sampah makanan, minuman, plastik, dll.Mirisnya, perayaan tahun baru ini dirayakan di berbagai tempat. Tidak hanya di pusat kota, namun juga di tempat wisata seperti pantai. Banyak sekali sampah-sampah yang dibuang begitu saja di lautan tanpa merasa bersalah dan tidak memikirkan dampak lingkungan yang terjadi. Seperti yang sama-sama telah kita ketahui, bahwa kebanyakan sampah yang dibuang merupakan benda-benda yang sulit dan lama untuk diurai oleh alam. Ini menimbulkan dampak negative yang dampak menurunkan zat mineral tanah, kualitas air, dan kualitas udara yang kita hirup.Oleh karena itu, mari kita sama-sama lebih peka terhadap lingkungan kapanpun dan dimanapun. Jangan sampai bumi yang sangat kita cintai ini menjadi rusak karena ulah kita sendiri. Selain itu, agar makhluk hidup lain dapat hidup dengan sehat dan layak juga seperti kita. Mereka juga memiliki hak untuk hidup sehat dan bersih.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS