Ticker

6/recent/ticker-posts

Falsafah Adaptasi dan Merantau di Minangkabau

 


Oleh Sri Handayani Mahasiswi Universitas Andalas

      Merantau ke negeri orang tentunya kita akan merasakan perbedaan susana, norma-norma, serta ruang lingkup pada daerah perantauan itu. Dengan adanya perbedaan itu maka kita sebagai seorang manusia memerlukan adaptasi di daerah itu. Adaptasi merupakan keniscayaan manusia untuk bisa hidup, mengolah alam, dan memangaatkannya untuk kepentingan bertahan hidup.

Istilah merantau sendiri berasal dari bahasa dan budaya Minangkabau yaitu "rantau". Kata rantau pada awalnya bermakna: wilayah-wilayah yang berada di luar wilayah inti Minangkabau (tempat awal mula peradaban Minangkabau). 

Merantau adalah perginya atau perpindahan seseorang untuk meninggalkan tempat dimana ia berasal atau dilahirkan dan ia tumbuh besar menuju suatu wilayah lain, guna menjalani kehidupan baru maupun untuk sekedar mencari pengalaman hidup atau pekerjaan. Proses pentasbihkan seseorang sebagai manusia dewasa kadang dikaitkan dengan keberaniannya merantau jauh dari kampung halaman. Banyak faktor penyebab seseorang untuk memutuskan merantau, seperti tuntutan hidup untuk mencari nafkah, mencari ilmu, atau rasa penasaran pada suatu tempat atau keadaan.

Salah satu tantangan seorang perantau adalah untuk menahan rindu akan kampung halaman. Selamaperjalanan panjang di tanah rantau, ingatan akan rumah dan kampung halaman akan terus membuncah dalam pikiran, ingatan datang saat senja menyapa, menemani kita saat perjalanan pulang ke rumah singgah sementara. 

   Adaptasi alam dalam pepatah minang sebagai berikut:

Nan data ka parumahan, nan bancah dijadikan sawah, nan lereang ka untuak ladang.

Nan lunak di tanam baniah, nan lereang di tanam aua, nan bancah ka kolam ikan.

Jadi pergunakanlah alam dengan semestinya dan seperlunya.

   Adaptasi sosial yang sangat penting diketahui ketika pergi merantau. Seseorang harus mampu menyesuaikan diri serta beradaptasi terhadap sosial masyarakat di lingkungan baru ( rantau ) tersebut. Harus saling menghormati dengan masyarakat di daerah rantau, harus beretika, serta saling menghargai mematuhi aturan yang ada di daerah rantau dengan baik dan bijaksana. Contoh pepatah minang yang menyebutkan mengenai etika beradaptasi sosial di rantau yaitu sebagai berikut:

Dimano bumi di pijak di sinan langik dijunjuang ( Dimana bumi diinjak disitu langit di junjung)

Dimano sumua di kali di sinan aia di sauak ( Dimana sumur di gali disitu air di sauk)

Dimano nagari di unyi di sinan adat di pakai ( Dimana negeri di huni di situ adat di pakai)

      Jadi seseorang tidak diperbolehkan memaksakan adat yang diwarisinya membawanya ke tempat baru, tatapi harus menyesuaikan dengan adat yang berlaku di daerah rantau itu sendiri. Jika dipaksakan menjunjung tinggi adat yang telah biasa dilakukan di kampung halaman bisa jadi terjadi perbedaan sehingga menimbulkan bentrok atau kesenjangan adat atau norma-norma aturan yang berbeda.

    Daerah rantau Minangkabau dikenal juga dengan rantau nan tujuah jurai, yaitu rantau kampar, Page 3 kuantan, XII Koto, cati nan tigo, negeri sembilan, tiku pariaman, dan pasaman. Daerah tiku pariaman dan pasaman dikenal juga dengan daerah pasisie. Menyesuaikan diri dengan lingkungan dan suasana baru memang cukup sulit untuk dilakukan. Apalagi, jika kamu pindah ke kota baru yang memiliki gaya hidup yang berbeda jauh dengan kota asalmu. Namun, kamu tidak perlu khawatir! Berikut adalah 5 cara efektif yang bisa kamu gunakan untuk membantumu beradaptasi di kota dan tempat tinggal baru.

    Fokus pada tujuan utama untuk meranta. Cara pertama yang bisa kamu lakukan adalah dengan mengingat apa tujuan awal merantau, tanamkan dalam hati dan pikiranmu kalau harus bisa meraih cita-citamu di tempat yang kamu tinggali sekarang. Ada orang yang merantau bisa lupa dengan tujuannya contoh seperti lebih berfoya-foya dirantau hingga lupa jalan yang benar. Tujuan merantau tidak hanya untuk mencari uang, selain itu merantau juga bertujuan untuk menimba ilmu, mendapatkan pengalaman baru dan lain sebagainya. Jelajahi tempat-tempat menarik di kota rantauan. Cara selanjutnya yang bisa membantumu beralih dari kebiasaan lama di kota asalmu adalah dengan belajar untuk hidup sebagai orang lokal di kota rantauanmu. Bisa melakukannya dengan mengunjungi berbagai tempat bersejarah, restoran, atau cafe hits yang ada di kota tersebut. Dengan ini, kamu bisa merasa lebih terbiasa dengan kehidupan di kota baru.

   Bersosialisasi.Tinggal di kota perantauan tentu tidak terlepas dari berbagai macam risiko. Oleh karena itu, jadilah orang yang mudah bersosialisasi, agar saat kamu sedang kesusahan banyak teman yang bisa membantumu. Caranya beragam, kamu bisa berkenalan dengan orang-orang dari latar belakang yang berbeda dengan bergabung dalam komunitas seru.

    Menghargai dan menerima perbedaan dengan pikiran terbuka. Saat berada di kota baru, kamu tentu harus bersikap open-minded terhadap perbedaan budaya dan kebiasaan orang-orang di sana. Dengan belajar menghargai perbedaan tersebut, kamu bisa lebih mudah diterima di tempat baru. Cari hunian yang ideal untuk ditempati. Cara terakhir adalah dengan menemukan hunian ideal yang nyaman untuk ditinggali. Hal ini sangat penting, akan menghabiskan sebagian besar waktu di sana.

     Ada pepatah minang mengatakan sajauah tabangnyo bangau pulangnyo ka kubangan juo maksudnya adalah sejauh-jauhnya rantau pulang ke kampung halaman juga. Kita tidak boleh melupakan kampung halaman karena disana tempat kita dilahirkan dan banyak sanak saudara yang ditinggalkan. Kalau berlama-lama dirantau maka keturunan di kampung halaman bisa saja punah karena sudah melebur ke daerah daerah lain karena semua saudara merantau beda-beda daerah hal ini bisa memunahkan keturunan yang berada di kampung halaman sendiri.


Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS