Ticker

6/recent/ticker-posts

Budaya Merantau di Minangkabau

 

Foto dok

Oleh: Yosa Adelia Lintang Samudera

Mahasiswa Universitas Andalas jurusan Sastra Minangkabau.


Rantau adalah bagian dari kerajaan kuno Minangkabau. Secara budaya, alam Minangkabau meliputi  bagian tengah Sumatera, pantai barat dan timur pulau Sumatera. Salah satu sebab perpindahan penduduk dari tanah asal ke luar daerah disebabkan faktor ekonomi, akibat factor ekologi, yang selalu terjalin ke dalam pelembagaan merantau itu sendiri. Di antara primordial untuk pergi ke rantau adalah perjuangan ekonomi. Orang muda didorong pergi merantau, sehingga nanti sanggup berdiri sendiri menghidupi rumah tangga dan keluarganya.


Budaya merantau tercipta karena laki laki di Minangkabau tidak memiliki harta dari kaum, laki laki hanya memiliki hak mengolah, sedangkan hak pemilik harta kaum yakni kaum perempuan. Laki laki hanya berfungsi sebagai pemimpin dikaumnya. Pepatah minang juga menyebutkan “karatau madang dihulu babuah bungo balun, marantau bujang dahulu dirumah paguno balun “. Ini dimaksudkan untuk membimbing kaum muda untuk merantau baik untuk belajar maupun  mencari pekerjaean. Masyarakat di Minangkabau berpendapat bahwa dengan merantau seorang laki-laki mendapatkan kehidupan yang lebih baik dibandingkan di kampung halamannya. Orang Minangkabau jauh dari kampung halamannya karena dorongan untuk pergi merantau, yang disebabkan oleh dua hal. Pertama, mereka ingin mencapai kemakmuran tanpa menggunakan tanah yang ada. Ini mungkin sebenarnya ada hubungannya dengan fakta bahwa seorang pria tidak memiliki hak untuk menggunakan tanah untuk keuntungannya. Dia bisa menggunakan tanah untuk kepentingan keluarga matrilineal. Kedua, adanya konflik yang menyebabkan mereka yang merasa kalah sehingga harus meninggalkan desa dan keluarganya untuk menetap di tempat lain. Kecenderungan laki-laki Minangkabau yang pergi merantau bertujuan untuk mencari pekerjaan, ilmu pengetahuan, dan kemakmuran. Hal inilah yang membuat laki-laki di Minangkabau memutuskan untuk pergi dari kampung halamannya. Lain halnya dengan gadis Minangkabau. Pada zaman dahulu gadis Minangkabau dianjurkan menetapkan di kampung halaman. Tinggal dan menetap di rumah gadang dan mengurus harta pusaka. Gadis di Minangkabau tidak akan diperbolehkan untuk pergi ke luar dari kampung oleh sanak keluarganya. Kecuali jika sudah menikah, maka tanggung jawab penuh sudah diserahkan kepada suaminya.


Merantau dalam budaya Minangkabau merupakan suatu kewajiban jika ingin dipandang mandiri dan dewasa dalam masyarakat kampung halaman.Seorang pemuda Minangkabau dianggap mandiri jika telah merantau karena dapat tinggal dan menyesuakian di tempat baru tanpa ada sanak saudara. Dianggap dewasa karena sudah mampu mencoba kehidupan baru di daerah luar lingkungan Minang. Seorang mamak atau laki-laki di  Minangkabau diharapkan dapat mendidik anak dan kemenakannya dengan keteladanannya. Tingkah laku yang baik, disiplin, dan pengalaman dalam menghadapi orang banyak dengan segala macam tingkah polanya. Ini akan diperoleh seorang laki-laki atau mamak ketika dia berada di luar lingkarannya. Selain itu, kebutuhan untuk mencari/menambah ilmu dan pengalaman hidup juga menjadi alasan mengapa anak muda Minangkabau meninggalkan tanah airnya. Masyarakat Minang harus bisa menguasai ilmu pengetahuan, namun karena terbatasnya pendidikan di daerah Minang, memaksa mereka untuk pindah dari daerah Minang.


Pergerakan merantau pertama adalah setelah pelembagaan permukiman di Darek sebelum abad ke-6 M. Rantau merupakan wilayah perkembangan/ perluasan ke luar wilayah luhak nan tigo. Wilayah rantau  utama meliputi Kubuang Tigo Baleh (sering disebut pula sebagai luhak keempat) ke selatan,  rantau Pasaman di utara, dan rantau Tiku Pariaman di pantai barat. Dalam perkembangannya,  wilayah rantau meliputi wilayah di sepanjang pantai barat Sumatera sebelah utara, yaitu dari  Pariaman sampai Sibolga (Sumatera Utara), Tapak Tuan dan Meulaboh (di provinsi Aceh), serta ke  selatan sampai ke Muko-Muko dan Bengkulu. Ke timur, rantau Minangkabau sampai ke pantai  timur Sumatera, meliputi provinsi Jambi, Riau, dan bahkan sampai menyeberang ke Negeri  Sembilan di Malaysia.

Gambaran ekologis berpengaruh kepada keadaan demografis dengan  fenomena merantau (pergi ke rantau) sehingga merantau itu menjadi  produk khas kebudayaan Minangkabau. Ciri meranta atas dorongan dari dalam (diri, kerabat, alam dan kultur  Minangkabau) dan bersifat sirkular, menjadi pola perantauan mereka. Merantau dalam pengertian mutakhir tidak lagi sebatas pergi ke  wilayah rantau dalam batasan di atas, tetapi meliputi seluruh penjuru  dan pelosok dunia yang dihuni manusia. Bahkan, dalam sebuah anekdot dikatakan bahwa apabila di bulan telah  ada manusia, maka orang Minangkabau adalah perantau pertama  untuk membuka rumah makan Padang.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS