Ticker

6/recent/ticker-posts

Silek di Ranah Minang



OLEH : Husna Fadilla Handesya, mahasiswa Universitas Andalas jurusan Sastra Minangkabau.


Silek Adalah salah satu seni bela diri tradisional khas etnis Minangkabau yang berasal-usul dari wilayah Sumatra Barat di Indonesia. Secara asasnya, silek pada mulanya berfungsi sebagai antisipasi pertahanan diri masyarakat Minangkabau untuk menjaga nagari bangso Minangkabau (tanah Sumatra Barat) dari ancaman musuh yang bisa datang sewaktu-waktu. Pada perkembangannya, silek bukan hanya berfungsi sebagai seni bela diri saja, namun juga dapat sebagai sarana hiburan, salah satu contohnya yakni silek biasanya juga dapat dipadukan dengan drama tradisional khas Minangkabau yang dikenal sebagai Randai. Kajian sejarah silek memang rumit karena diterima dari mulut ke mulut, pernah seorang guru diwawancarai bahwa dia sama sekali tidak tahu siapa buyut gurunya. Bukti tertulis kebanyakan tidak ada. Seorang Tuo Silek dari Pauah, Kota Padang, cuma mengatakan bahwa dahulu silat ini diwariskan dari seorang kusir bendi (andong) dari Limau Kapeh, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat. Seorang guru silek dari Sijunjung, Sumatra Barat mengatakan bahwa ilmu silat yang dia dapatkan berasal dari Lintau. Ada lagi Tuo Silek yang dikenal dengan nama Angku Budua mengatakan bahwa silat ini dia peroleh dari Koto Anau, Kabupaten Solok. Daerah Koto Anau di Kabupaten Solok, Bayang dan Banda Sapuluah di Kabupaten Pesisir Selatan, Pauah di Kota Padang atau Lintau di Kabupaten Tanah Datar pada masa lalunya adalah daerah penting di wilayah Minangkabau. Daerah Solok misalnya adalah daerah pertahanan kerajaan Minangkabau menghadapi serangan musuh dari darat, sedangkan daerah Pesisir adalah daerah pertahanan menghadapi serangan musuh dari laut. Tidak terlalu banyak guru-guru silek yang bisa menyebutkan ranji guru-guru mereka secara lengkap. Pada masa Datuak Suri Dirajo silek Minangkabau pertama kali diramu dan tentu saja gerakan-gerakan beladiri dari pengawal yang empat orang tersebut turut mewarnai silek itu sendiri. Nama-nama mereka memang seperti nama hewan (Kambing, Harimau, Kucing dan Anjing), namun tentu saja mereka adalah manusia, bukan hewan menurut persangkaan beberapa orang. Asal muasal Kambiang Hutan dan Anjiang Mualim memang sampai sekarang membutuhkan kajian lebih dalam dari mana sebenarnya mereka berasal karena nama mereka tidak menunjukkan tempat secara khas. Mengingat hubungan perdagangan yang berumur ratusan sampai ribuan tahun antara pesisir pantai barat kawasan Minangkabau (Tiku, Pariaman, Air Bangis, Bandar Sepuluh dan Kerajaan Indrapura) dengan Gujarat (India), Persia (Iran dan sekitarnya), Hadhramaut (Yaman), Mesir, Campa (Vietnam sekarang) dan bahkan sampai ke Madagaskar pada masa lalu, bukan tidak mungkin silat Minangkabau memiliki pengaruh dari beladiri yang mereka miliki. Sementara itu, dari pantai timur Sumatra melalui sungai dari Provinsi Riau yang memiliki hulu ke wilayah Sumatra Barat (Minangkabau) sekarang, maka hubungan beladiri Minangkabau dengan beladiri dari Cina, Siam dan Champa bisa terjadi karena jalur perdagangan, agama, ekonomi, dan politik. Beladiri adalah produk budaya yang terus berkembang berdasarkan kebutuhan pada masa itu. Perpaduan dan pembauran antar beladiri sangat mungkin terjadi. Bagaimana perpaduan ini terjadi membutuhkan kajian lebih jauh. Awal dari penelitian itu bisa saja diawali dari hubungan genetik antara masyarakat di Minangkabau dengan bangsa-bangsa yang disebutkan di atas. Jadi boleh dikatakan bahwa silat di Minangkabau adalah kombinasi dari ilmu beladiri lokal, ditambah dengan beladiri yang datang dari luar kawasan Nusantara. Jika ditelusuri lebih lanjut, diketahui bahwa langkah silat di Minangkabau yang khas itu adalah buah karya mereka. Langkah silat Minangkabau sederhana saja, namun di balik langkah sederhana itu, terkandung kecerdasan yang tinggi dari para penggagas ratusan tahun yang lampau. Mereka telah membuat langkah itu sedemikian rupa sehingga silek menjadi plastis untuk dikembangkan menjadi lebih rumit. Guru-guru silek atau pandeka yang lihai adalah orang yang benar-benar paham rahasia dari langkah silat yang sederhana itu, sehingga mereka bisa mengolahnya menjadi bentuk-bentuk gerakan silat sampai tidak hingga jumlahnya. Kiat yang demikian tergambar di dalam pepatah jiko dibalun sagadang bijo labu, jiko dikambang saleba alam (jika disimpulkan hanya sebesar biji labu, jika diuraikan akan menjadi selebar alam).

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS