Oleh: Randu Sunerta
Mahasiswa dari jurusan Sastra Daerah Minangkabau, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas.
Televisi (Tv) adalah gabungan dari dua kata, yaitu tele yang berarti "jauh" (bahasa Yunani), dan visio yang berarti "penglihatan" (bahasa Latin), sehingga dapat kita artikan televisi adalah sebuah alat komunikasi yang menggunakan media visual/penglihatan, yang menayangkan suara dan gambar bergerak, baik yang monokrom maupun berwarna. Televisi dapat kita temui di rumah bahkan hampir setiapnya memiliki sebuah televisi, atau juga bisa kita lihat di rumah tetangga maupun di posko setiap nagari yang ada di daerah kita.
Di era ini, televisi tidak hanya digunakan sebagai sarana komunikasi, melainkan juga digunakan sebagai sarana hiburan, seperti ditayangkannya kartun, sinema, aksi-aksi, dan sebagainya, yang dapat mengundang para penonton untuk mengiringi jalan (alur cerita) pada perfilman yang ditayangkan televisi tersebut. Dan dari suasana seperti inilah lahir dua kemungkinan yang kita sebut dampak, yakni dampak positif dan dampak negatif.
Kita lihat pada lembaran yang telah lalu, yang pada saat itu televisi hanya banyak diisi oleh tayangan berita, film anak-anak, dan kartun-kartun sebelum perfilman India dan sinetron percintaan menjadi penguasa siaran televisi Indonesia sampai saat sekarang.
Apakah kita merasakan perbedaan dari anak-anak zaman dulu dengan anak-anak zaman sekarang? yang pada realitanya terlalu lekas sampai pada tahap pubernya dibandingkan dengan anak-anak dulu, yang barangkali salah satu penyebabnya adalah bentuk-bentuk perfilman di masa sekarang.
Dulu anak-anak pada umumnya menghabiskan waktu di depan televisi hanya seiring berakhirnya tontonan kartun/film anak-anak yang mereka suka, selepas itu hanya diisi dengan bermain di luar bersama kawan, memainkan permainan-permainan tradisional yang sekarang telah mulai memudar.
Kita semua melihat realitanya bahwa di era ini, pada umumnya yang menggunakan televisi sebagai alat komunikasi yang pasif lebih banyak dari kalangan anak-anak, yang menonton adegan yang tidak sepatutnya di umur mereka, bahkan ada juga yang sampai mempraktekannya dalam kehidupan sehari-hari, seperti pacaran, mengambil hati lawan jenis, bahkan sampai pada sebuah perzinaan yang dilakukan anak seumuran itu.
Bukti lain dari dampak acara pertelevisian masa sekarang, anak-anak yang masih di bangku sekolah dasar (SD) sudah mulai mengenal cinta kepada lawan jenis, dari mana mereka belajar itu, kalau bukan dari tontonan pertelevisian masa sekarang? atau barangkali dari media sosial (hp) yang telah mereka ketahui? bukankah lebih dominan kepada acara pertelevisian, kenapa? karena tidak semua anak di usia sekolah dasar memiliki media sosial, di usia itu mereka bisa saja hanya menghabiskan waktu di depan televisi mereka atau milik tetangganya, dengan acara yang ditayangkan tidak serasi dengan usia mereka.
Seiring itu tayangan yang diperlihatkan televisi masa sekarang, khusunya di Indonesia, sangat produktif dalam melahirkan generasi-generasi yang mahir dalam dunia percintaan, barangkali tidak masalah tetapi belum waktunya di usia mereka mengenal perihal itu. Pun dapat berpengaruh dalam proses belajar mereka, mengapa? karena otak mereka telah dicuci oleh perilaku-perilaku orang dewasa yang memikirkan hal lain (seperti masalah percintaan mereka),yang sebenarnya belum harus memikirkan itu dalam usia seumur jagung.
Dampak Terparahnya
Dampak terparah dari acara televisi bagi generasi-generasi penerus bangsa ini sudah mulai cerah menyinari mata kita. Di mana anak-anak sekolah menengah pertama (SMP), bahkan juga anak-anak sekolah dasar (SD) juga ikut serta dalam dunia tauran, dan bahkan ada yang mebentuk geng-geng dalam lingkungan sekolah, dan di saat itu juga mereka tidak menyadari telah timbulnya diskriminasi antara kelompok. Kekerasan yang sering kali mereka tonton mereka praktikkan dalam kehidupan. Mereka seolah-olah tidak lagi beradab dalam lingkungan masyarakat, terutama di Minangkabau yang terpaku dengan kato nan ampek. Jika dilihat dari keadaan generasi sekarang kato nan ampek sudah mulai memudar atau hanya tinggal satu yaitu kato mandata, yang meratakan semua dan beranggap sudah sebaur dengannya, karena telah mampunyai komunitas yang bisa dibangga-banggakan.
Bahkan yang paling parah adalah perilaku bullying (memojokkan teman) yang sering kali terpampang dalam televisi, mereka juga meniru kebiasaan-kebiasaan yang tidak beradab itu. Di sekolah-sekolah, dalam berita, lingkungan masyarakat. Penyakit itu sudah seperti tradisi dalam kalangan anak-anak dan remaja, berita yang acap kali kita dengar tentang bullying lebih melekat pada kaum remaja dan anak-anak, yang secara tidak sadar menganggap bahwa itu hanya sebuah candaan.
Cara Mengatasinya
Mengatasi penyakit yang telah mewabah ini memanglah sulit, tetapi kita sebagai generasi penerus bangsa, kita harus mengajari adik-adik kita tentang waktu, walaupun air mata mereka sering menderu layaknya sebuah hujan, barangkali kita bisa alihkan pikiran mereka dari dunia pertelevisian, karena televisi di zaman ini hanya menayangkan tayangan-tayangan dewasa, barangkali masih ada film anak-anak namun sudah langka. Kita bisa alihkan pikiran mereka dengan memainkan permainan tradisional yang telah memudar di masa sekarang ataupun dengan cara kalian masing-masing.
Sebenarnya dunia pertelevisian di Indoneaia tidaklah salah, memang ini adalah efek dari kemajuan dan perkembangan zaman, tapi ada baiknya pula kita menangkis setiap hal-hal yang tidak bermanfaat bagi kita dan adik-adik, terutama yang bersangkutan dengan televisi yang tidak seperti dulu lagi, bukankah ada baiknya kita memutuskan rantai yang belum saatnya membelenggu pada anak generasi zaman kini, maka dari itu kita mulai merangkul sedikit demi sedikit untuk membatasi anak-anak zaman kini dengan televisi yang sama sekali akan berdampak buruk pada mereka untuk kedepannya.
Nama saya Randu Sunerta, seorang mahasiswa dari jurusan Sastra Daerah Minangkabau, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas.
0 Comments