Ticker

6/recent/ticker-posts

Tradisi maniliak bulan di Ulakan

For dok

Oleh

Haris septia nurman

Jurusan Sastra Daerah Minangkabau

Fakultas ilmu Budaya

Universitas Andalas



Bulan Ramadhan merupakan bulan yang paling ditunggu tunggu oleh umat Islam di seluruh dunia. Pasalnya, bulan suci Ramadhan menyimpan berbagai makna penting dalam ajaran Islam, salah satunya adalah sebagai bulan diturunkannya kitab suci Al-Qur’an dan bulan penuh berkah serta ampunan. Selama bulan Ramadan berlangsung, seluruh umat Muslim diwajibkan untuk menjalankan ibadah puasa selama 30 hari dan merayakan kemenangannya pada perayaan Hari raya Idul Fitri yang jatuh pada tanggal 1 Syawal dalam kalender Hijriah.

Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduk muslim terbesar di dunia, memiliki berbagai tradisi saat menjelang Ramadhan. Tradisi-tradisi ini bisa ditemui hampir di seluruh penjuru tanah air. Biasanya masyarakat akan menggelar acara-acara menyambut bulan puasa dengan sangat meriah. Walaupun caranya berbeda-beda, Namun memiliki makna yang sama.Bulan Ramadhan memang harus disambut dengan penuh kegembiraan. Ini sesuai dengan hadits nabi Muhammad SAW yang berbunyi:

Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Telah datang kepada kalian Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan atas kalian berpuasa padanya. Pintu-pintu surga dibuka padanya. Pintu-pintu Jahim (neraka) ditutup. Setan-setan dibelenggu. Di dalamnya terdapat sebuah malam yang lebih baik dibandingkan 1000 bulan. Siapa yang dihalangi dari kebaikannya, maka sungguh ia terhalangi.”  (Hadis shahih, dan diriwayatkan oleh An – Nasa’).

Indonesia memiliki beragam tradisi unik dalam menyambut bulan suci Ramadhan. Di berbagai daerah, Ramadhan disambut dengan sejumlah kegiatan. Kegiatan kegiatan tersebut menjadi tradisi turun temurun yang masih dilakukan hingga saat ini. Tradisi menyambut bulan Ramadhan di Indonesia bermakna pada mensucikan diri, saling bermaaf maaf an, dan menjalin silaturahmi.

Salah satu tradisi unik yang dilakukan oleh masyarakat Minangkabau untuk menentukan awal masuk bulan suci ramadhan ialah Tradisi maniliak bulan. Tradisi maniliak bulan atau tradisi melihat bulan merupakan sebuah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat ulakan tapakis yang menganut ajaran syattariyah yang mana tradisi ini bertujuan untuk menentukan awal dari bulan ramadhan, hari raya idul fitri, serta hari raya idul adha. Tradisi ini bukan hanya dilakukan oleh masyarakat Ulakan tapakis saja, tetapi juga dilakukan oleh seluruh jamaah tarekat syattariyah yang ada di provinsi Sumatera barat seperti di Tiku, koto tuo (Kabupaten Agam), Solok, Dharmasraya dan lain lain. Melihat bulan di pinggir pantai Ulakan merupakan metode yang dilakukan oleh setiap generasi ke generasi jamaah Syattariyah. Tradisi ini awal nya diajarkan oleh Syekh Burhanuddin hingga masih dilakukan sampai sekarang.

Perlu dipahami bersama bahwa jamaah Syattariyah memiliki metode khas untuk menentukan awal Ramadhan, yaitu dengan menggunakan metode Rukyatul Hilal bil Fi'ly yang telah diajarkan Oleh Syekh Burhanuddin secara turun temurun.Tradisi Maniliak bulan dilaksanakan pada tanggal 29 bulan Sya'ban dan rutin dilakukan setiap tahun nya dan menjadi tradisi yang turun temurun sejak Islam mulai berkembang di negeri Minangkabau. Selain itu, tradisi ini seringkali menciptakan perbedaan dalam penetapan awal masuk nya bulan suci Ramadhan, Namun tradisi ini masih tetap bertahan walaupun perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat dalam kehidupan masyarakat. 

Sebagai sebuah tradisi, Tradisi Maniliak Bulan ini juga memiliki makna dan nilai-nilai yang terkandung di dalam nya sehingga masyarakat setempat mempertahankan tradisi ini. Maniliak bulan atau melihat hilal ialah melihat hilal secara langsuang tanpa memakai alat apapun. Tradisi ini sebenarnya terinspirasi dari sebuah hadits nabi Muhammad SAW. Yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Imam Muslim. 

حدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ زِيَادٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ قَالَ قَالَ أَبُو الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ 

Artinya: "Berpuasalah kalian pada saat kalian telah melihatnya (bulan), dan berbukalah kalian juga di saat telah melihatnya (hilal bulan Syawal) Dan apabila tertutup mendung bagi kalian maka genapkanlah bulan Sya'ban menjadi 30 hari." (HR Al-Bukhari 1776 dan Imam Muslim 5/354)

Penentuan waktu melihat hilal tarikat Sattariyah tersebut didasari oleh penghitungan hisab takwim khamsiah yaitu diambil dari huruf tahun dan dijumlahkan dengan huruf bulan. Hisab takwim khamsiah ialah apabila huruf tahun ‘waw’ atau enam sedangkan bulan ‘ha’ atau lima maka jumlahnya yaitu 11. Penghitungan tersebut didapatkan oleh guru tarekat itu sendiri yaitu Syeikh Burhanuddin yang merupakan tokoh penyebar agama Islam di Minangkabau.

Tradisi ini dilakukan pada sore hari menjelang senja yang mana ketika itu matahari sudah hampir tenggelam. Maka pada saat itu para Ulama, Tuanku, labai, dan urang siak tarekat Syattariyah dari berbagai daerah akan berbondong-bondong ke Ulakan untuk mengamati bulan. Mereka wajib secara lahir melihat bulan dengan mata telanjang dihalaman makam Syekh Burhanuddin yang terletak ditepi pantai untuk memastikan bisa melihat bulan. Jika bulan nampak maka malamnya akan dilakukan sholat tarawih berjamaah di Surau Surau yang ada di setiap nagari, Namun jika bulan nya tidak nampak maka para ulama tarekat syattariyah akan melakukan sidang bersama untuk menentukan awal bulan suci ramadhan.

Nah, itu lah penjelasan singkat tentang tradisi maniliak bulan atau melihat bulan di Nagari Ulakan. Semoga setelah membaca artikel ini membuat kita selalu mencintai tradisi tradisi yang ada di sekitar kita.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS