Foto dok
OLEH : ARIA YOGA PUTRA
Jurusan Sastra Daerah Minangkabau
Universitas Andalas
Sejak dahulu hingga sekarang, tatanan kehidupan masyarakat Minangkabau sangat ideal karena didasari nilai-nilai, norma-norma adat dan agama Islam yang menyeluruh, dalam satu ungkapan adat berbunyi
“Adat Basandi Syara‟, Syara‟
Basandi Kitabullah Adat dan syara‟
di Minangkabau merupakan benteng kehidupan dunia akhirat yang
disebutkan dalam petatah adat “kesudahan adat ka balairung
, kasudahan syarak ka akhirat. Pepatah ini menyiratkan teguhnya benteng orang Minangkabau yang terkandung di dalam adat dan kokohnya perisai Islam yang di pagar oleh syarak.
Dalam hal pakaian masyarakat Minang mempunyai keunikan tersendiri. Seni pakaian turut juga menyerikan kehidupan adat resam mereka seperti dalam pepatah :
Bundo kanduang limpapeh rumah nan gadang
Rumah gadang sambilan ruang
Salayang kudo balari, sapaki’an budak maimbau
Sahari kubin melayang
Ambun puruak pagangan kunci
Pusek jalo kumpulan ikan
Samarak dalam kampuang bisan dalam nagari.
Pepatah ini menjelaskan fungsi busana adat sebagai kesemarakan dalam kampung. Ini memberi makna kiasan daripada hiasan dalam negeri mereka. Ekoran ini misalnya turut mempersoalkan kekayaan yang dimiliki seperti rumah besar dan luas. Pada Umumnya setiap bangsa di dunia ini mempunyai persamaan dalam seni hias, mungkin ini terjadi karena diffusi kebudayaan, tetapi mungkin pula persamaan itu terletak pada dasar jiwa manusia yang menyebabkan timbul fikiran yang sama. Persamaan itu mungkin timbul dari Archetype yang terletak dalam jiwa tidak sadar manusia.Namun berbedaa dengan masyarakat tradisional lain di Nusantara ini, masyarakat dan kebudayaan Minangkabau memiliki filosofi dan pandangan hidup (weltanschauung) yang sesungguhnya mengandung nilai-nilai global yang langgeng
” tak lekang oleh
panas dan tak lapuk oleh hujan”.
Melalui petatah-petitih serta pantun-pribahasa itu, orang akan menemukan sejumlah prinsip dasar kehidupan yang padanannya hanya ditemukan dalam kebudayaan Yunani lama dan dalam khazanah kebudayaaan Islam. Kebetulan ketiganya
–
adat Minangkabau, kebudayan Barat yang Yunani (melalui pengaruh modernisme dari Barat), dan Islam
–
dalam prosesnya telah terjalin dalam satu jalinan ajaran yang harmonis dalam kebudayaan Minangkabau. Dengan pendekatan dialektik tesis-antitesis dan sintesisnya, masyarakat dan kebudayaan Minangkabau telah memadu ketiga unsur budaya itu, seperti yang dipusakakan oleh masyarakat di sana saat ini. Sejumlah ciri budaya yang lekat dengan nama Minangkabau adalah: demokratis, terbuka, resiprokal (timbal balik), egaliter, sentrifugal, kompetitif, kooperatif, dan Mengakomodasi konflik.
Sunting
Sunting adalah salah satu bentuk hiasan kepala anak daro atau pengantin perempuan. Sunting yang dipakai secara umum sekarang biasa disebut sunting gadang. Nama ini untuk membezakan dengan sunting ketek yang biasa dipakai oleh pendamping pengantin yang disebut pasumandan. Perbezaan dari sunting gadang dan sunting ketek adalah jumlah tingkat dari penyusunan hiasan di kepala. Jumlah tinggkat kembang goyang sunting pada pengantin.
wanita minang ini biasanya berjumlah ganjil. Jumlah tingkat sunting yang paling tinggi adalah sebelas tingkat sedang yang paling rendah tujuh tingkat. Ada empat jenis hiasan yang disusun membentuk sunting pada hiasan kepala pengantin minang ini. Lapisan yang paling bawah adalah deretan bungo sarunai. 3-5 lapis bungo sarunai ini membentuk dasar bagi sunting minang. Kemudian diletakkan deretan bunga gadang sebanyak 3 - 5 lapis. Hiasan yang paling atas adalah kambang goyang. Sedangkan hiasan sunting yang jatuh di pipi kanan dan pipi kiri pengantin minang ini disebut kote-kote.
Talempong
Alat musik tradisional Minangkabau “talempong” sebagai musik pengiring tari -tarian dan sebagai musik penghibur selama pesta perkawinan berlangsung Untuk menyambut kedatangan kedua mempelai di singgasananya, disajikan pula tari gelombang dan tari piring. Dan sebuah tari tradisional lainnya sebagai penghibur, biasanya di pilih tari payung. Tari Payung dipercayai sebagai tarian yang menggambarkan kehidupan pengantin
baru. Syair pada lagu „Berbendi - bendi ke sungai Tanang‟, mengisyaratkan pasa
ngan yang baru menikah pergi mandi ke kolam yang dinamai sungai Tanang yang merupakan cerminan dari masa berbulan madu. Payung yang digunakan dalam tarian ini melambangkan peranan suami sebagai pelindung istri.
Pagar Ayu dan Pagar Bagus
Pelaminan dilengkapi dengan pakaian seragam lengkap bagi para dayang-dayang raja dan ratu sehari ini sebanyak 6 pasang. Seragam pagar ayu menggunakan sunting maupun tanduk
Baju Demang (Beskap)
Baju Demang yang dilengkapi dengan sarung bersulam emas dan Saluak batik bertulisan arab bagi kedua orang tua mempelai dan keluarga mereka. Baju demang yang dilengkapi saluak batik ini merupakan baju bagi datuk-datuk di daerah Minang kabau untuk menghadiri pesta pernikahan pada jaman itu.
Pakaian adat kebesaran / Penghulu.
Pakaian Penghulu merupakan pakaian kebesaran dalam adat Minangkabau dan tidak semua orang dapat memakainya. Di samping itu pakaian tersebut bukanlah pakaian harian yang seenaknya dipakai oleh seorang penghulu, melainkan sesuai dengan tata cara yang telah digariskan oleh adat. Pakaian penghulu merupakan seperangkat pakaian yang terdiri dari
Destar
Deta atau Destar adalah tutup kepala atau sebagai perhiasan kepala tutup kepala bila dilihat pada bentuknya terbagi pula atas beberapa bahagian sesuai dengan sipemakai, daerah dan kedudukannya.Destar raja
Alam bernama “dandam tak sudah”
(dendam tak sudah). Penghulu memakai deta gadang (destar besar) atau saluak batimbo (seluk bertimba). Deta Indomo Saruaso bernama Deta Ameh (destar emas). Deta raja di pesisir bernama cilieng manurun (ciling menurun).
Destar atau seluk yang melilit di kepala penghulu seperti kulit yang menunjukkan isi dengan pengertian destar membayangkan apa yang terdapat dalam kepala seorang penghulu. Destar mempunyai kerut, merupakan banyak undang-undang yang perlu diketahui oleh penghulu dan sebanyak kerut dester itu pulalah hendaknya akal budi seorang penghulu dalam segala lapangan. Jika destar itu dikembangkan, kerutnya mesti lebar. Demikianlah paham penghulu itu hendaklah lebar pula sehingga sanggup melaksanakan tugasnya sampai menyelamatkan anak kemenakan, korong kampung dan nagari. Kerutan destar juga memberi makna, bahawa seorang penghulu sebelum berbicara atau berbuat hendaklah mengerutkan kening atau berfikir terlebih dahulu dan jangan tergesa-gesa.
0 Comments