Ticker

6/recent/ticker-posts

Sejarah Perguruan Silat “Persaudaraan Setia Hati Terate” (PSHT) di Kota Padang

 


Oleh Andini Sukmawati 

Jurusan Sastra Daerah Minangkabau 

Fakultas Ilmu Budaya, Mahasiswi Universitas Andalas


     Ki Ngabei Ageng Soerodiwirjo nama kecilnya Muhammad Masdan lahir pada tahun 1876 di Surabaya putra sulung Ki Ngabei Soeromihardjo. Pada tahun 1891 saat Eyang Suro yang biasa disebut Muhammad Masdan pergi merantau dari Jawa ke Jakarta, ke Bengkulu dan kemudian pergi ke Padang beliau berguru dengan datuk Rajo Batuah yang mengajarkan ilmu kerohanian. Datuk Rajo Batuah adalah orang sakti atau pendekar yang ada di ada di Sumatra Barat khusunya di Padang. Pada usia yang relative muda Eyang Suro pergi ke masjid untuk belajar mengaji di pondok pesantren Tebu Ireng Jombang, dan disini lah beliau belajar pencak silat. Kemudian setelah beberapa lama beliau mendapatkan beberapa jurus, jurus tersebut antara lain :

1. Jurus Alang laweh

2. Jurus Alai 

3. dll


     Setelah beliau mendapatkan jurus-jurus tersebut dari perguruan yang ada di Banten, Bengkulu, kemudian di Sumatra Barat dan di Bali. Kemudian di gabunglah jurus-jurus tersebut oleh Eyang Suro dan diberi nama jurus dari Eyang Suro. Ada beberapa murid yang salah satunya bernama Ki Hajar Hardjo Oetomo. Tahun 1892 pindah ke Bandung tepatnya di Parahyangan di daerah ini beliau berksempatan menambah kepandaian ilmu pencak silat. Ki Ageng Soerodiwirjo adalah seorang yang berbakat, berkemauan keras dan dapat berfikir cepat serta dapat menghimpun bermacam-macam gerak langkah permainan. Pencak silat yang di ikuti antar lain:

Cimande, Cikalong, Cibaduyut, Ciampea, dan Sumedangan.


    Pada tahun 1894 Ki Ageng Soerodiwirdjo pindah ke Bengkulu karena pada saat itu orang yang di ikutinya (orang Belanda) pindah kesana.di Bengkulu permainanya sama dengan di jawa barat, enam bulan kemudian pindah ke Padang. Di Padang Ki Ageng Soerodiwirjo juga memperdalam dan menambah pengetahuannya tentang dunia pencak silat.

Permainan yang diperoleh di Minangkabau antara lain :

Permainan Padang Pariaman, Permainan Padang Sidempoan, Permainan Padang Panjang, Permainan Padang Pasir / Padang baru, Permainan Padang sikante, Permainan Padang Alai,Pauh 5, Permainan Padang partaikan dan Permainan tariakan.


     Pada tahun 1922 Ki Hajar Hardjo Oetomo masuk sarekat islam (SI) jadi pengurus dan mengadakan kegiatan menentang penjajah dan mendirikan SH pencak sport club di Desa Pilang Bangau, karena ada kata pencak Minangkabau yang dibubarkan Belanda. Kemudian dirubah menjadi pemuda sport club (PSC) sampai dengan tahun 1942 murid pertama beliau bernama idris. 


    Pada tahun 1942 saat pendudukan Jepang SH pemuda sport club dirubah menjadi SH Terate, atas usulan dan inisiatif Soeratno Surengpati warga SH PSC dan tokoh pergerakan Indonesia muda dan saat itu SH  Terate bersifat perguruan tanpa organisasi. 


     Pada tahun 1948 atas prakarsa bapak Soetomo Mangkudjojo, bapak Darsono dan kawan-kawan mengadakan konferensi di Piliang Bangau (rumah alm bapak Hardjo Oetomo) hasil konferensi warga SH Terate yang bersifat perguruan dirubah menjadi persaudaraan dan yang pertama kali memimpin SH Terate adalah bapak Soetomo Mangkudjojo dan bapak Darsono sebagai wakilnya. 


      Tahun 1950 bapak Soetomo Mangkodjojo pindah ke Surabaya, saat itu ketua pusat dipegang oleh bapak Irsad dan pada tahun ini juga bapak Hardjo Oetomo mendapat pengakuan pemerintah sebagai salah satu pejuang perintis kemerdekaan atas jasanya melawan pemerintah Belanda. Ketua pusat pun secara bergantian antara bapak Irsad dan kembali ke bapak Soetomo Mangkudjojo.


      Pertengahan tahun 2014 adanya perubahan komposisi dimana bapak Krat.H.Tarmadji Boedi Harsono sebagai dewan pusat dan bapak Kol.Purn Richard Simorangkir sebagai ketua pusat dan karena bulan desember bapak Kol.Purn.Richard Simorangkir meninggal dunia ketua pusat mulai Januari 2015 dijabat oleh bapak DRS.H.Arief  Suryono.


     Cabang perguruan silat PSHT sendiri sudah ada di berbagai negara seperti Belanda, malaysia, Singapure, Timur Laste, Indonesia, dan sebagainya. Salah satu cabang yang ada di Indonesia terletak di Sumatera Barat khusunya Kota Padang. Perguruan Silat Setia Hati Terate juga terdapat di beberapa daerah di Kota Padang antara lain adalah seberang Padang, di seberang Palinggam, dua tempat di Tunggul Hitam, dan Lapai. Hingga saat sekarang perguruan silat Persaudaraan Setia Hati Terate di Kota Padang masih berdiri  dan masih melakukan kegiatan-kegiatan seperti biasanya. Perguruan Silat PSHT ini melakukan kegiatan pada malam hari sehabis sholat isya, biasanya dua atau tiga kali seminggu menurut kesepakatan. 


    Pada perguruan “Persaudaraan Setia Hati Terate” (PSHT) layaknya ilmu bela diri memiliki tingkatan-tingkatan pada siswa-siswa atau anggota-anggotanya. Berikut tingkatan-tingkatan silat pada perguruan “Persaudaran Setia Hati Terate”:

1. Sabuk Polos

 Sabuk Polos biasanya disebut sabuk hitam. Sabuk hitam adalah sabuk terendah dalam PSHT.

2. Sabuk Jambon

3. Sabuk Jambon yaitu    sabuk merah jambu.

4. Sabuk Hijau

5. Sabuk Putih

6. Warga Tingkat I

  Sabuk Mori atau sabuk kafan didapatkan setelah siswa mendapatkan pengesahan atau pelantikan.Pengesahan dilakukan biasanya menggunakan ayam jago atau ayam jantan.Ayam jago yang digunakan merupakan ayam terbaik.Kemudian menggunakan pisang raja, kain kafan dan umbu rampe (persyaratan lainnya).

   Penggunaan syarat-syarat yang dipakai dalam pada pengesahan sebagai warga tingkat I memiliki arti dan makna. Penggunaan ayam jago memiliki makna diharapkan yang disahkan pada saat itu bisa menjadi jagonya masyarakat, agama, nusa dan bangsa. Penggunaan pisang raja memiliki makna agar orang yang disahkan dapat menjadi pemimpin dan paling tidak bisa memimpin dirinya sendiri. Penggunaan kain kafan (sesuai dengan ajaran Islam) bahwa orang tersebut telah berserah diri kepada Allah SWT mengenai datangnya kematian. Di PSH Terate sendiri sudah mempersiapkan diri, dia sudah siap dengan kain kafanya. Ketika setiap saat di panggil oleh Allah SWT dia tidak merepotkan orang lain.

7. Warga Tingkat II

   Setelah lima belas tahun mengabdi dan mendapatkan rekomendasi dari pengurus cabang. Bagi yang lulus seleksi dapat disahkan menjadi warga tingkat II.     Pengesahan pada tingkat dua yaitu salah satunya memakai ikan emas, belut, lele (yang berasal dari sungai, bukan penangkaran), ikan gabus.

8. Warga Tingkat III

   Biasanya hanya satu atau dua orang yang berada sebagai Warga Tingkat III.Hanya orang-orang terpilih dan biasanya orang yang sakti pada perguruan tersebut.Pengesahan pada tingkat tiga menggunakan burung pelatuk.


    Data-data yang terdapat di atas didapatkan hasil wawancara dengan narasumber dari Ketua Cabang Kota Padang, Ketua Pengurus/Perwakilan Pusat di Sumatera Barat yang bernama BPk. Drs. H. Hudi Sutomo berumur 58 tahun. Wawancara dilakukan pada tanggal 24 Oktober 2021 di Kota Padang.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS