Ticker

6/recent/ticker-posts

Sampelong Paambuih Sijundai





Ditulis oleh Jaya Putra Ramadhan, 


Mahasiswa Universitas Andalas, 


Fakultas Ilmu Budaya,


Jurusan Sastra Minangkabau.


“Indak kayu janjang kapiang,


 Dapek urang nan den cinto,


 Tolong Tangkurak sarato gasiang,


 Namuah di suruah jo sarayo”


Kalimat di atas merupakan potongan mantra-mantra Sijundai. Sedangkan Ssjundai adalah sebuah istilah atau penyakit yang hanya melekat pada diri perempuan dan apabila kita menanyakan siapa pelakunya, sudah jelas pelakunya adalah kaum laki-laki. Hal ini biasanya disebabkan karena perempuan itu telah mengkhianati hati laki-laki tadi. Maka dari itu, laki-laki tersebut melakukan ritual sijundai yang ditujukan kepada perempuan yang telah menyakiti hatinya. Sijundai ini sering disandingkan dengan sebuah alat musik tiup yaitu Sampelong. 


Sodam sebutan bagi masyarakat Talang Maur, Kabupaten Lima Puluah Kota terhadap Sampelong. Sampelong merupakan salah satu alat musik tiup yang ada di Minangkabau, terbuat dari bambu jenis talang yang sudah dikeringkan dan banyak tumbuh di daerah Darek Minangkabau. Satu bagian ujung talang dipotong tanpa mengambil buku-bukunya (dalam keadaan polos dan bersih didalam nya), bagian satu nya tertutup oleh buku. Panjang ruasnya sekitar 50cm dengan diameter 8-10cm, dan memiliki empat buah lobang yang menghasilkan nada. Sampelong terdiri dari dua bagian dua lobang pada ujung sampelong serta empat lobang untuk menghasilkan nada-nadanya, yaitu lobang atas untuk meniupkan arus udara kedalam sampelong dan lobang bawah tempat keluar arus udara yang ditiupkan. 


Cara membuat sampelong pun cukup mudah yaitu dengan memilih bambu berjenis talang yang ringan tetapi kuat, lalu bambu itu dijemur hingga kering, setelah itu barulah diukur kurang lebih 40-50cm dan dipotong menjadi satu bagian yang akan digunakan, setelah menjadi satu bagian yang akan digunakan lalu dibersihkan bagian dalam bambu tersebut tetapi membiarkan satu sisinya berisi buku bambu dengan bertujuan sebagai lobang peniupnya dan melobangi empat bagian lobang untuk menghasilkan nada.


Sampelong dahulu dikenal mistis karena sampelong tersebut biasa dimainkan dengan unsur magis yang dinamai dengan Sijundai. Sijundai tersebut bertujuan untuk mengguna-gunai targetnya menggunakan gasing (gasiang tangkurak) dan foto si target.. Sijundai sebagai sebuah kegiatan ritual yang dipenuhi berbagai persyaratan yang ketat dan terpilih seperti: 


Penggunaan dan tujuan.


Waktu penyelenggaraan.


Tempat melaksanan ritual.


Persiapan dan perlengkapan ritual.


Jalannya ritual.


Peserta ritual.


Penggunaan sampelong untuk sijundai tidak bisa digunakan dengan sesuka hati. Syarat utamanya: harus ada yang meminta pertolongan untuk membalaskan sakit hatinya, ataupun melakukannya sendiri (bertindak sebagai pawang [dukun] sendiri). Biasanya sijundai merupakan jalan terakhir untuk membalaskan sakit hati dan kekecewaan atas Kasiah Tak Sampai itu. Syarat-syarat dalam ritual sijundai dengan sampelong antara lain:


Kain putih satu kabung (182cm).


Kain hitam satu kabung.


Kain merah satu kabung.


Sebilah pisau yang masih baru.


Benang tujuh warna.


Kemenyan putih.


Sejumlah uang kepada orang yang melaksanakan ritual.


Obat-obatan, gasing tengkurak.


Hasil yang diinginkan dari ritual ini adalah mendatangkan penyakit sijundai pada orang tersebut (target). Hal yang menarik di sini, penyakit Sijundai itu sendiri dapat ditujukan kepada (untuk) perrempuan saja, tidak bisa untuk laki-laki. Waktu yang baik untuk melakukan Sijundai dalam kepercayaan masyarakat sekitar Talang Maur ini adalah hari yang kareh (hari selasa dan sabtu) karena pada hari-hari itulah biasanya mudah kedatangan bencana atau penyakit. Tempat yang biasanya untuk melakukan ritual sjiundai ini ialah di pinggiran kampung, tempat yang jauh dari keramaian, pondok-pondok yang ada di atas bukit atau di tempat yang dianggap sakti lainya. 


Persiapan sebelum melakukan sijundai ialah seperti ramuan yang berisi helaian rambut calon korban, potongan kuku, sisa nasi, segenggam tanah bekas pijakan calon korban, foto calon korban. Kekuatan utama dalam pelaksanaan Sijundai terletak pada mantera-mantera dan pencapaian makrifat si pelaksana itu sendiri (pawang atau dukun). Tata cara ritual  magis ini biasanya memiliki beberapa tahap seperti:


melekatkan potongan kuku, rambut, serta sisa nasi dari sikorban pada ujung sampelong, sebagian dilekatkan pada gasiang tangkurak, lalu di asapi oleh kemenyan (kumayan). 


selanjutnya, segumpal tanah bekas injakan si korban itu ditaburkan di tempat pembakaran kemenyan. Foto korban diletakkan di depan orang yang akan memutarkan gasiang tengkorak tersebut.


sebelum melaksanakan sampelong-sijundai, mereka (pemain) harus tahu dahulu nama atau gelar dari tengkorak orang yang di ambil tulang keningnya untuk dijadikan gasing ini. Karena, roh dia lah yang disuruh untuk melaksanakan apa yang menjadi tujuan sijundai tersebut.


lalu, sampelong ditiupkan dan diikuti dengan orang yang memainkan gasiang tengkurak. Selanjutnya, dendang sampelong dilantunkan sambil memanggil nama atau gelar (semasa hidupnya) dari pemilik tengkorak yang dijadikan tersebut. 


setelah panggilan gasing dilakukan, dimulailah nyanyian berupa mantera-mantera yang diiringi dengan melodi sampelong dan bunyi gasiang. Isi mantera-mantera tersebut berupa keinginan-keinginan yang bisa ditimpakan kepada si korban.” 


Sekarang sampelong sudah jarang dimainkan dengan sijundai, sampelong juga biasa disajikan dalam konteks upacara adat syair lagu sampelong intinya berbentuk pantun yang mengungkapkan berbagai aspek kehidupan dalam lingkungan budayanya, apabila syair lagu itu sampai kepada penonton dan biasanya penonton akan memberikan respon positif. Sampelong memiliki tangga nada pentatonis, yang memiliki empat buah lobang nada tetapi, menghasilkan lima buah nada yaitu sol-la-do-re-mi. Tetapi sampelong pada masa sekarang dikolaborasikan dengan alat musik tiup lainnya seperti: saluang, bansi, sarunai, pupuik, dan alat musik gesek seperti: rabab, dan instrumen perkusi seperti: rebana, gandang, dan sebagainya.


Berdasarkan pembahasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa alat musik tiup sampelong yang berasal dari daerah Talang maur, Kecamatan Mungka, Limo Puluah Koto, Sumatera Barat. Pada masa dahulu sangat dekat dengan unsur magis yang sangat mematikan, bisa mengguna-gunai seseorang ketika sampelong itu dimainkan dengan sijundai, tetapi sekarang sampelong sudah tidak digunakan lagi untuk hal yang berbau unsur magis itu. 


Sampelong pun sekarang sudah jarang dimainkan dengan dendang-dendang Minang yang berisi pantun-pantun Minangkabau dan bertujuan untuk menyampaikan pesan kepada pendengar nya yang memiliki suasana sedih, gembira. Tetapi sampelong sekarang dikaloborasikan dengan alat-alat musik Minangkabau lainnnya seperti talempong, gandang, sarunai dan lain-lain yang menghasilkan sebuah komposisi musik atau instrument instrumen musik Minangkabau yang enak didengar.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS