Ticker

6/recent/ticker-posts

Gasiang Tangkurak



Oleh : Muhammad Khairul


Gasiang tangkurak adalah praktik ilmu hitam untuk mengganggu, menganiaya, dan menarik hati orang lain lewat bantuan jin yang pelaksanaannya dilakukan oleh dukun atau seseorang yang sudah memutus makrifat. Hal ini dilakukan karena merasa di hina oleh perempuan yang disukainya, tetapi si perempuan tidak menyukainya hingga melukai hatinya. Mula-mula lelaki yang merasa jadi korban karena cintanya ditolak dan di hina, kemudian lewat ritual ini perempuan menjadi korban karena ia dipaksa secara gaib untuk takluk kepada orang tidak dicintainya. Hal banyak dilakukan pada zaman dahulu, sangat populer sampai sekarang hingga juga ada lagunya di ranah minang.

Sebelum melakukan ritual gasiang tangkurak, orang yang meminta tolong kepada pawang atau dukun untuk melakukan ritual ini terlebih dulu mesti menyiapkan berbabagai sesaji berupa nasi kuning, bareh rondang (beras yang telah direndang), bungo panggia-panggia (bunga untuk memanggil makhluk halus), kemenyan, serta salah satu unsur yang ada pada diri perempuan yang dimaksud seperti rambut, kuku, bagian dari pakaian, foto, dan sebagainya.

cara membuat gasing tengkorak ini juga banyak versinya. Pertama, dibutuhkan tengkorak wanita yang meninggal ketika melahirkan. Ada juga yang menyebutkan diambil dari tengkorak seorang anak yang sengaja dibunuh dan tengkorak kepala orang yang mati dibunuh namun sempat melakukan perlawanan sebelum kematiannya

Penggunaan gasing tangkurak ini yaitu, Gasing ini diberi 2 lobang ditengah, diputar beberapa kali, lalu ditarik pada ujung ujungnya sehingga bagian gasing berputar terus menerus. gasing ini bertali kain kafan dan diputarkan pada Kamis petang yang segera dijemput malam Jumat. Mantra dinyanyikan, kemenyan dibakar, dan gasing tengkorak berputar diiringi mantra-mantra, bekerja secara gaib agar orang yang dicintai, hatinya menjadi tunduk berkat bantuan Jihin si Rajo hawa.

Untuk mencapai tingkatan paling tinggi atau hasil optimal dalam mengguna-guna orang lain, persyaratan yang harus dipenuhinya antara lain gasing tengkorak, bonang pincono (benang dengan warna tujuh rupa), telur, kemenyan, dan daun sirih.Setelah syarat-syarat tersebut dipenuhi, si dukun menuju tempat-tempat sepi dan jarang dikunjungi oleh karena dianggap keramat.Nama jin gasiang tangkurak ini adalah Sijundai (Ibilih Rajo Hawa). Gasiang tangkurak sangat berbahaya sekali karena tidak ada ramuan penangkalnya. Siapa yang mengirim dia kembali yang mengobatinya karena saktinya Jihin sehingga jemput terbawa.

Dalam tradisi lisan Minangkabau, gasing tengkorak lahir dari kisah masa lalu tentang seorang pemuda bernama Sibabau yang menderita penyakit kulit sehingga diusir penduduk dengan cara diasingkan di tempat yang bentuknya mirip seperti kandang. Lalu seorang perempuan bernama Puti Losuang Batu menghina Sibabau hingga dia sakit hati. Ia kemudian berdendang sambil sesekali meniup siluang (sejenis seruling yang terbuat dari bambu dengan lima lobang melodi) untuk menghilangkan kesedihannya. Lewat ritual yang dilengkapi berbagai persyaratan, Puti Losuang Batu akhirnya tergila-gila kepada Sibabau yang telah dihinanya. Oleh para dukun, dendang ini dijadikan sebagai mantra untuk memanggil makhluk halus yang digunakan untuk Pakasiah

Kisah cinta ini kemudian dipandang masyarakat sebagai kesenian sakti dan menakutkan. Para pemuda yang merasa terhina oleh gadis-gadis dan cintanya ditolak, kerap datang kepada pawang atau dukun untuk membalaskan sakit hatinya dan untuk mewujudkan keinginannya. Maka dari itu di ingatkan lagi kepada gadih-gadih di minangkabau agar menjaga selalu lisannya kepada laki laki, jangan karena “dek ulah talompek kato mamanjek dindiang jadinyo”. Gasiang tangkurak sudah jarang digunakan karena perkembangan zaman tetapi bagaimanapun itu perempuan harus tetap menjaga lisannya, harus tetap bamuluik manih seperti kata pepatah “walaupun singo di dalam paruik, kambiang juo nan kalua” karena pengguna gasiang tangkurak sampai sekarang masih ada di Ranah Minang ini.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS