Ticker

6/recent/ticker-posts

TRADISI RAYO ANAM DI SIKALADI YANG MASIH TERLESTARI HINGGA SAAT INI


Oleh Tazsya Putri Selindra (Mahasiswa Sastra Minangkabau Universitas Andalas)




Siapa sih yang tidak mengenal hari raya idul fitri? Hari kebesaran umat islam yang dirayakan setiap tahunnya setelah sebulan berpuasa. Pada umumnya umat islam merayakan hari raya idul fitri tepatnya tanggal 1 Syawal pada penanggalan Hijriyah. Berbeda dengan masyarakat Sikaladi, mereka menyambut hari raya idul fitri enam hari setelah lebaran (1 Syawal). Nah kali ini penulis akan membahas tentang salah satu tradisi yang ada di Sikaladi Pariangan, Tanah Datar yaitu tradisi Rayo Anam. 

Pelaksanaan perayaan Tradisi Rayo Anam ini, melibatkan banyak masyarakat Pariangan, terutama masyarakat jorong Sikaladi. Jika dilihat dari sudut pandang sosial dan etika, tradisi itu memiliki nilai yang sangat penting, khususnya bagi masyarakat Sikaladi. Menurut masyarakat setempat, makna dari Tradisi Rayo Anam ini yaitu untuk melaksanakan hubungan sosial halal bii halal antar warga dan juga mempererat hubungan sesama manusia baik antar individu maupun seluruh masyarakat Sikaladi. Selain itu, berkumpul di pekuburan juga sebagai bentuk silaturahmi masyarakat kaum dari pesukuan. Dengan berkumpul bersama, seluruh masyarakat kaum dapat saling mengenal antara sesama baik yang pulang dari perantauan maupun yang jarang bertemu karena sibuk dengan pekerjaan.

Tradisi dan budaya merayakan hari rayo anam ini masih terus dilestarikan oleh masyarakat setempat. Tradisi ini dilaksanakan dipandam pakuburan kaum. Di Jorong Sikaladi, Nagari Pariangan, Kecamatan Pariangan, Tanah Datar. Pelaksanaan tradisi rayo anam ini dilaksanakan enam hari setelah ditetapkannya hari Raya Idul Fitri atau 6 Syawal setelah menjalankan puasa Ramadhan selama 30 hari, dan dilanjutkan dengan puasa Syawal. Setelah melakukan puasa sunnah 6 hari selepas Idul Fitri, masyarakat Jorong Sikaladi kemudian baru melanjutkannya dengan tradisi yang disebut dengan rayo anam tersebut.

Biasanya masyarakat Sikaladi merayakannya pada hari kamis pertama setelah puasa enam di bulan Syawal, dan puncaknya pada petang Kamis di pandam pekuburan. Masyarakat meyakini petang Kamis dan malam Jum'at adalah waktu kembalinya arwah nenek moyang mereka ke dunia untuk melihat anak cucunya. Adapun perayaan Hari Rayo Anam bermula di bawah kepemimpinan Kampuang Panji Datuak Tanjuang, kemudian turun kepada Datuak Garang, dari Datuak Garang turun temurun hingga saat ini. 

Meriahnya tradisi Rayo Anam ini dibandingkan dengan hari raya Idul Fitri terlihat saat seluruh anak kemenakan Jorong Sikaladi, baik yang tinggal di kampung halaman maupun di perantauan pulang untuk berkumpul bersama. Selain itu, Hari Rayo Anam ini juga sebagai bentuk merajut tali silaturahmi masyarakat kaum dari sepesukuan. Dengan berkumpul bersama, seluruh masyarakat kaum baik yang sepesukuan maupun yang tidak sepesukuan dapat saling mengenal antar sesama. Adapun suku-suku yang terdapat di 4 jorong nagari Pariangan ini yaitu suku pisang, suku koto, suku malayu, suku dalimo panjang, suku dalimo singkek dan suku sikumbang. 

Dalam perayaan Tradisi Rayo Anam masyarakat setempat melakukan beberapa hal yang akan dipersiapkan untuk proses pelaksanaan tradisi tersebut, yaitu tepat pada hari kamis sejak jam sembilan pagi, kaum ibu sudah mulai mengantarkan jamba atau bawaan berupa makanan ke lokasi acara yang berada di tanah lapang berdekatan dengan kompleks pemakaman. Para ibu-ibu atau perempuan disetiap rumah menyediakan dan membawa bekal baik itu makanan berat maupun makanan ringan dengan talam (tudung saji) untuk dibawa kepandam pakuburan pasukuan. Di dalam talam berisikan nasi bungkus dan makanan lainnya untuk diserahkan kepada masyarakat yang hadir, mulai dari anak-anak hingga tokoh masyarakat dan para perantau. 

Mereka menjujung talam di atas kepala untuk membawa makanan ke pekuburan sapasukuan dari rumah masing-masing, yang kemudian akan disantap secara bersama-sama. Tetapi sebelum makan bersama mereka melakukan do'a, zikir, tahlil hingga salawat kepada Nabi. Hal ini ditujukan agar pendahulu dari anggota kaum, seluruh amal ibadahnya dapat diterima oleh Allah SWT. Setelah itu baru dilakukan makan bersama dengan masyarakat kaum di pandam pekuburan. Selain berziarah ke makam leluhur, mereka sekaligus bersilaturahmi bersama sanak saudara, dan para perantau tadi ikut melaksakannya.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS