www.jurnalissumbar.id
Hal itu menjadi kesimpulan dalam rapat dengar pendapat DPRD Sumatera Barat dengan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi, Yosmeri, Kamis (19/9/2019) terkait rencana penertiban kapal bagan di kawasan Danau Singkarak. Penangkapan dengan menggunakan bagan dan lampu dikhawatirkan mengganggu populasi ikan bilih sehingga mengancam kelestarian ikan endemik danau tersebut.
Wakil Ketua Sementara Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Barat Irsyad Syafar. Lc. sepakat untuk dilakukan penertiban nelayan bagan tetap dilakukan, demi kelestarian
ikan bilih yang berada di Danau Singkarak. Meski demikian dengan catatan, harus
ada solusi agar masyarakat nelayan tidak kehilangan mata pencarian.
Hal itu menjadi kesimpulan dalam rapat dengar pendapat DPRD Sumatera Barat dengan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi, Yosmeri, Kamis (19/9/2019) terkait rencana penertiban kapal bagan di kawasan Danau Singkarak. Penangkapan dengan menggunakan bagan dan lampu dikhawatirkan mengganggu populasi ikan bilih sehingga mengancam kelestarian ikan endemik danau tersebut.
“Untuk
kelestarian ikan bilih, kita sepakat dilakukan penertiban karena penangkapan
dengan menggunakan bagan dan lampu akan mengganggu populasi ikan bilih,”
kata Irsyad.
Dia
setuju DKP bersama tim melakukan penertiban terhadap bagan yang
beroperasi di Danau Singkarak. Namun meminta penertiban dilakukan dengan
pendekatan persuasif sehingga tidak menimbulkan gesekan.
“Silahkan
dilanjutkan penertiban, namun dengan cara elegan. Komunikasikan dengan baik
agar tidak menimbulkan gesekan,” ujarnya.
Selanjutnya,
dia meminta agar DKP memprogramkan bantuan peralatan tangkap yang sesuai dengan
aturan kepada nelayan bagan tersebut. Dengan demikian, upaya pelestarian
ikan bilih di Danau Singkarak dapat berjalan, namun mata pencarian masyarakat
tidak diabaikan.
“Harus
ada solusi untuk masyarakat nelayan kapal bagan, dengan memberikan bantuan
peralatan tangkap yang sesuai dan ramah lingkungan.
Upaya pelestarian ikan bilih dapat berjalan sementara mata pencarian masyarakat tetap harus diperhatikan,” ujarnya.
Upaya pelestarian ikan bilih dapat berjalan sementara mata pencarian masyarakat tetap harus diperhatikan,” ujarnya.
Dia
melihat, upaya sosialisasi kepada masyarakat terkait rencana penertiban sudah
cukup, karena sudah berjalan dua tahun lebih.
Untuk itu, Pergub yang sudah diterbitkan sudah bisa dijalankan secara maksimal. Disamping itu, nantinya, upaya pelestarian Danau Singkarak juga akan memiliki payung hukum berupa peraturan daerah (perda).
Untuk itu, Pergub yang sudah diterbitkan sudah bisa dijalankan secara maksimal. Disamping itu, nantinya, upaya pelestarian Danau Singkarak juga akan memiliki payung hukum berupa peraturan daerah (perda).
Senada,
anggota DPRD Sumbar asal Kabupaten Tanahdatar, Arkadius Datuak Intan Bano
menambahkan, pelestarian Danau Singkarak termasuk ikan bilih sebagai spesies
endemiknya harus dilakukan. Danau Singkarak memiliki potensi ekonomi besar di
sektor pariwisata dan ikan bilih menjadi salah satu daya tarik bagi wisatawan
untuk datang berkunjung.
“Danau
Singkarak diaku sebagai danau terindah di dunia, jadi potensinya besar di
sektor pariwisata termasuk ikan bilih sebagai spesies endemik di danau itu.
Jangan sampai potensi ini terganggu dan ikan endemiknya punah, sehingga
penertiban baganharus dilakukan,” kata Arkadius.
Meski
demikian, dia mewanti-wanti pemerintah daerah agar jangan mengabaikan nasib
masyarakat nelayan bagan yag terkena penertiban. Untuk mereka harus ada
solusi agar mata pencarian masyarakat tetap berjalan.
”
Penangkapan ikan bilih boleh dilakukan tetapi tidak menggunakan bagan dan
jaring angkat. Hanya menggunakan peralatan tradisional dengan mata jaring lebih
besar untuk melestarikan ikan bilih,” ungkapnya.
Dalam
rapat dengar pendapat tersebut, Kepala DKP Sumatera Barat Yosmeri memaparkan,
bahwa upaya penertiban tidak dilakukan dengan serta merta. Pergub yang menjadi
dasar dilakukannya penertiban tersebut sudah diterbitkan dan disosialisasikan
sejak dua tahun lalu.
“Pergub
diterbitkan tahun 2016, sudah dilakukan sosialisasi sampai 2018. Kemudian di
awal tahun 2019 dilakukan penertiban namun masyarakat meminta waktu tujuh bulan
(hingga Juli 2019),” terang Yosmeri.
Penangkapan
ikan bilih dengan bagan menurut Yosmeri tidak saja mengancam populasi
ikan namun juga mengganggu mata pencarian nelayan tradisional lain yang tidak
menggunakan bagan. Sebab, yang menjadikan ikan bilih sebagai sumber
ekonomi tidak saja mereka yang menggunakan kapal bagan.
“Kalau
nelayan bagan hanya sekitar 300 orang, namun nelayan ikan bilih dengan
peralatan tradisional ribuan orang. Belum lagi masyarakat yang mengolah,”
bebernya.
Dia
menambahkan, dalam melakukan penangkapan, bagan menggunakan jaring angkat
dan lampu. Sementara nelayan tradisional hanya mengandalkan jaring sehingga
hasil tangkapan lebih sedikit namun lebih ramah lingkungan.
Rencana
penertiban lanjutan oleh tim DKP Provinsi Sumatera Barat sebelumnya telah
diadukan oleh nelayan bagan di Danau Singkarak ke DPRD Sumatera Barat.
Pekan lalu, perwakilan nelayan telah mendatangi DPRD Sumbar untuk mengadukan
persoalan tersebut.
Wali nagari Paninggahan Yoserizal.
S.Ag mendukung upaya penertiban yang
dilakukan oleh dinas Kelautan dan Perikanan propinsi Sumbar karena merusak kelestarian ikan bilih,
Upaya ini dilakukan
pemerintah dan perintah nagari salingka danau Singkarak, demi untuk pelestarian
ikan bilih yang kian lama kian hilang populasinya.
Yoserizal berharap kepada
dinas Perikanan dan Kelautan Sumbar untuk melakukan razia ini betul betul menegakkan
perda dan pergub jangan beri angin segar lagi.
#Red
0 Comments