Ticker

6/recent/ticker-posts

Media Sosial dan Transformasi Gerakan Sosial di Indonesia

Oleh ' Alif M Danza Departemen Ilmu Politik, Universitas Andalas, Padang


Dalam beberapa tahun terakhir, media sosial telah menjadi ruang politik baru yang semakin penting dalam dinamika gerakan sosial di Indonesia. 

Berbagai gelombang protes daring menunjukkan bahwa masyarakat kini memanfaatkan platform digital tidak hanya untuk menyampaikan aspirasi, tetapi juga untuk membentuk solidaritas dan identitas kolektif yang melampaui batas geografis. Fenomena seperti #ReformasiDikorupsi, #SaveKPK,dan #PercumaLaporPolisi.

Menunjukkan bagaimana opini publik dapat berkembang secara cepat dan masif melalui jaringan digital. Menurut pandangan saya, perubahan ini menandai transformasi fundamental dalam cara masyarakat menyuarakan kritik terhadap negara. Media sosial tidak lagi berfungsi sebagai medium komunikasi belaka, melainkan telah menjadi arena politik yang memungkinkan masyarakat mengembangkan suara kolektif, menghasilkan narasi tandingan, dan menantang otoritas resmi.

Saya berpendapat bahwa kekuatan utama media sosial dalam gerakan sosial terletak pada kemampuannya memproduksi dan menyebarkan emosi kolektif. 


Algoritma platform digital pada dasarnya memprioritaskan konten yang memicu reaksi emosional seperti kemarahan, empati, dan rasa ketidakadilan. 


Hal ini membuat gerakan sosial digital berkembang dalam ekosistem afektif yang sangat intens. 

Konten yang menyentuh sisi emosional masyarakat lebih mudah viral, dan pada gilirannya menciptakan ikatan emosional antar pengguna yang belum pernah bertemu secara langsung. 

Konteks ini sejalan dengan pemikiran Castells (2012) yang menjelaskan bahwa gerakan sosial kontemporer beroperasi melalui jaringan komunikasi yang menciptakan ruang publik baru, serta Tufekci (2017) yang menekankan bahwa mobilisasi cepat dalam gerakan digital sering kali digerakkan oleh kekuatan emosional lebih daripada struktur organisasi formal. 


Menurut saya, justru dalam dinamika emosi inilah solidaritas digital terbentuk dan direproduksi.

Tindakan represif negara di ruang digital sering kali tidak melemahkan gerakan sosial, melainkan memicu respons berantai berupa solidaritas yang lebih luas. Peningkatan kriminalisasi warganet, pemanggilan aktivis karena unggahan daring, hingga pembatasan internet di beberapa daerah pernah dilakukan pemerintah, tetapi tindakan tersebut sering menimbulkan efek balik. Masyarakat tidak hanya bersimpati pada pihak yang ditekan, tetapi juga menginterpretasikan tindakan tersebut sebagai bukti ketidakadilan struktural yang memperkuat legitimasi gerakan. Ini sejalan dengan konsep backfire effect yang dijelaskan Davenport (2015), yakni kondisi ketika tindakan represif justru memobilisasi dukungan yang lebih besar terhadap kelompok yang ditekan. Dalam pandangan saya, fenomena ini sangat terlihat dalam konteks Indonesia, di mana kritik terhadap perangkat hukum seperti UU ITE sering memicu diskusi publik yang lebih luas dan mendorong munculnya narasi perlawanan baru.

Meski demikian, gerakan sosial digital juga memiliki keterbatasan yang harus diakui. Mobilisasi cepat yang bergantung pada emosi cenderung menghasilkan gerakan yang kurang stabil dan mudah meredup ketika fokus publik bergeser. Selain itu, penyebaran informasi yang tidak akurat atau manipulatif dapat merusak kredibilitas gerakan dan menciptakan kebingungan di kalangan pendukung. Saya melihat bahwa ketergantungan pada dinamika algoritma dapat melemahkan upaya gerakan menciptakan perubahan kebijakan yang berkelanjutan. Walaupun begitu, kelemahan ini tidak menghilangkan kontribusi penting gerakan sosial digital dalam membuka ruang partisipasi masyarakat yang lebih inklusif dan egaliter.

Secara keseluruhan, saya berpendapat bahwa media sosial telah melakukan demokratisasi terhadap ruang publik di Indonesia. Ia memberi suara kepada kelompok yang sebelumnya tidak terdengar, memperkuat solidaritas lintas kelas sosial, serta memungkinkan masyarakat untuk membentuk narasi tandingan terhadap wacana resmi negara. Meskipun gerakan sosial digital masih menghadapi tantangan dalam hal konsolidasi dan efektivitas kebijakan, kehadirannya telah mengubah secara signifikan hubungan antara negara dan masyarakat. Media sosial, dengan segala kompleksitasnya, telah menjadi arena penting bagi artikulasi kritik sekaligus ruang reproduksi solidaritas yang tidak dapat lagi dipisahkan dari studi gerakan sosial kontemporer.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS