Ticker

6/recent/ticker-posts

Warisan dari Ranah Bundo: Ketika Hukum Adat Menyatu dengan Agama

Oleh :Muhammad Fawzan mahasiswa ilmu budaya universitas Andalas Padang 


Ketika berbicara tentang Minangkabau, banyak orang mungkin membayangkan rumah gadang yang megah, rendang yang harum, atau pepatah bijak yang terdengar seperti puisi. Namun ada satu warisan lain yang tak kalah penting, sistem hukum adatnya, jalinan antara budaya, akal, dan spiritualitas. Bagi orang Minang, hukum bukan sekadar aturan, ia adalah cara hidup yang lahir dari kesepakatan manusia dan wahyu Ilahi.


Falsafah “Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah” bukan hanya slogan, melainkan landasan kehidupan. Adat berjalan di atas syariat, dan syariat bersumber dari Kitabullah. Hubungan ini menciptakan keseimbangan yang khas: adat mengatur hubungan manusia dengan sesama dan alam, sedangkan syarak menuntun hubungan manusia dengan Tuhan.


Pembagian warisan menjadi contoh nyata dari harmoni itu. Dalam adat Minangkabau yang matrilineal, harta pusaka tinggi diwariskan melalui garis ibu, simbol penghargaan terhadap perempuan sebagai penjaga keluarga. Namun, untuk harta pencarian (hasil kerja pribadi), pembagian dilakukan menurut hukum faraidh dalam Islam. Dua sistem ini berjalan berdampingan tanpa bertentangan. Masyarakat Minang berhasil memadukan adat dan syarak menjadi kesatuan yang saling menghormati, bukan saling meniadakan.


Lebih dalam, hukum adat juga menyimpan struktur sosial yang egaliter. Pepatah “duduak samo randah, tagak samo tinggi” bukan hanya peribahasa, tetapi asas hukum sosial. Semua orang punya hak bicara, semua keputusan diambil melalui musyawarah mufakat. Di sinilah kita melihat bentuk demokrasi tradisional yang telah hidup jauh sebelum istilah itu dikenal luas.


Namun di balik harmoni itu, hukum adat juga mengandung fleksibilitas luar biasa. Adat bisa berubah sesuai zaman melalui kesepakatan, asalkan tidak melanggar nilai dasar Adat Nan Sabana Adat. Ini menunjukkan bahwa masyarakat Minangkabau tidak terjebak romantisme masa lalu, mereka memahami bahwa kehidupan terus bergerak, dan hukum harus mengikuti perubahan tanpa mengorbankan prinsip.


Kini, ketika banyak masyarakat modern kehilangan keseimbangan antara moral dan hukum, sistem adat Minangkabau menjadi cermin penting. Ia mengingatkan bahwa keadilan sejati bukan hanya soal pasal dan hukuman, tapi tentang rasa dan kebijaksanaan, tentang bagaimana aturan mampu menjaga harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan.


Dengan menelusuri hukum adat Minangkabau, kita tidak hanya belajar tentang warisan budaya, tetapi juga tentang filsafat hidup yang memuliakan kesepakatan dan keseimbangan. 

Di tanah Minang, hukum bukan alat kekuasaan, melainkan tali yang mengikat rasa kemanusiaan dan religiusitas menjadi satu kesatuan yang indah.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS