Penulis:Obral Chaniago
Obral Chaniago merujuk pada pandangan dan kritik mengenai tanah ulayat komunal, yang meliputi konsep tanah ulayat milik bersama yang dikelola oleh anggota suatu kaum (seperti kaum Chaniago di Minangkabau), serta permasalahan hukum dan sengketa yang timbul akibat tumpang tindihnya peraturan Perundangan undangan dengan hukum adat terkait tanah ulayat.
Obral Chaniago ini juga menyoroti bagaimana tanah ulayat yang bersipat komunal harus didaftarkan atas nama mamak kepala waris bersama anggota kaum, bukan hanya satu atau beberapa pihak saja, dan bagaimana hal ini memengaruhi proses hak atas tanah.
Tanah ulayat adalah hak milik dari seluruh anggota suatu kaum (misalnya, kaum Chaniago), yang dikuasai dan dikelola oleh mamak kepala waris.
Penguasaan dan pemanfaatan tanah diatur oleh ketentuan adat yang berlaku, bukan hanya berdasarkan hukum perdata.
Tanah ulayat komunal tidak dapat didaftarkan atas nama satu atau beberapa pihak saja, dan harus dipendaftaran dengan mencantumkan nama mamak kepala waris beserta anggota kaum.
Terdapat tumpang tindih antara UUPA (Undang undang Pokok Agraria) dan hukum adat, yang mengakibatkan sengketa tanah ulayat sering terjadi, termasuk sengketa antara masyarakat dengan negara.
Terjadi kesalahan dan pembelokan informasi saat proses pendaftaran tanah, sehingga data sertifikat yang diterbitkan tidak sesuai dengan data awal.
Peralihan hak atas tanah ulayat komunal harus dilakukan oleh mamak kepala waris dengan persetujuan seluruh anggota kaum, yang bisa menimbulkan kerumitan hukum jika tidak dilakukan secara benar.
Sengketa tanah ulayat dapat diselesaikan melalui Kerapatan Adat Nagari (KAN) dan/atau Peradilan Adat dengan musyawarah mufakat.
Jika penyelesaian adat tidak berhasil, maka dapat diajukan ke Pengadilan Formal. Namun, ada kemungkinan terjadinya pertentangan antara peraturan perundang-undangan dengan hukum adat, sehingga perlu adanya perhatian khusus terhadap kasus-kasus tanah ulayat di pengadilan.
Dalam hal ini - Obral Chaniago kritik pungsi dan tumpang tindih tanah ulayat komunal minangkabau jadi 'mainan' pusat, sebagai bukti tanah ulayat komunal yang telah digunakan oleh usaha komersial perusahaan swasta terbuka seperti buat perkebunan sawit.
Seharusnya, kalau sekiranya status hukum tanah ulayat komunal minangkabau merujuk semata pada hukum adat, akan dapat melakukan pentagihan "patigan" atau bagi hasil, minimal sesuai dengan kaedah adat di daerah kultur setempat.(*).
0 Comments