Sebanyak 78.000 nomor induk kependudukan (NIK) yang terdaftar sebagai penerima bantuan sosial (Bansos) pada kuartal 1 tahun 2025 terindikasi masih aktif bermain judi online, yang mana menurut Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bahwasannya sepanjang tahun 2024 yang terlibat bermain judi online dari masyarakat yang menerima Bansos sebanyak 571.410 orang.
Kenyataan ini merupakan hal yamg miris sekali, Ketika bantuan sosial yang memiliki tujuan sebagai rehabilitas sosial, pemberdayaan sosial dan penanggulangan kemiskinan justru disalahgunakan sebagai modal untuk melakukan judi online sehingga bisa memperparah lingkaran setan kemiskinan.
Sasaran utama dari program bantuan sosial(bansos) diberikan kepada masyarakat miskin atau tidak mampu. Jika kita lihat pada laporan ”Profil Kemiskinan di Indonesia maret 2025” yang dikeluarkan oleh BPS yang menunjukan bahwa adanya korelasi yang tinggi antara tingkat pendidikan dengan kemiskinan. Menurut data tersebut, sekitar 74% kepala rumah tangga miskin di Indonesia hanya mengenyam tingkat pendidikan hingga tingkat SMP kebawah. Yang mana hal ini bisa kita tarik kesimpulan bahwasannya mayoritas penerima bansos di Indonesia adalah masarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang terbatas.
Menilai dari hal diatas, kejadian tersebut sangat mungkin terjadi ditengah-tengah masyarakat miskin yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah, karena pada kelompok inilah tercipta sebuah "badai sempurna", yaitu seperti keterbatasan peluang ekonomi yang memicu keputusasaan, rendahnya literasi keuangan yang membuat mereka sulit mengkalkulasi risiko, serta pemasaran judi online yang sangat agresif yang menawarkan harapan palsu.
Kombinasi ketiga faktor ini membuat pilihan untuk berjudi bukan lagi murni sebuah kegagalan moral, melainkan menjadi sebuah jalan keluar yang tampak paling rasional dari sudut pandang mereka yang terdesak. Hal ini menegaskan bahwa masalahnya bukan hanya pada "adanya uang bansos", tetapi pada "ketiadaan pengetahuan" untuk mengelolanya, sehingga setiap solusi harus fokus pada pemberdayaan melalui edukasi.
Fenomena penggunaan dana bansos untuk judi online secara spesifik dapat dijelaskan melalui kurangnya literasi keuangan, yang merupakan komponen krusial dalam Teori Human Capital. Latar belakang pendidikan yang rendah, seperti yang ditunjukkan data BPS, seringkali berbanding lurus dengan minimnya pengetahuan finansial. Ini bukan sekadar ketidakmampuan untuk mengakses peluang ekonomi, tetapi juga ketidakmampuan untuk mengelola sumber daya yang ada secara efektif. Tanpa pemahaman dasar tentang cara menyusun anggaran, dana bansos yang diterima cenderung dilihat sebagai "uang bebas" yang bisa dihabiskan seketika, bukan sebagai aset yang perlu dialokasikan secara cermat untuk kebutuhan jangka pendek dan panjang. Selain itu, mereka mungkin tidak mengetahui atau tidak percaya diri untuk mengakses produk keuangan formal yang lebih aman seperti tabungan mikro, asuransi, atau investasi kecil lainnya. Akibatnya, judi online yang pemasarannya sangat agresif dan mudah diakses melalui ponsel menjadi alternatif yang paling terlihat. Oleh karena itu, tindakan ini adalah manifestasi nyata dari "kemiskinan pengetahuan finansial", bukan hanya kemiskinan materi. Ini menunjukkan bahwa memberikan modal finansial tanpa membangun modal manusia dalam bentuk literasi keuangan adalah strategi yang tidak lengkap dan berisiko tinggi.
Daftar Pustaka
ANTARA News. (2025, 7 Juli). PPATK temukan 571.410 penerima bansos terlibat judi online. Diakses pada 27 Agustus 2025.
Badan Pusat Statistik (BPS). (2025). Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2025. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Becker, G. S. (1993). Human Capital: A Theoretical and Empirical Analysis, with Special Reference to Education (3rd ed.). University of Chicago Press.
Saputra, H. (2024). Ilusi Kemenangan Instan: Analisis Sosiologis Perilaku Judi Online di Kalangan Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Jurnal Sosiologi Digital, 5(1), 45-60.
Suryadi, A., & Purnomo, D. (2024). Pengaruh Investasi Pendidikan dan Kesehatan terhadap Penurunan Tingkat Kemiskinan di Indonesia: Pendekatan Modal Manusia. Jurnal Ekonomi Pembangunan, 25(2), 112-128.
0 Comments