Nama:Mochammad Faiz MaheswaraNIM:2110753006Pendidikan
Pendidikan adalah fondasi utama dalam pembentukan manusia, bukan sekadar media untukmentransmisikan ilmu pengetahuan, melainkan juga sebagai sarana pengembangan karakterdan potensi diri. Dalam praktiknya, sistem pendidikan formal kerap kali tersandera olehstruktur birokratis dan metode yang kaku, sehingga melupakan aspek psikologis danemosional peserta didik. Di tengah kecenderungan tersebut, muncul sebuah karyaautobiografis dari Jepang yang menawarkan sudut pandang baru terhadap dunia pendidikan,yakni novel Totto-chan: The Little Girl at the Window karya Tetsuko Kuroyanagi.Novel ini menceritakan kisah masa kecil penulis saat bersekolah di Tomoe Gakuen, sebuahsekolah alternatif yang didirikan oleh Sosaku Kobayashi pada masa Perang Dunia II. Melaluinarasi sederhana namun menyentuh, Kuroyanagi menghadirkan potret pendidikan yangmenempatkan anak sebagai individu yang unik, aktif, dan utuh. Pendekatan yang diambilKobayashi dalam membina sekolah tersebut sangat selaras dengan prinsip-prinsip teoriHierarki Kebutuhan Abraham Maslow, yang menekankan pentingnya pemenuhan kebutuhandasar sebelum seseorang dapat mencapai aktualisasi diri.Teori Maslow membagi kebutuhan manusia menjadi lima tingkatan: fisiologis, rasa aman,cinta dan rasa memiliki, penghargaan, serta aktualisasi diri. Dalam konteks pendidikan, teoriini mengimplikasikan bahwa proses pembelajaran hanya akan berjalan optimal apabila semualapisan kebutuhan tersebut terpenuhi. Melalui lensa teori Maslow, Tomoe Gakuen tampilsebagai model pendidikan humanistik yang mampu memenuhi setiap tahapan kebutuhantersebut.Pertama, pemenuhan kebutuhan fisiologis dan keamanan tampak jelas dalam kehidupansehari-hari di Tomoe Gakuen. Meskipun sekolah ini tidak mewah—dibangun dari gerbongkereta bekas—lingkungan belajar yang diciptakan sangat memperhatikan kenyamanan fisikanak-anak. Mereka diperbolehkan duduk bebas, membuka jendela, dan belajar dalam suasanasantai. Kepala sekolah juga menaruh perhatian besar pada asupan nutrisi, denganmenganjurkan anak-anak membawa bekal yang mengandung unsur dari laut dan gunung.Lebih dari itu, keamanan emosional juga dijaga dengan tidak adanya hukuman fisik atautekanan akademik yang menakutkan. Dengan suasana suportif dan bebas dari rasa takut,anak-anak pun merasa aman dan siap untuk belajar.Selanjutnya, kebutuhan akan cinta dan rasa memiliki juga sangat diperhatikan. Di TomoeGakuen, relasi antara guru dan murid dibangun atas dasar kasih sayang dan penghargaanterhadap individualitas masing-masing anak. Kepala Sekolah Kobayashi mengenal setiapsiswa secara pribadi dan memperlakukan mereka layaknya keluarga. Salah satu contoh palingmenyentuh adalah hubungan antara Totto-chan dan Yasuaki-chan, seorang murid yangmemiliki keterbatasan fisik. Alih-alih dikucilkan seperti di sekolah umum lainnya,Yasuaki-chan diterima dan dijadikan teman oleh Totto-chan. Pengalaman ini mencerminkanlingkungan yang inklusif dan penuh empati, yang sangat penting dalam membentuk rasamemiliki dan keberhargaan sosial siswa.Tingkat kebutuhan berikutnya adalah penghargaan. Maslow menjelaskan bahwa setiapmanusia membutuhkan rasa dihargai dan diakui. Dalam sistem pendidikan konvensional,penghargaan sering kali diukur melalui nilai dan peringkat. Namun, Tomoe Gakuen memilihpendekatan berbeda. Tidak ada ujian atau sistem nilai di sekolah ini. Anak-anak didoronguntuk memilih mata pelajaran yang mereka sukai terlebih dahulu, dan belajar sesuai denganminat serta ritme masing-masing. Hal ini memungkinkan mereka merasakan otonomi,tanggung jawab, serta penghargaan terhadap keberadaan dan kemampuan pribadi mereka.Totto-chan, yang di sekolah sebelumnya dianggap “bermasalah” karena sifat aktifnya, justrudi Tomoe menemukan ruang untuk berkembang dan merasa berharga.Puncak dari teori Maslow adalah kebutuhan akan aktualisasi diri, yakni keinginan untukmenjadi pribadi yang sepenuhnya berkembang. Di Tomoe Gakuen, proses aktualisasi diritidak hanya didukung, tapi dirayakan. Kurikulum fleksibel yang memadukan pelajaran didalam kelas dengan kegiatan luar ruangan seperti eksplorasi alam, berenang di musim dingin,serta seni dan musik, memberi ruang luas bagi anak-anak untuk mengenal danmengekspresikan diri mereka. Totto-chan sendiri, yang gemar berbicara, diberi kebebasanuntuk bercerita kepada kepala sekolah, suatu pengalaman yang memperkuat rasa percayadirinya dan mengembangkan potensinya sebagai komunikator.Pendidikan di Tomoe Gakuen mengajarkan bahwa aktualisasi diri tidak bisa dipaksakanmelalui sistem yang seragam. Setiap anak memiliki jalannya sendiri menuju pertumbuhanpribadi, dan tugas pendidikan adalah mendampingi serta memfasilitasi perjalanan tersebut.Pendekatan ini bukan saja menjauhkan anak-anak dari tekanan akademik, tapi juga memupuksemangat eksplorasi, keberanian untuk gagal, dan rasa hormat terhadap keberagaman.Penutup dari narasi ini mempertegas bahwa Totto-chan: The Little Girl at the Windowbukanlah sekadar catatan kenangan masa kecil seorang anak, melainkan sebuah refleksimendalam tentang pendidikan yang berpijak pada nilai-nilai kemanusiaan. Lewat figurKepala Sekolah Kobayashi, novel ini menunjukkan bagaimana sebuah institusi pendidikanbisa memenuhi keseluruhan spektrum kebutuhan manusia sebagaimana dirumuskan Maslow,mulai dari yang paling dasar hingga ke tingkat aktualisasi diri.Tomoe Gakuen membuktikan bahwa pendidikan yang bermakna tidak harus berwujudgedung megah atau kurikulum canggih. Yang terpenting adalah kehadiran lingkungan yangaman, empatik, menghargai keunikan individu, dan memberikan ruang luas bagipengembangan potensi. Dengan pemenuhan kebutuhan dasar yang menyeluruh, pembelajaranpun akan tumbuh secara organik, bukan sebagai hasil paksaan, tetapi sebagai ekspresi alamidari rasa ingin tahu dan dorongan untuk berkembang.Novel ini secara implisit juga menyuarakan kritik terhadap sistem pendidikan yang terlalumenekankan capaian akademik, sekaligus menawarkan alternatif berupa pendidikan yangberorientasi pada kesejahteraan emosional dan pertumbuhan pribadi peserta didik.
Dengan menggunakan kerangka teori Maslow, kita dapat melihat bahwa model pendidikan yangditerapkan di Tomoe Gakuen mampu menciptakan manusia yang bukan hanya cerdas secarakognitif, tetapi juga matang secara emosional dan spiritual.
Pada akhirnya, pendidikan ideal bukanlah tempat untuk mengisi otak anak dengan informasisemata, melainkan ruang yang memungkinkan mereka untuk mengenal diri, menerima diri,dan menjadi diri mereka yang paling utuh.
Totto-chan, yang awalnya hanya “gadis kecil dijendela”, kini menjadi jendela itu sendiri—membuka pandangan kita tentang kemungkinanlahirnya pendidikan yang lebih manusiawi, inklusif, dan membebaskan.
0 Comments