Oleh : Mela Oktarina mahasiswa sastra Jepang universitas Andalas Padang
1. Pendahuluan
Dalam upaya memahami dunia anak merupakan hal yang penting dalam upaya menciptakan lingkungan pendidikan dan sosial yang mendukung perkembangan mereka secara optimal. Anak-anak selalu memiliki keunikan, baik itu pada karakter, ataupun cara mereka belajar yang berbeda-beda sehingga membutuhkan pendekatan yang sesuai agar potensi mereka dapat berkembang secara maksimal. Novel Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela karya Tetsuko Kuroyanagi menghadirkan kisah nyata masa kecil sang penulis yang penuh dengan rasa ingin tahu, imajinasi, dan semangat belajar, tetapi dianggap nakal dan sulit diatur, sehingga dikeluarkan dari sekolah yang sebelumnya. Namun, ibunya berhasil menemukan sekolah alternatif, Tomoe Gakuen, yang menerapkan metode pendidikan berbeda dengan ruang kelas berupa gerbong kereta api bekas dan pendekatan yang lebih bebas dan menyenangkan bagi anak-anak. Sekolah ini menekankan pentingnya menghargai keunikan setiap anak dan memberikan kebebasan berekspresi serta belajar sesuai minat dan kemampuan masing-masing.
Melalui pengalaman Totto-chan di sekolah Tomoe Gakuen yang unik, novel ini menggambarkan bagaimana dunia anak dapat dipahami dan dihargai dengan pendekatan pendidikan yang inklusif dan penuh kasih sayang. Lalu kondisi ini juga relevan dengan tantangan pendidikan modern yang berupaya mengakomodasi keberagaman peserta didik, termasuk anak-anak dengan kebutuhan khusus atau karakteristik unik. Pendidikan inklusif yang diterapkan di Tomoe Gakuen menjadi contoh nyata bagaimana dunia anak dapat dipahami dan dihargai secara menyeluruh, bukan hanya dari sisi akademik tetapi juga sosial dan emosional. Oleh karena itu, novel ini menjadi sumber inspirasi dan refleksi penting dalam memahami dunia anak dan pengembangan pendidikan yang ramah anak.
Lalu dalam psikologi sastra, karakter Totto-Chan dapat dibahas dengan perkembangan jiwa manusia melalui tiga aspek, yaitu aspek real, imajiner, dan simbolik. Aspek real berkaitan dengan kebutuhan dan kondisi psikologis anak yang nyata, aspek imajiner menggambarkan harapan dan keinginan anak terhadap lingkungan, sedangkan aspek simbolik mencerminkan perubahan positif yang dialami anak dalam interaksinya dengan lingkungan yang mendukung perkembangan psikologisnya. Dalam novel Totto-Chan, aspek real terlihat dari pola asuh orang tua yang peka terhadap kebutuhan Totto-Chan, aspek imajiner muncul dari ketidaksesuaian harapan Totto-Chan dengan lingkungan sekolah lamanya, dan aspek simbolik terlihat dari perubahan positif ketika Totto-Chan belajar di sekolah baru yang lebih memahami anak.
Kemudian, dari segi pertumbuhan fisik, dan perkembangan mental, emosional, dan sosial anak Lev Vygotsky mengungkapkan bahwa perkembangan kognitif anak sangat dipengaruhi oleh interaksi sosial dan budaya. Vygotsky menekankan bahwa proses belajar mendahului perkembangan, berbeda dengan pandangan Jean Piaget yang berfokus pada tahapan perkembangan individu. Namun, konsep utama dalam teori Vygotsky adalah Zona Perkembangan Proksimal (ZPD). Dimana zona ini menggambarkan perbedaan antara tingkat perkembangan aktual anak—kemampuan anak untuk menyelesaikan tugas secara mandiri—dan tingkat potensi perkembangan yang dapat dicapai melalui bantuan dari orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu (Vygotsky, 1978). Selain itu, bahasa dan simbol-simbol budaya memainkan peran penting dalam perkembangan kognitif. Vygotsky berpendapat bahwa bahasa adalah alat utama untuk berpikir dan merupakan media untuk mentransfer pengetahuan budaya (Wertsch, 1985).
2. Pembahasan
Novel Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela karya Tetsuko Kuroyanagi memberikan gambaran mendalam tentang dunia anak melalui pengalaman nyata sang tokoh utama, Totto-chan. Novel ini tidak hanya bercerita tentang masa kecil seorang anak, tetapi juga mengangkat tema pendidikan inklusif, perkembangan kognitif, dan psikologis anak yang sangat relevan dalam memahami dunia anak secara holistik.
2.1 Pendidikan Inklusif dan Nilai Edukatif
Pendidikan inklusif merupakan pendekatan pendidikan yang mengakomodasi semua anak tanpa diskriminasi, menghargai keberagaman, dan memberikan kesempatan yang setara untuk berkembang dalam lingkungan belajar yang sama. Prinsip ini menekankan bahwa setiap anak memiliki potensi unik yang perlu didukung sesuai dengan kebutuhan dan karakteristiknya.
Menurut Konferensi Dunia tentang Pendidikan Berkelainan di Salamanca (1994), pendidikan inklusif adalah hak setiap anak untuk belajar bersama tanpa memandang perbedaan atau hambatan yang dimiliki. Pendekatan ini melibatkan penghapusan hambatan fisik, sosial, dan kultural dalam pendidikan agar semua anak dapat berpartisipasi secara penuh.
2.2 Perkembangan Kognitif Totto-chan
Dari sudut pandang psikologi perkembangan, tokoh Totto-chan mengalami perkembangan kognitif yang signifikan selama masa sekolahnya di Tomoe Gakuen. Berdasarkan analisis menggunakan teori Jean Piaget, Totto-chan berada pada masa transisi antara tahap pra-operasi dan tahap operasi konkret. Pada tahap pra-operasi, Totto-chan meniru hal-hal yang menarik perhatiannya, sedangkan pada tahap operasi konkret, ia mulai berpikir lebih logis, teratur, dan mampu mengambil kesimpulan dari pengalaman yang dihadapinya (Eli Ermawati & Robi Wibowo, 2021).
Lingkungan belajar yang adaptif dan metode pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak memungkinkan Totto-chan mengembangkan intelegensi dan kemampuan berpikirnya secara optimal. Hal ini menegaskan pentingnya pola pengajaran dan pengasuhan yang tepat dalam mendukung perkembangan kognitif anak.
2.3 Aspek Psikologis dan Perkembangan Jiwa
Selain aspek kognitif, pada novel ini juga dapat dianalisis dari perspektif psikologi kejiwaan menggunakan teori psikoanalisis Jacques Lacan. Dimana penelitian ini menunjukkan bahwa perkembangan jiwa Totto-chan meliputi aspek real, imajiner, dan simbolik. Aspek real berkaitan dengan pola asuh orang tua yang peka terhadap kebutuhan psikologis anak. Aspek imajiner menggambarkan ketidakcocokan Totto-chan dengan sekolah sebelumnya yang tidak memahami kebutuhannya. Sedangkan aspek simbolik menunjukkan perubahan positif ketika Totto-chan berada di lingkungan sekolah yang memahami dan mendukung kondisi psikologisnya (Jurnal UNG, 2023).
Perubahan ini menegaskan bahwa keberhasilan pendidikan anak usia dini sangat bergantung pada pemahaman guru dan lingkungan sekolah terhadap kebutuhan psikologis anak, sehingga mereka dapat tumbuh dengan sehat secara emosional dan sosial.
2.4 Inovasi Pedagogi dan Kebebasan Belajar
Sekolah Tomoe Gakuen juga dikenal dengan inovasi pedagogi yang memberikan kebebasan kepada guru dan murid dalam memilih metode dan materi pembelajaran. Sekolah ini menerapkan berbagai metode seperti multiple intelligences, pembelajaran di luar kelas (outdoor learning), tanya jawab, demonstrasi, simulasi, dan ceramah yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik. Guru-guru di Tomoe Gakuen memiliki kompetensi profesional dan kepribadian yang luas sehingga mampu menciptakan suasana belajar yang efektif dan dialogis (Effect: Jurnal Kajian Konseling, 2024).
Pendekatan ini memungkinkan anak-anak berkembang secara lahiriah dan spiritual, membina aspek humanisme mereka, serta mengembangkan berbagai kemampuan sesuai potensi masing-masing. Kebebasan dan inovasi dalam pendidikan ini menjadi inspirasi penting bagi dunia pendidikan modern untuk lebih menghargai keberagaman dan keunikan anak.
3. Kesimpulan
Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela bukan sekadar novel anak biasa, melainkan sebuah karya yang mengangkat isu penting tentang pendidikan inklusif, penghargaan terhadap keunikan anak, dan pentingnya lingkungan yang mendukung perkembangan anak secara menyeluruh. Melalui kisah Totto-chan dan sekolah Tomoe Gakuen, pembaca diajak untuk merenungkan bagaimana seharusnya pendidikan dijalankan dengan penuh kasih sayang dan pengertian.
Novel ini juga menjadi pengingat bahwa setiap anak adalah individu yang unik dan berharga, yang layak mendapatkan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi mereka. Dengan gaya penulisan yang sederhana namun sarat makna, Totto-chan menjadi bacaan wajib tidak hanya bagi anak-anak, tetapi juga bagi orang tua, guru, dan siapa saja yang peduli pada dunia pendidikan.
0 Comments