Oleh : fina khoirotin
Konservasi sering kali dikaitkan dengan upaya pelestarian lingkungan di wilayah daratan, seperti hutan, lahan, flora, fauna, dan lain sebagainya. Namun, perlu diingat bahwa konservasi tidak hanya mencakup pelestarian lingkungan di lingkup daratan, tapi juga di perairan. Sekitar 71% permukaan bumi tertutup dengan air dan 96,5% air di bumi ini terkumpul di lautan. Besarnya angka tersebut mengartikan bahwa potensi dan manfaat dari sumber daya laut tentu juga sangat tinggi. Konservasi laut penting untuk membantu melindungi ekosistem laut, melestarikan keanekaragaman hayati, dan mengatasi perubahan iklim.
Laut berperan penting dalam membantu mengurangi emisi karbon dioksida yang merupakan penyebab utama pemanasan global. Fotosintetis dari fitoplankton sangat efisien dalam menyerap karbon dan mengurangi jumlah karbon di atmosfer dengan menggunakan karbon dioksida untuk membentuk cangkang kalsium karbonat. Tidak hanya fitoplankton, rumput laut juga merupakan penyerap karbon dioksida yang baik. Perlu diketahui bahwa ekosistem laut seperti mangrove dan rumput laut dapat 10 kali lebih efektif dalam menyerap karbon dioksida daripada hutan boreal, subtropis, dan tropis. Terumbu karang juga dapat dimanfaatkan untuk pencegah gelombang besar menghantam pesisir pantai, menjadi rumah bagi hewan kecil dan plankton yang kemudian dapat menjadi sumber makanan bagi ikan-ikan besar, dapat pula menjadi bahan baku obat-obatan dan bahan baku perhiasan yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi, dan tentunya dapat menjadi pusat penelitian serta dapat digunakan sebagai objek wisata karena bentuknya yang indah.
Negara kita memiliki terumbu karang terluas di dunia yang mencapai 2,5 juta hektar. Namun, pada kenyataannya, banyak terumbu karang yang mengalami kerusakan karena kurangnya pemeliharaan dan perlindungan dari pemerintah dan masyarakat sekitar. Kerusakan terumbu karang memang dapat terjadi karena faktor alam seperti tsunami dan badai, namun bisa juga terjadi karena ulah manusia itu sendiri, seperti pencemaran laut, pemanasan global, maupun penangkapan ikan di sekitar terumbu karang dengan cara yang salah dan tidak bertanggung jawab, baik itu dengan menggunakan peledak, pukat harimau, dan lain sebagainya. Penangkapan ikan dengan cara ilegal seperti ini dapat merusak habitat ikan dan mengganggu siklus perkembangbiakan ikan di laut. Penggunaan cara yang ilegal ini dapat merusak terumbu karang dan membuat perkembangbiakan ikan menjadi terhambat karena dapat mematikan ikan-ikan kecil dan menghancurkan telur-telur ikan. Jika dapat dikelola dan dibudidaya dengan baik, terumbu karang bisa memberikan banyak manfaat dan menjadi sumber pendapatan negara.
Manusia baik sadar maupun tidak sadar, disengaja ataupun tidak disengaja, sering kali menjadi pelaku utama pencemaran laut dan perusakan ekosistem laut. Selain itu, tingginya tingkat pencemaran laut, terutama yang bersumber dari tumpahan minyak, bahan kimia dan sampah plastik yang susah terurai serta pembuangan limbah pabrik dan limbah rumah tangga ke perairan juga menjadi penyebab rusaknya ekosistem laut karena bahan-bahan kimia ini mematikan kehidupan organisme mikroskopik seperti fitoplankton yang merupakan penghasil sebagian besar oksigen di bumi. Pencemaran laut ini kemudian juga berpengaruh pada menurunnya kualitas air laut yang menyebabkan makhluk hidup di laut dan manusia yang tinggal di sekitarnya terkontaminasi bakteri dan zat kimia berbahaya. Sampah plastik ini tidak hanya bersumber langsung dari laut, namun juga dari sungai-sungai besar yang bermuara ke laut yang sebagian besar sampahnya berasal dari plastik sekali pakai seperti botol air mineral dan plastik pembungkus makanan. Selain sampah plastik, alat penangkap ikan yang sudah tidak terpakai dan dibiarkan mengapung di tengah lautan juga menjadi penyumbang sampah laut dalam jumlah besar. Tidak hanya mengotori lautan, jaring-jaringnya juga dapat membuat ikan-ikan terperangkap dan akhirnya mati di dalamnya.
Lalu, siapa yang sebenarnya bertanggung jawab akan kelestarian ekosistem perairan ini? Kelestarian alam dan ekosistemnya, baik itu ekosistem daratan maupun ekosistem perairan tentunya menjadi tanggung jawab bersama, baik itu pemerintah sebagai pemangku kebijakan dan pembuat peraturan, masyarakat sekitar yang setiap harinya bersinggungan langsung atau bahkan bekerja di laut lepas, petugas pengelolaan sampah dan limbah, masyarakat yang berkontribusi terhadap produksi sampah, serta orang-orang yang datang mengunjungi lautan dan perairan lainnya dengan tujuan wisata dan penelitian.
Inovasi dalam sistem pengelolaan sampah laut sangat dibutuhkan agar plastik bekas dan alat penangkap ikan bekas tidak tersebar lagi di lautan. Tidak hanya sistem pengelolaan sampah di laut, pengelolaan sampah dari daratan seperti limbah rumah tangga juga perlu ditanggulangi dengan menciptakan aturan dan sistem pengelolaan yang bagus agar sampah-sampah tersebut tidak dibuang ke sungai-sungai besar yang kemudian mengalir hingga ke laut. Pemerintah bisa mengampanyekan teknik penanggulangan sampah yang baik kepada masyarakat, yaitu dengan menggunakan konsep 3R ditambah konsep heat recovery dan proper disposal. Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi juga telah mengambil tindakan terkait kondisi laut yang memprihatinkan ini, salah satunya dengan membentuk Rencana Aksi Nasional Penanganan Sampah Laut untuk mengendalikan pencemaran sampah plastik dari sumbernya. Tindakan ini ditargetkan dapat mengurangi sampah plastik di laut sebesar 70% di tahun 2025. Upaya kampanye yang serius dari pemerintah dapat menyadarkan masyarakat mengenai pentingnya menjaga ekosistem laut dari ancaman-ancaman kerusakan. Pemerintah sebagai pemangku kebijakan juga dapat membuat rencana dan agenda yang matang dengan target waktu tertentu agar perlahan kondisi laut negara kita dapat kembali membaik dan dapat menghasilkan potensi serta nilai ekonomi yang lebih besar.
Indonesia dapat mencontoh Norwegia yang pengelolaan sumber daya lautnya jauh lebih baik. Pemerintah dan masyarakat Norwegia benar-benar serius dalam memaksimalkan potensi laut mereka hingga sampai di titik bisa mengekspor ikan ke berbagai negara Uni Eropa, Jepang, dan China. Norwegia juga telah mengadopsi Recirculating Aquaculture System (RAS) dengan tujuan penggunaan air secara efisien dan meningkatan kesejahteraan ikan dimana RAS memungkinkan budidaya ikan dalam jumlah besar dengan tetap menjaga kualitas air secara optimal. Selain itu, penduduk Norwegia juga rutin menggelar seafood festival setiap tahunnya. Sesuai namanya, seafood festival merupakan festival yang memamerkan berbagai produk hasil laut mereka untuk dijual, seperti udang, kerang, ikan, dan lain sebagainya. Jika dua inovasi ini dapat diterapkan di Indonesia, maka probabilitas naiknya nilai ekonomi hasil laut kita dipastikan akan meningkat.
Melihat potensi, manfaat, serta keuntungan yang dapat dihasilkan dari sumber daya laut kita, maka pemerintah dan masyarakat sudah seharusnya mulai berbenah untuk mengejar ketertinggalan kita dari negara-negara lain dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya laut. Inovasi terkait pemanfaatan hasil laut, penanggulangan faktor penyebab pencemaran dan kerusakan ekosistem laut serta kesadaran dari masing-masing pihak terkait sangat dibutuhkan agar pemberdayaan ekosistem laut dapat berjalan optimal.
0 Comments