Oleh: Muhamad Alfarozy Mahasiswa Program Studi Pemikiran Politik Islam UIN Mahmud Yunus Batusangkar
Mahasiswa sebagai agen perubahan dalam masyarakat disibukkan dengan program kerja organisasi intra-kampus yang menunjang akreditasi kampus, fakultas, maupun program studi. kondisi seperti ini menyebabkan nalar kritis mahasiswa mati dengan disibukkan kepanitian dan laporan pertanggung jawaban ke pihak kampus. Mahasiswa pun menormalisasikan keadaan ormawa intra-kampus seperti ini. Mereka tidak mampu menyuarakan keresahan mereka kepada pihak kampus. Sampai kapan aktivisme mahasiswa UIN Mahmud Yunus Batusangkar baik ormawa intra-kampus ataupun ormawa ekstra-kampus diam seperti ini. Banyak aktivis kampus hidup tetapi rasa mati. Secara hierarkisnya ormawa dari tingkat himpunan, fakultas, universitas hanya mampu menyelenggarakan seminar yang sifatnya lepas tanggung jawab dalam satu periode.
Kemudian yang menjadi pertanyaan adalah, apakah mahasiswa UIN Mahmud Yunus Batusangkar mengetahui esensi dari adanya organisasi mahasiswa?, lantang rasanya mengatakan tidak. Dengan kondisi system PTKIN BLU sekarang, pencairan anggaran semakin susah untuk dicairkan. Mahasiswa stress dengan organisasi intra-kampus dengan banyaknya revisi laporan pertanggung jawaban kepada pihak keuangan. Focus para aktivis kampus UIN Mahmud Yunus batusangkar dialihkan dengan beban berat organisasi dan tugas akademik. Mahasiwa seharusnya sudah mampu bertindak dan mengatakan TIDAK terhadap penindasan yang ada. Mahasiswa seharusnya merdeka dalam berpikir dan bertindak.
Sekarang sudah masuk penghujung dari periode kepemimpinan ormawa intra-kampus 2024. Akankah mahasiswa tetap melanjutkan status quo atau akan mengadakan perubahan di dalam metode gerakan mahasiswa?. Pilihan tersebut berada ditangan mahasiswa UIN Mahmud Yunus Batusangkar. Keberanian adalah kunci dari keberhasilan gerakan mahasiswa dalam menjalankan fungsi yang sebenar-benarnya. Di dalam Surat keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam yang dikeluarkan 25 juli 2024, pada BAB II yang mengatur tentang HAK, KEWAJIBAN, LARANGAN, DAN SANKSI. Pada poin c nomor 2. Tidak terlibat dan/ atau bekerja sama dengan partai politik dan/atau organisasi ekstra-kampus dalam menyelenggarakan kegiatan kemahasiswaan di lingkungan PTKI. Disini penulis tidak mempersoalkan partai politiknya tetapi organisasi ekstra-kampus yang cikal bakal dari lahirnya organisasi intra-kampus pertama di Universitas Gadjah Mada yang kita kenal UGM. Dengan bunyi larangan terhadap bekerja sama dengan organisasi ekstra-kampus masih mengindikasikan aturan tersebut berbau orde baru.
Di era reformasi yang mencita-citakan alam demokrasi yang lebih baik dari orde baru masih terdapat aturan seperti itu di zaman sekarang. Kemudian ini juga dapat menggambarkan aturan yang dikeluarkan oleh orde baru normalisasi kehidupan kampus walaupun aturan SK dirjen pendidikan islam hanya melarang dalam kampus. Tetapi walau demikian, ini juga termasuk diskriminasi terhadap mahasiswa yang notabene di dalam organisasi ekstra-kampus masih mahasiswa UIN Mahmud Yunus batusangkar. Organisasi mahasiswa ekstra-kampus memberikan warna ideology dalam pergerkan mahasiswa dalam kampus. Kita tidak tahu atas alas an apa aturan itu dibuat. Tetapi kita bisa menduga itu merupakan pelemahan bagi gerakan mahasiswa yang seharusnya sebagai kelompok penekan.
Apakah mahasiwa hanya menjadi event organizer dalam kampus atau kembali kepada khittahnya sebagai kelompok penekan yang idealnya diciptakan dari mahasiswa pra kemerdekaan, orde lama, orde baru, dan era reformasi sampai sekarang?. Jawaban progressive revolusioner harus kita lontarkan dalam mengawal kebijakan kampus dan juge pemerintahan. Seminimal mungkin pemerintahan daerah. Metode gerakan yang belum jelas dilakukan oleh dewan ekskutif mahasiswa atau dema universitas UIN Mahmud Yunus Batusangkar salah satu indicator budaya aktivisme mati dalam lingkungan kampus. Kegiatan yang dilakukan sama seperti UKM/UKK yang hanya focus pada bidang minat dan bakat. Kemudian tidak jelas garis pembatas antara fungsi SEMA dan DEMA sebagai lembaga perwakilan mahasiwa.
Senat mahasiswa merupakan produk orde baru pengganti dema, yang menjadi pertanyaan apakah sema dibutuhkan di dalam kampus?. Ini butuh pengkajian lebih dalam bagi ormawa seligkup UIN Mahmud Yunus Batusangkar. Dewan eksekutif mahasiswa telah mewakili mahasiwa dalam menyuarakan hak mereka kepada pimpinan kampus. Segala hal yang berbau produk orde baru di dalam kampus mari kita pelajari bersama-sama dan secara perlahan-lahan kita hilangkan. Dengan masih melekatnya produk orde baru di dalam kampus jangan harap mahasiwa akan mampu menyuarakan kebebasan bersuara dan berpendapat. Ini harus kita lawan dan lakukan perubahan secara mendasar.
Kemudian salah satu faktor matinya aktivisme dalam lingkungan kampus tidak berjalannya penggerak roda organisasi intra-kampus yaitu politik kajian strategis atau disingkat polkastrat. Ini pertanda menurunnya gerakan intelektualitas aktivis kampus. Gerakan akademik yang menjadikan cirri khas civitas akademika mati. Apakah organsasi intra-kampus gagal dalam mengkader para regenerasinya?. Ini telah menjadi tanggung jawab moral dari seluruh ormawa-intra kampus dan juga ormawa ekstra-kampus di dalam memperbaiki keadaan matinya budaya aktivisme lingkungan kampus.
Salah satu yang menjadikan kritikan keras adalah tidak adanya bidang advokesma baik di tingkat dema universitas, dema fakultas, dan himpunan. Sempat menjadi polemic di kalangan ormawa tentang isu kenaikan UKT yang tidak ditindaklanjuti oleh dema univeristas. Gagalnya advokasi tersebut bidang yang bertanggug jawab belum terbentuk, dan garis hubungan antara dema universitas dan fakultas yang bersifat koordinasi. Ini menjadi masukan bagi ormawa intra-kampus untuk segera membentuk bidang advokesma dari tingkat atas sampai bawah. Sehingga segala aspirasi mahasiwa dapat di tampung melalui bidang advokesma tersebut.
Menyangkut tentang teknologi semakin canggih, tetapi dalam bidang pers mahasiswa mati dalam lingkungan ormawa. Pers mahasiswa difungsikan sebagai wadah dalam menampung pendapat sehingga pendapat tersebut dapat dibaca oleh kalangan mahasiswa. Budaya baca dan menulis tidak hidup dalam lingkungan kampus. Dari awal pergerakan mahasiswa, pers mahasiswa sangat penting dalam menyebarkan ideology dan pandangan mereka terhadap pemerintah colonial dan juga terhadap pemerintah pasca kemerdekaan. Seharusnya ormawa intra-kampus UIN Mahmud Yunus Batusangkar ada lembaga pers yang menyuarakan aspirasi mahasiswa dan juga advokasi bagi masyarakat Tanah Datar.
Terkait ormawa ekstra-kampus yang berfokus pada pengkaderan dan saling curiga terhadap masing-masing OKP menyebabkan pelemahan dalam orientasi gerakan mahasiswa. Mereka lupa lawan mereka adalah pimpinan yang korup dalam kampus ataupun pemimpin yang menyengsarakan masyarakat. Apakah ada keinsafan bagi mahasiswa OKP atau tetap saling curiga satu sama lain dan cita-cita konsolidasi bagi mahasiswa diabaikan. Ormawa intra-kampus dan ormawa ekstra kampus perlu kedewasaan dalam menyikapi hal ini. Organisasi ekstra-kampus yang ada di lingkungan kampus UIN Mahmud Yunus Batusangkar berfokus pada pengembangan ideology bagi masing-masing kader. Organisasi ekstra-kampus yang ada di limgkungan kampus UIN Mahmud Yunus batusangkar ikatan mahasiswa muhammadiyah (IMM), himpunan mahasiswa islam (HMI), pergerakan mahasiswa islam Indonesia (PMII), gerakan mahasiswa nasional Indonesia (GMNI).
Sekarang untuk menatap kepemimpinan ormawa 2025, mampukah para calon-calon ketua umum dan sekretaris dan seluruh mahasiswa UIN Mahmud Yunus Batusangkar menolak dana dari perguruan tinggi dan kembalikan marwah ormawa intra-kampus kepada rel-nya?. Mampukah para calon ketua umum untuk mengkonsolidasikan seluruh ormawa intra-kampus untuk mengajak ormawa ekstra-kampus memberikan warna wawasan kebangsaan bagi mahasiswa?. Tolak segala kegiatan yang hanya ceremonial saja. Lakukan pergerkan mahasiswa dengan metode gerakan yang jelas.
Metode gerakan dalam tubuh ormawa intra-kampus sanagat diperlukan agar arah kapal yang dinahkodai tahu kemana arah tujuannya. Metode gerakan yang kooperatif atau non-kooperatif terhadap kampus dan juga pemerintah tergantung dari arah kebijakan yang dibuat. Apakah untuk kemaslahatan bersama atau menindas dari para mahasiswa dan juga masyarakat. Semangat optimism dalam pergerakan mahasiswa sangat diperlukan agar idealisme tetap dijunjung tinggi sebagai landasan dalam bergerak. Jangan jadikan ormawa hanya sebagai wadah popularitas dan eksistensi saja. Mari berprosees dan kawal segala kebijakan dan hidupkan budaya aktivisme dalam lingkungan kampus UIN Mahmud Yunus batusangkar. MERDEKA!!!
0 Comments