Ticker

6/recent/ticker-posts

Sosialisasi Politik: Sampai Kapan Masyarakat Menjadi Golongan Putih?



 Paska Agave Angelita  (2310831016) Mahasiswa Ilmu politik FISIP Universitas Andalas 


  Sejauh mana keterlibatan masyarakat dalam pesta demokrasi adalah hal relevan yang selalu dipertanyakan di setiap momentum Pemilu ataupun Pilkada di Indonesia. Dalam seminar ataupun dalam perbincangan akademik, hal ini adalah pertanyaan yang tidak pernah lepas. Dalam berbagai kajian. Mengapa demikian? Hal itu berhubungan dengan budaya politik yang tidak kunjung mencapai tingkat partisipasi di Indonesia. Masih relevan pada budaya politik parokial atau subjektif yang masih menunjukkan rendahnya angka keterlibatan masyarakat dalam Pemilu. Menimbulkan sikap acuh pada proses demokrasi bahkan terkesan tidak peduli pada fenomena politik ricuh yang berkali-kali menganggu stabilitas kontestasi di Indonesia.  Seperti munculnya golongan putih yang kemudian dianggap lumrah dalam pelaksanaan Pemilu ataupun Pilkada. Mengapa hal demikian terjadi? Tidak lain ialah karena sosialisasi politik yang belum relevan dan belum terlaksana secara menyeluruh. Ketika masih ada wilayah-wilayah tertentu yang masih mengelami kesulitan dalam mengakses pendidikan politik berupa sosialisasi politik. Bahkan hingga saat sekarang, partai politik yang memiliki fungsi sebagai media pendidikan politik masih belum sepenuhnya mampu mencapai hingga masyarakat ke wilayah 3T. 

Tidak heran kemudian golongan putih semakin banyak saat kontestasi Pemilu ataupun Pilkada, ntah karena dipengaruhi oleh bentuk protes kenapa pemerintah yang dianggap tidak kompeten ataupun karena alasan lumrah seperti malas atau tidak tahu ingin memilih siapa yang menggambarkan bahwa sosialisasi politik masih belum masif dilakukan. 

Sosialisasi politik yang menjadi media pembelajaran adalah salah satu aspek penting dalam mencapai Indonesia menuju budaya politik partisipatif. Adapun sosialisasi politik nantinya akan berperan dalam memberikan edukasi politik kepada masyarakat sehingga masyarakat paham akan regulasi. Hal ini tentu akan menyebabkan menurunnya angka ancaman pada proses demokrasi itu sendiri, seperti menurunnya angka perpecahan yang disebabkan oleh adanya unsur SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan) ataupun politik uang yang sellau menjadi permasalahan utama di Indonesia. Serta, yang paling krusial adalah menurunkan angka golongan putih yang akhir-akhir ini gencar dilakukan masyarakat lantaran hilangnya kepercayaan terhadap pemerintah yang dianggap tidak mampu menghasilkan regulasi berupa kebijakan yang pro pada rakyat. 

 Kenapa kemudian golongan putih menjadi salah satu hal yang harus diberantas melalui sosialisasi politik? Hal itu lantaran golongan putih adalah salah satu bentuk ketidak ikutsertaan masyarakat dalam proses politik. Tidak ada partisipasi masyarakat di dalamnya. Meskipun tidak ada regulasi yang mengatur mengenai dosa golput, tapi memilih golput sama saja menghancurkan tatanan demokrasi. Maysarakat harus memahami bahwa golput bisa berimplikasi fatal. Bahkan, tidak jarang terdengar mengenai pernyataan bahwa jika golput maka tidak boleh berkomentar mengenai politik. Meski tidak tepat, tapi pernyataan tersebut adalah bentuk sarkas pada prilaku tersebut. Karena seburuk apapun kandidat yang terlibat, maka masyarakat harus tetap memilih untuk menghindari yang salah berkuasa. Terlebih dengan pengaruh media sosial sekarang, hadirnya isu mengenai golongan putih semakin menjamur karena adanya argumentasi-argumentasi negatif yang kemudian mempengaruhi pilihan serta opini masyarakat. 

Dalam hal ini, dibutuhkan peran semua lapisan masyarakat. Tidak hanya KPU, Bawaslu, partai politik, ataupun lembaga formal lainnya. Karena pada dasarnya  permasalahan golongan putih adalah masalah demokrasi yang harus dietaskan bersama. Bahkan, pada dasarnya, sosialisasi mengenai golput sendiri sudah harus didapatkan sejak masih mengenyam bangku pendidikan sekolah. Hal itu untuk mencegah penanaman nilai sosialisasi mendukung golput dari lingkungan tempat tinggal. Karena salah satu cara sosialisasi politik dilakukan adalah melalui peniruan atau yang dikenal dengan imitasi.  Karena pada nyatanya, proses sosialisasi   lebih intens dilakukan di lingkungan tempat tinggal  lantaran lingkungan pergaulan sehari-sehari. 

Golongan putih (golput) atau mereka yang memilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilu merupakan suatu fenomena yang cukup sering terjadi dalam sistem demokrasi. Sosialisasi politik menjadi salah satu upaya efektif untuk mengurangi jumlah golongan putih karena meleknya masyarakat terhadap apa dampak yang akan  ditimbulkan akibat golput. Dengan sosialisasi politik, diharapkan akan tertanamnya pemahaman masyarakat mengenai seberapa pentingnya partisipasi politik dalam kontestasi demokrasi yang akan meningkatkan kualitas demokrasi. Yang mana hal ini akan berdampak pada meningkatnya budaya partisipasi politik di Indonesia. Tanpa golongan putih.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS