Ticker

6/recent/ticker-posts

PERAN DAN TANTANGAN MAHASISWA DALAM DEMOKRASI: MAHASISWA HENDAKNYA BERSUARA

 




Oleh: Indah Sakina

Mahasiswi departemen Ilmu Politik, Universitas Andalas


Negara memiliki kewajiban normatif untuk menjamin hak-hak politik warganya sebagai bagian dari prinsip demokrasi. Hak-hak ini mencakup hak untuk memilih, hak untuk dipilih, kebebasan berekspresi, serta hak untuk berpartisipasi dalam proses politik. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah harus menyediakan infrastruktur politik yang adil dan transparan, menjaga kebebasan berkumpul, serta memastikan penegakan hukum yang adil dan tanpa diskriminasi. Namun, tantangan seperti otoritarianisme, korupsi, dan kesenjangan ekonomi sering kali menghambat pelaksanaan hak-hak politik ini. Oleh karena itu, negara harus berperan aktif dalam melakukan reformasi yang diperlukan, menjaga transparansi di setiap lapisan pemerintahan, serta melindungi hak-hak kelompok rentan. Dengan demikian, semua warga negara, tanpa terkecuali, dapat berpartisipasi penuh dalam politik dan menyuarakan pendapat mereka.

Dalam konteks ini, mahasiswa menjadi salah satu komponen penting yang harus diperhatikan. Mereka, sebagai generasi penerus dan agen perubahan, hendaknya dibiarkan secara bebas untuk menyampaikan argumentasi dan pendapat mereka. Kebebasan bagi mahasiswa untuk berpendapat tidak hanya memperkaya diskursus politik, tetapi juga membangun kesadaran kritis yang sangat dibutuhkan dalam masyarakat. Dengan memberikan ruang bagi mahasiswa untuk berpartisipasi dalam dialog politik, negara turut mendorong pengembangan kemampuan analitis dan keterampilan berpikir kritis di kalangan generasi muda. Ini adalah investasi jangka panjang untuk menciptakan pemimpin masa depan yang berkomitmen terhadap nilai-nilai demokrasi dan keadilan.

Namun, dalam praktiknya, mahasiswa sering kali tidak diberikan ruang yang bebas untuk menyampaikan pendapat mereka. Alih-alih menjadi bagian integral dari diskusi politik, suara mereka justru dibungkam oleh berbagai mekanisme penindasan. Ketika mahasiswa berani mengemukakan kritik terhadap kebijakan pemerintah atau menyuarakan isu-isu sosial yang dianggap sensitif, mereka sering kali menghadapi tindakan represif. Dalam beberapa kasus, mahasiswa yang menyampaikan pendapat secara damai malah ditangkap dan diadili oleh aparat, seolah-olah mereka adalah pelaku kejahatan atau korupsi. Situasi ini menciptakan lingkungan yang mencekam, di mana mahasiswa merasa terancam untuk berbicara. Ketidakadilan semacam ini bukan hanya melanggar hak asasi manusia, tetapi juga merusak esensi demokrasi itu sendiri. 

Dalam masyarakat yang sehat, setiap individu, terutama mahasiswa yang merupakan calon pemimpin masa depan, seharusnya dilindungi haknya untuk berpendapat dan berpartisipasi dalam proses politik tanpa rasa takut. Tindakan represif terhadap mahasiswa tidak hanya merugikan mereka secara individu, tetapi juga berdampak negatif pada masyarakat secara keseluruhan. Ketika suara generasi muda ditekan, inovasi, kreativitas, dan ide-ide segar yang dapat memajukan bangsa juga hilang. Mahasiswa, dengan perspektif dan semangat idealis mereka, memiliki potensi besar untuk menggerakkan perubahan sosial dan politik. Namun, tanpa dukungan dan perlindungan, potensi ini akan terhambat. 

Selain itu, tindakan penindasan terhadap mahasiswa dapat menimbulkan efek jera yang luas, mengakibatkan banyak mahasiswa lainnya enggan untuk berbicara atau berpartisipasi dalam kegiatan politik. Hal ini menciptakan budaya takut yang dapat merusak integritas sistem politik dan menghambat kemajuan demokrasi. Untuk mengatasi masalah ini, negara harus segera mengambil langkah-langkah tegas untuk melindungi hak-hak mahasiswa. Ini termasuk menghentikan praktik penangkapan dan pengadilan yang tidak adil terhadap mereka yang berani menyampaikan pendapat, serta menciptakan mekanisme pengawasan yang transparan terhadap tindakan aparat keamanan. 

Hal ini sering kali terlihat pada demonstran, di mana mahasiswa yang ikut serta dalam aksi unjuk rasa sering kali menjadi target penangkapan dan bahkan kekerasan fisik oleh aparat. Ketika mereka berusaha menyuarakan pendapat dan mengekspresikan ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah, tindakan represif ini menciptakan atmosfer ketakutan yang meluas. Mahasiswa, yang seharusnya memiliki kebebasan untuk menyampaikan pandangan mereka, malah dihadapkan pada risiko penangkapan dan penyiksaan, yang seharusnya tidak terjadi dalam sebuah negara yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan prinsip-prinsip demokrasi.

Akibat dari tindakan brutal ini adalah hilangnya rasa aman dalam menyampaikan pendapat. Mahasiswa menjadi enggan untuk terlibat dalam aksi demonstrasi, karena ketidakpastian dan potensi bahaya yang mengintai mereka. Hal ini tidak hanya menghambat partisipasi mereka dalam kehidupan politik, tetapi juga merusak esensi demokrasi yang mengharuskan adanya dialog terbuka dan pertukaran ide. Ketika mahasiswa merasa terancam, suara kritis yang dapat mendorong perubahan sosial dan politik pun tereduksi. Lingkungan yang seharusnya mendukung diskusi dan perdebatan justru menjadi tempat yang menakutkan. Selain itu, pengalaman trauma yang dialami mahasiswa yang ditangkap atau dipukuli akan meninggalkan bekas yang mendalam, tidak hanya pada diri mereka secara individu, tetapi juga pada solidaritas dan semangat kolektif di antara mahasiswa.

Dalam jangka panjang, ketidakadilan ini dapat mengakibatkan apatisme di kalangan generasi muda, di mana mereka merasa bahwa suara mereka tidak berharga atau tidak didengar. Oleh karena itu, penting untuk menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif bagi mahasiswa dan semua warga negara untuk menyampaikan pendapat mereka tanpa takut akan represifitas. Negara harus berkomitmen untuk melindungi hak-hak sipil warganya, sehingga dialog yang konstruktif dapat berlangsung, dan partisipasi aktif dalam kehidupan politik bisa terwujud.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS