Kemunduran demokrasi merupakan fenomena yang mengkhawatirkan, terutama ketika prinsip-prinsip dasar seperti partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas kian terpinggirkan. Saat kebijakan publik semakin ditentukan oleh segelintir elit politik dan suara rakyat terabaikan, Kebebasan berpendapat yang terhambat, pembatasan ruang gerak dan semakin terbatasnya akses masyarakat dalam mengawasi proses pengambilan keputusan politik mencerminkan gejala kemunduran ini. Demokrasi seharusnya menjadi sistem yang mendukung kebebasan, keadilan, dan keterlibatan aktif masyarakat. Ketika prinsip-prinsip ini diabaikan, demokrasi tak lagi menjadi instrumen untuk mewujudkan kesejahteraan bersama, melainkan berubah menjadi alat kekuasaan segelintir pihak. Hal ini harus menjadi perhatian serius untuk menjaga demokrasi tetap hidup dan berpihak pada kepentingan rakyat.
Demokrasi merujuk pada sistem pemerintahan di mana kekuasaan berada di tangan rakyat, baik secara langsung maupun melalui perwakilan yang dipilih. Dalam sistem ini, setiap warga negara memiliki hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka. Prinsip-prinsip dasar demokrasi mencakup kebebasan berpendapat, di mana individu dapat menyatakan pendapat dan ide tanpa takut akan penindasan. Demokrasi juga dilengkapi dengan mekanisme checks and balances yang bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan. Ini berarti bahwa ada pembagian kekuasaan antara lembaga-lembaga pemerintahan, seperti eksekutif, legislatif, dan yudikatif, yang saling mengawasi satu sama lain.
Dalam konteks Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada bulan November 2024 mendatang, terdapat beberapa dinamika yang muncul dan merubah landscap politik di Indonesia akhir-akhir ini. Politik merupakan arena yang penuh dengan perubahan dan selalu dinamis, mencerminkan kompleksitas interaksi antara individu, kelompok, dan lembaga. Dinamika politik menunjukkan bahwa tidak ada sistem atau struktur yang statis segala sesuatu selalu dalam proses evolusi, terpengaruh oleh berbagai faktor seperti kebijakan, Menjelang perhelatan Pilkada 2024 ini berbeda dengan Pilkada sebelumnya, karena menjelang Pilkada 2024 terdapat berbagai daerah yang berpotensi melawan kotak kosong, seperti Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Dengan melihat fenomena tersebut yang ditakutkan Pilkada tidak lagi demokratis maka Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024, putusan nomor 60 membahas terkait ambang batas pencalonan kepala dan wakil kepala daerah. Mahkamah Konstitusi membatalkan pasa 40 ayat 3 UU Pilkada dan menyatakan pasal 40 ayat 1 UU Pilkada inkonstitusional bersyarat.
Melalui putusan tersebut, Mahkamah Konstitusi menyatakan partai politik yang tidak mendapatkan kursi di DPRD bisa mencalonkan pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah. Perhitungan syarat untuk mengusulkan pasangan calon hanya didasarkan pada hasil perolehan suara sah partai politik atau gabungan partai politik dalam pemilu didaerah yang bersangkutan mulai dari 6,5 hingga 10 persen. Selanjutnya putusan Mahkamah Konstitusi nomor 70 membahas terkait syarat usia calon kepala daerah di Pilkada. Dalam putusan tersebut Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa perhitungan syarat usia calon kepala daerah harus terhitung sejak penetapan pasangan calon.
Dengan berbagai perubahan regulasi partai politik yang sangat dinamis membuat landscap politik lokal berubah secara keseluruhan. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bersifat final dan mengikat. Artinya, keputusan yang dikeluarkan oleh MK tidak dapat diajukan banding dan wajib dilaksanakan oleh semua pihak, termasuk pemerintah, lembaga negara, dan masyarakat. Ini memastikan bahwa keputusan MK memiliki kekuatan hukum yang kuat dalam menyelesaikan sengketa konstitusi dan masalah hukum lainnya di Indonesia. Namun Badan Legislasi (Baleg) merespon dengan menjadwalkan pembahasan revisi UU Pilkada setelah adanya putusan MK nomor 60 PUU-XXII/2024. Pada akhirnya Baleg DPR membatalkan pengesahan revisi UU Pilkada 2024 pada 22 Agustus 2024, di tengah demonstrasi besar yang menolak langkah tersebut. Keputusan ini diambil setelah protes dari masyarakat dan mahasiswa yang menentang pengabaian terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan syarat baru untuk pencalonan kepala daerah. Selain itu, rapat paripurna tidak dapat dilanjutkan karena tidak memenuhi kuorum, dengan hanya 89 anggota DPR hadir dari total 575 anggota.
Aksi demonstrasi besar yang dilakukan dalam penolakan revisi UU Pilkada oleh Baleg DPR berhasil menggagalkan upaya perubahan yang dinilai merugikan demokrasi. Gerakan ini melibatkan berbagai elemen masyarakat, seperti mahasiswa, aktivis, dan masyarakat umum, yang merasa revisi tersebut akan mengurangi pilihan calon kepala daerah dan berpotensi melemahkan kompetisi demokrasi. Demonstrasi ini dipicu oleh kekhawatiran bahwa revisi UU Pilkada akan menciptakan monopoli politik oleh segelintir elit dan mengurangi keterlibatan partai-partai non-parlemen dalam Pilkada 2024. Dalam mengkonsolidasikan gerakan ini platform media sosial juga memainkan perean penting dalam memberikan informasi terkait dinemkikan yang terjadi sehingga masyarakat mengetaui apa yang sebenarnya terjadi pada proses demokrasi di Indonesia. Himbauan tersebut berupa peringatan darurat yang massif di sebar luaskan oleh para pengguna media sosial terkhusus dalam platform Instagram. Gerakan ini menandakan bahwa gerakan sosial yang dilakuakn dibutuhkan untuk menjaga demokrasi yang inklusif untuk semuanya tanpa membatasi kesempatan kepada setiap individu dalam berdemokrasi.
Aksi demonstrasi menolak revisi UU Pilkada menjadi momen penting yang menggambarkan kekuatan kolektif rakyat dalam menjaga dan memperjuangkan demokrasi di Indonesia.
Ketika revisi tersebut dinilai berpotensi melemahkan partisipasi masyarakat dan mengurangi pilihan bagi pemilih, berbagai elemen masyarakat, mulai dari mahasiswa hingga aktivis, bersatu untuk menyuarakan penolakan mereka.
Keberhasilan menggagalkan revisi ini tidak hanya mencerminkan kepedulian masyarakat terhadap masa depan politik negara, tetapi juga menegaskan bahwa suara rakyat memiliki kekuatan yang mampu memengaruhi kebijakan publik.
Momentum ini menjadi pengingat akan pentingnya keterlibatan aktif dalam proses politik.
0 Comments