Bang 46 jerat ibu-ibu pedagang kaki lima dan lontong sayur di Kabupaten Sijunjung
Jumat 20 September 2024
Bang 46 yang menawarkan layanan kredit mikro untuk usaha kecil, saat ini sedang menjadi sorotan di Kabupaten Sijunjung. Korban utamanya adalah ibu-ibu pedagang kaki lima dan pedagang lontong sayur, yang sebagian besar berasal dari golongan ekonomi menengah kebawah. Mereka mengandalkan pinjaman dari bank tersebut untuk menopang usaha kecil mereka yang merupakan sumber utama pendapatan keluarga.
Banyak dari keluarga ini yang terjerat dengan utang yang terus menumpuk. Awalnya program kredit yang ditawarkan oleh bank 46 ini terlihat menarik karena proses pengajuan yang mudah dan syarat yang ringan. Namun bunga pinjaman yang tinggi serta denda keterlambatan membuat para pedagang kesulitan melunasi cicilan. Dampaknya di antara beberapa mereka mengalami tekanan finansial yang-berat, hingga usaha mereka terancam gulung tikar.
Kasus ini mencuat di beberapa titik strategis di Kabupaten Sijunjung,
Terutama di pasar-pasar tradisional dan pusat-pusat penjualan makanan, Di mana para pedagang penjual lontong sayur dan pedagang kaki lima biasanya berjualan. Pasar tradisional di daerah seperti Muaro gambo Tanjung ampalu kumanis dan pasar-pasar tradisional yang ada di sekitarnya, menjadi tempat di mana Banyak pedagang terpaksa mengambil pinjaman untuk memperluas maupun untuk sekedar mempertahankan usahanya. Lokasi lokasi ini menjadi saksi kesulitan yang dihadapi pedagang kecil dalam menghadapi jebakan kredit.
Perma salahan mulai dirasakan oleh para pedagang sejak beberapa bulan terakhir, ketika mereka tidak mampu lagi membayar cicilan secara tepat waktu. Pinjaman yang seharusnya membantu mereka justru berubah menjadi beban. Para pedagang mengaku bahwa mereka tertarik untuk mengambil kredit pada awal tahun ini, ketika promosi dari bank 46 gencar dilakukan di kalangan pedagang kaki lima dan lontong sayur. Namun hanya dalam waktu singkat hutang yang mereka ambil berubah menjadi masalah yang sulit diselesaikan.
Salah satu alasan utama mereka terjebak dalam jeratan ini adalah kurangnya pemahaman tentang bunga dan penalti pinjaman. Sebagian besar pedagang tidak memiliki latar belakang keuangan yang memadai untuk mengambil risiko mengambil kredit dengan bunga yang tinggi. Selain itu kebutuhan mendesak untuk modal usaha, seringkali membuat mereka mengambil keputusan cepat tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang. Sosialisasi yang sangat kurang dari pihak bank 46 tersebut mengenai potensi risiko ini juga tambah memperparah keadaan.
Untuk mengatasi masalah ini diperlukan intervensi dari pihak terkait, baik. Itu pemerintah daerah maupun lembaga non pemerintah, yang dapat memberikan edukasi finansial kepada pedagang kecil tersebut. Selain itu peninjauan ulang terhadap kebijakan pinjaman mikro dengan bunga yang sangat tinggi penting dilakukan agar para pedagang kaki lima pedagang lontong sayur tidak terus-menerus terjebak dalam lingkaran hutang kepada bank 46 itu. Pendekatan lebih manusiawi kepada masyarakat dalam penanganan terhadap kredit macet, apalagi kredit ini dilakukan terhadap bank 46 yang mana kekuatan hukum bank 46 ini tidak jelas.
Tutur seorang narasumber yang inisial AB mengatakan bahwa dia telah lama terus-menerus melakukan hal ini telah berulang kali yang mana dia tidak bisa terlepas dari jeratan Bang 46 ini sampai sekarang ini luput dari perhatian pemerintah jorong pemerintah Nagari pemerintah Kecamatan maupun pemerintah Kabupaten setempat.
#Syafrinaldi
0 Comments