Ticker

6/recent/ticker-posts

Lebih sopan anak zaman dulu daripada anak zaman sekarang

 


Ditulis Oleh: Arief Setyawan dari Universitas Andalas


“Anak sekarang mah etikanya kurang, sopan santun terhadap orang tua gaada sama sekali.” Kalimat tadi sering kita dengar terutama di kalangan orang yang umurnya berada diatas kita. Mereka mengungkapkan bahwasanya anak-anak di jaman mereka lebih memiliki sopan santun dibandingkan anak zaman sekarang. Lantas apa yang membuat Gen-Z dicap seperti itu?

Perbedaan generasi menjadi faktor pemicu yang paling besar. Kita tidak bisa menyamakan antar generasi satu dan generasi yang lainnya. Masing-masing generasi memiliki nafas kehidupannya sendiri. Berbagai macam perkembangan pun menjadi faktor penting yang mendasari moral dalam setiap tindakan di masing-masing generasi.

Saat ini sedang berseliweran di internet berbagai pandangan seperti “Gen Z mah kerjanya dirumah malas-malasan dan main internet seharian, Gen Z gaakan bisa masuk ke dunia kerja, atau Gen-Z mentalnya remuk kek kerupuk dikit-dikit ngehubungin ke arah mental health!.” Gen-Z sekarang memiliki pandangan yang buruk di mata orang yang hidup di generasi sebelumnya.

Pandangan tersebut nyatanya memang benar oleh kebanyakan orang yang lahir di Gen-Z. Akan tetapi, pandangan seperti itu tidak bisa dipukul rata kepada seluruh orang yang lahir di Gen-Z. Saya yang lahir pada Gen-Z saat ini mampu memetakan secara objektif bahwasanya saya tidak mengikuti pandangan ataupun stigma yang diberikan oleh sosial kepada kalangan Gen-Z saat ini. Saya sudah mulai bekerja mulai dari bangku SMP, Saya mampu mengoperasikan internet untuk mencari informasi yang membuat saya berkembang, dan Saya juga memahami kesehatan mental tanpa harus memberi belas kasih kepada mental saya. Mental saya sudah ditempa sedari kecil sehingga hal tersebut tak akan menjadi pelarian saya.

Bukan hanya saya, beberapa orang seusia saya yang saya temui juga mengalami hal yang sama. Teman saya yang bekerja di perusahaan catering mampu bekerja lebih dari 12 jam sehari. Teman saya yang menjadi atlet nasional. Teman saya yang bekerja di perusahaan berjenis F&B seperti barista, pastry, chef, helper, dan lainnya juga mengalami hal yang sama seperti saya. Berbeda jauh dengan pandangan umum terhadap Gen-Z pada saat ini.

Namun, saya sangat menyayangkan bahwa mereka yang memberi pandangan umum seperti itu tidak memiliki fakta yang sesuai dengan keadaan nyata. Dunia yang dinamis inilah yang menyebabkan mereka lebih sadar terhadap berbagai kesalahan yang dilakukan oleh generasi mereka sebelumnya. Sebenarnya untuk apa kita hidup di generasi ini jika kita tidak memahami sejarah yang telah dibuat di tahun-tahun sebelumnya?

Menjadi sadar bukan berarti menjadi lebih lemah. Gen-Z saat ini sadar akan pentingnya kerja cerdas dibandingkan kerja keras, sadar akan bahaya bekerja tidak sesuai kapasitas yang membuat burn out, dan Gen-Z saat ini sadar akan kesehatan mental yang tidak pernah dibahas mendalam oleh generasi sebelum mereka. Jika kita semua pernah merasakan sakit hati, apakah kita masih percaya sakit mental itu tidak ada?. Maka dari itu, Gen-Z dapat dikatakan lebih sadar terhadap beberapa hal baru.

Ada kalanya kita harus memahami bahwasanya tidak ada satupun yang benar-benar serupa di dunia ini. Bahkan anak kembar sekalipun memiliki perbedaan diantaranya. Pemahaman akan perbedaan ini harus kita terapkan supaya kita mampu untuk memberi nasehat dan masukan yang sesuai terhadap mereka. Sebab masing-masing manusia memiliki kemampuannya masing-masing. Jika kita menyamaratakan segala hal, bukankah itu adalah suatu hal yang begitu naif untuk keberlangsungan kehidupan kita pada langkah generasi selanjutnya.

Hal-hal seperti pluralisme atau pemahaman akan perbedaan inilah yang sulit kita terapkan. Salah satu alasannya adalah Ego yang tumbuh dalam diri kita, kita mengungkapkan bahwa generasi kita adalah yang terbaik jadi kita tak perlu memahami orang lain sebab kitalah yang paling baik. Oleh sebab itu pula Gen-Z merasakan kesenjangan antara dirinya dan generasi sebelum dirinya. Jika masing-masing kita dapat saling memahami, saya pikir hal tersebut pasti akan berpengaruh besar terhadap pembentukan karakter dalam setiap manusia.

Belum lagi permasalahan toleransi yang hanya mampu digaungkan dalam sila pancasila. Penerapan akan toleransi ini masih jauh dari kata cukup. Bisa kita perhatikan saat ini mayoritas selalu diuntungkan, padahal menjadi ramai dan banyak bukan berarti benar. Gen-Z saat ini dicap memiliki tingkat toleransi yang lebih tinggi karena mereka lahir dengan sumber informasi yang luas sehingga mampu memahami perbedaan akan ras, budaya, agama, dan bahasa sehingga paham untuk menerimanya.

Alhasil, kita takkan bisa hidup tentram jika hanya bermodalkan menyudutkan beberapa pihak. Kita harus belajar untuk memahami perbedaannya kemudian jika ada yang melenceng dari etika dan norma barulah kita menasihatinya dengan bahasa yang mampu mereka kunyah. Jika masyarakat umum saling menciptakan kesenjangan dan saling mengatakan bahwa mereka salah dan dirinyalah yang benar, ketentraman masih akan jauh untuk mampu kita dapatkan.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS