Oleh : Muhamad Alfarozy
Mahasiswa Program Studi Pemikiran Politik Islam UIN
Mahmud Yunus Batusangkar
Ajaran
marhaenisme adalah buah pikiran dari bapak proklamator Indonesia yakninya Ir.
Soekarno atau biasa yang dikenal dengan sebutan Bung Karno. Pemikirannya
tentang konsep masyarakat yang tertindas oleh sebuah system imperialisme,
kolonialisme, dan kapitalisme. Soekarno juga menyebutkan bahwasanya ajaran
marhaenisme adalah sosialisme dalam praktik Indonesia. Marhaenisme sendiri
menginginkan susunan masyarakat dalam segala hal menyelamatkan kaum marhaen.
Ada beberapa istilah dalam ajaran marhaenisme itu sendiri, yaitu marhaenisme
adalah ideology kaum marhaen, marhaenis adalah orang yang memperjuangkan kaum
marhaen, dan marhaen adalah orang-orang yang melarat dan hanya sedikit memiliki
alat produksi serta tidak bekerja dengan orang lain dan juga tidak memperkerjakan
orang lain. Konkritnya kaum marhaen adalah petani, buruh, nelayan, dan
sebagainya yang tertindas oleh system kapitalisme, imperialism, kolonialisme.
Konsep marhaenisme digagas pada umur 20 tahun oleh soekarno, marhaenisme adalah
cara atau azas perjuangan yang menghapus kapitalisme dan imperialism.
Berbeda
dengan ajaran marhaenisme, oligarki dimana kekuasaan hanya dijalankan
segelintir orang yang mempunyai pengaruh dominan dalam pemerintahan. Pasca orde
baru oligarki saling bersaing dalam kontestasi politik yang terbagi-bagi dalam
partai politik. Oligarki dan demokrasi saling menunggangi dimana demokrasi
dimanfaatkan oleh kelompok oligarki untuk menuju kekuasaan. Sehingga keputusan
yang dibuat ataupun kebijakan tidak lagi berorientasi pada kesejahteraan umum
melainkan bagi segelintir kalangan oligarki. Tentu cara oligarki ini
bertentangan dengan ajaran marhaenisme soekarno yang menginginkan keselamatan
bagi kaum marhaen. Demokrasi pengertian secara umum adalah pemerintahan dari
rakyat namun demokrasi hari ini berubah menjadi demokrasi oligarki dimana
pemerintahan itu dari kalangan elite. Soekarno menginginkan terciptanya
sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi.
Soekarno
tidak hanya saja menginginkan demokrasi secara politik tetapi juga demokrasi
secara ekonomi. Demokrasi politik masih belum bisa menyelamatkan kaum marhaen
dalam pergaulan hidup. Tentunya dengan adanya demokrasi ekonomi akan dapat
nantinya menyelamatkan kaum marhaen. Soekarno menginginkan nasionalisme itu
tumbuh dari kaum marhaen itu sendiri, dimana sosio-nasionalisme tidak
menginginkan nasionalisme borjuis yang membuat kepincangan dalam masyarakat.
Sehingga dapat dikatakan bahwasanya demokrasi politik dan demokrasi ekonomi itu
lahir dari nasionalisme masyarakat itu sendiri. Terus bagaimana keadaan
demokrasi Indonesia hari ini?, dalam proses pemilu Indonesia sekarang cost
politik begitu mahal. Bahkan untuk caleg setingkat kab/kota membutuhkan modal
sebesar 500-1milyar untuk duduk di parlemen. Sehingga yang mampu terjun ke dunia
politik tentu orang yang memiliki modal besar atau juga disebut sebagai
pengusaha dan bahasa lainnya adalah kaum borjuis.
Demokrasi
secara politikpun menjadi pincang karena akses ke partai poltik sudah
dibatalkan karena ketidakadaan modal tersebut. Adapun yang memiliki akses
tetapi hanya menjadi pemenuhan kuota per-dapilnya atau kiasan dalam bahasa
minang parami alek urang ( hanya
meramaikan acara orang). Kemudian orientasinya tidak bertujuan untuk duduk
diparlemen mewakili konstituennya, tetapi hanya karena ada deal-dealan politik
dengan partai politik. Hal seperti ini menyebabkan sifat keterwakilan menjadi
hilang dikarenakan yang diprioritaskan untuk duduk di parlemen adalah
caleg-caleg yang memiliki modal finansial yang mendukung.
Kemudian
kalau kita kaitkan dengan revolusi prancis dimana kaum borjuis memanfaatkan
rakyat jelata untuk menjatuhkan raja dan kaki tangannya seperti kaum ninggrat
dan pemangku agama. Kalau kita lihat konteks pemilu sekarang, konstituen
dimanfaatkan atau menjadi alat menuju kekuasaan dengan cara menyebar janji
bohong dan juga melakukan money politik. Sehingga kedaulatan rakyat telah
direbut oleh kaum borjuis tersebut atau caleg-caleg yang mempunyai modal
finansial yang mendukung. Penindasan dengan cara baru ini terhadap masyarakat
tentunya juga bertentangan dengan ajaran marhaenisme. Dimana sosio-nasionalisme
tidak tumbuh didalam diri caleg-caleg yang sebagai oknum dalam memanipulasi
pandangan masyarakat tentang mereka. Nasionalisme yang diinginkan soekarno
adalah nasionalisme yang berperikemanusiaan, yang memikirkan selamatnya hidup
orang banyak.
Bagaimana
marhaenisme dapat menjawab persoalan yang kompleks ini?, tentunya adalah anak
ideologis dari Bung Karno. GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia) adalah
organisasi ekstra kampus yang berdiri pada 23 maret 1954. Organisasi ini
didirikan oleh gabungan tiga organisasi mahasiswa, Gerakan Mahasiswa Demokrat
Indonesia (Jakarta), Gerakan Mahasiwa Merdeka (Surabaya), dan Mahasiswa
Marhaenis (Yogkarta). Singkatnya tiga organisasi tersebut memiliki persamaan
ideology yaitu marhaenisme. Dalam tulisan ini kita tidak akan membahas sejarah
dari organisasi GmnI, tetapi bagaimana kader-kader GmnI dapat melanjutkan
cita-cita dari Bapak Proklamator Ir. Soekarno untuk mewujudkan keadilan social,
politik, ekonomi dan lain-lainnya. Organisasi GmnI tersebar diseluruh kab/kota
yang ada di Indonesia, tentunya dengan kader-kader yang tersebar tersebut
tentunya ada konsolidasi melawan praktik kapitalisme, Neo-imperialisme, Neo-kolonialisme. Tentunya
praktek tersebut menindas dan menghisap kaum marhaen yang ada di Indonesia.
Bukan hanya tentang ekonomi tetapi pendidikan juga harus diperhatikan oleh
kader-kader GmnI yang tersebar dari cabang sampai komisariat di Indonesia.
Sempat
menjadi isu yang menjadi polemic di kalangan mahasiswa tentang kenaikan UKT
(Uang Kuliah Tunggal) dengan terbitnya permendikbud No 2 Tahun 2024 tentang
Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi. Dikarenakan peraturan
tersebut menjadi legitimasi kampus untuk menaikkan UKT. Sesuai dengan pembukaan UUD 1945 Alinea ke-4
bahwasanya Negara harus mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu bentuk
keseriusan dari Negara adalah dengan rendahnya biaya pendidikan sehingga dapat
mewujudkan sila ke-5 yaitunya mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh
rakyat Indonesia. Walaupun telah dicabut permendikbud tersebut oleh Komisi X
DPR RI tidak menjadikan kita lengah akan hal tersebut.
Beberapa
kegiatan yang kerap dilakukan oleh GMNI seperti kaderisasi, advokasi, literasi
dan demonstrasi. Dari kegiatan tersebut harus sinergitas dari DPP GMNI sampai
pada DPC GMNI yang ada di Indonesia. Sehingga melalui pengkaderan dapat
mendidik kader bangsa dalam mewujudkan sosialisme Indonesia berdasarkan
Pancasila 1 Juni 1945 UUD 1945. Kemudian advokasi merupakan giat-giat
kemasyarakatan terus dilaksanakan agar GMNI tetap dapat bersama dengan rakyat-rakyat
yang tertindas oleh system kapitalisme, Neo-Imperialisme, dan Neo-Kolonialisme.
Kemudian
bagaimana kader GmnI menjawab persoalan demokrasi oligarki hari ini?, tentunya
semua kadernya adalah mahasiswa yang sebagai agen perubahan, generasi penerus
bangsa, penjaga nilai, penguat moral, dan social control terhadap
berlangsungnya Negara ini. Usaha- usaha yang dapat dilakukan kader GMNI adalah
melakukan pendidikan politik baik itu terhadap anggotanya maupun kepada
masyarakat yang sesuai dengan ajaran marhaenisme yaitunya Sosio-Nasionalisme,
Sosio-Demokrasi, dan Ketuhanan yang berkebudayaan. Nilai-nilai tersebut tidak
hanya saja diberikan kepada kader dan juga anggota tetapi juga kepada khalayak
ramai dengan mengadakan seminar tentang bahayanya demokrasi oligarki yang dapat
menghisap kaum marhaen itu sendiri.
Dengan
pendidikan politik tersebut para kader dan anggota sadar akan posisi oligarki
yang mengeyampingkan kepentingan masyarakat. Kemudian kader GmnI harus sadar
akan kondisi demokrasi yang tercipta hari ini tidak sesuai dengan
Sosio-demokrasi dari Bung Karno. Yaitunya demokrasi masyarakat yang betul-betul
adanya kesempatan yang sama dibidang politik dan juga ekonomi. Demokrasi
oligarki menjelma menjadi kaum borjuis yang mencoba menutup mata dari
masyarakat agar masyarakat dapat mengantarkannya pada posisi kekuasaan. Dengan
perkembangan zaman ini GmnI mampu bergerak diruang digital dan memprogandakan
bahaya oligarki dalam masuk system politik. Beserta mampu bekerja sama dengan
pihak penyelenggara baik itu KPU dan BAWASLU dalam menyelesaikan kecurangan
pemilu dan juga mensosialisasikan pentingnya partisipasi politik masyarakat
bagi kelangsungan hidupnya.
Kemudian
dengan adanya OKP lain seperti HMI, PMII, IMM, GMKI, dan organisasi lainnya
dapat berkolaborasi melakukan suatu aksi dan melakukan social control terhadap
suatu kebijakan yang dikeularkan oleh pemerintah. Kemudian ciri khas dari Bung
Karno yang mampu mempersatukan berbagai aliran politik dapat juga ditiru oleh
kader-kader GmnI sebagai anak ideologis dari Bung Karno. Tentu lawan dari OKP
yang sebenarnya maupun organisasi dalam kampus adalah para oligarki yang dapat
mengancam keselamatan rakyat Indonesia. Kapitalisme , imperialism, dan
kolonialisme telah berubah dengan perkembangan zaman yang ada. Tentunya melawan
kepentingan oligarki tersebut harus mempunyai langkah-langkah yang strategis
dan taktis.
Seperti
di papua contohnya yang begitu banyak SDA yang ada tetapi tidak dapat terkelola
dengan baik. Terjadinya kebocoran sumber daya alam yang disebabkan oleh
kekuatan imperlisme dan tentunya penghisapan sepeti ini harus segera
dihentikan. Langkah-langkah dalam penghapusan kapitalisme beserta
kawan-kawannya harus tetap diperjuangkan oleh anak ideologis Bung Karno sebagai
upaya bentuk dalam mewujudkan kesejahteraan bagi kaum marhaen. Merapatkan
barisan marhaen dan marhaenis dalam memperjuangkan teciptanya ajaran
marhaenisme harus segera dilakukan dan tidak menjadi utopia belaka. Penguatan
ekonomi kerakyatan seperti koperasi juga harus diperhatikan oleh para
kader-kader GmnI sehingga mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia
dan terlepas dari system kapitalisme yang menghisap kaum-kaum marhaen yang ada
di Indonesia. MERDEKA!!!
0 Comments