Ticker

6/recent/ticker-posts

ADAT MINANGKABAU : KETERHUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALAM



 Penulis : M. Dzaki Annafi . N dari Sungai Pua Kabupaten Agam Mahasiswa Jurusan Sastra Minangkabau Universitas Andalas

Adat Minangkabau memiliki filosofi yang menekankan pada keterhubungan erat antara manusia dengan alam. Pemahaman akan esensi dari hubungan ini menjadi inti dari adat Minangkabau dan tercermin dalam berbagai aspek kehidupan mereka. Bagi masyarakat Minangkabau, alam dipandang sebagai entitas yang hidup dan berperan dalam kehidupan manusia. Filosofi ini kemudian diwujudkan dalam berbagai praktik budaya, kepercayaan, dan sistem sosial.

 

Pada filosofi adat Minangkabau terdapat konsep penting yang mencerminkan esensi keterhubungan manusia dengan alam yaitunya filosofi Alam Takambang Jadi Guru. Bagi masyarakat Minangkabau, alam ialah segala-galanya, bukan hanya sebagai tempat lahir dan tempat mati, tempat hidup dan berkembang. Melainkan juga mempunyai makna filosofi dimana ajaran dan pandangan hidup mereka yang dipetik dalam pepatah,petitih, mamangan, serta lain-lainnya mengambil ungkapan dari bentuk, sifat, dan kehidupan alam.

 

Alam dan segenap unsurnya mereka lihat senantiasa terdiri dari empat atau dapat dibagi menjadi empat yang biasa mereka sebut nan ampek (yang empat). Seperti halnya: ada matahari, ada bulan, ada bumi, ada bintang, ada siang, ada malam, ada pagi, ada petang; ada timur, ada barat, ada utara, ada selatan; ada api, ada air, ada tanah, dan ada angin. Semua unsur alam yang berbeda kadar dan perannya itu saling berhubungan tetapi tidak saling mengikat, saling berbenturan tapi tidak saling melenyapkan , dan saling mengelompok tapi tidak saling meleburkan.

 

Unsur-unsur itu masing-masingnya hidup dengan eksistensinya dalam suatu harmonisasi, tetapi dinamis sesuai dengan dialektika alam yang mereka namakan bakarano bakajadian (bersebab dan berakibat). Bila alam dengan segala unsurnya itu dikiaskan kepada kehidupan manusia, sebagaimana mereka mengiaskan alam sebagai tanah air Minangkabaunya. Maka pemahaman unsur alam bermakna sebagai lembaga atau individu dalam masyarakat mereka. Dan masing-masing berhak mempertahankan eksistensi dalam perjalanan hidupnya.

 

Falsafah alam Minangkabau meletakkan manusia sebagai salah satu unsur yang statusnya sama dengan unsur lainnya, seperti tanah, rumah, suku, dan nagari. Setiap manusia, secara bersama-sama atau sendiri-sendiri memerlukan tanah, rumah, suku, dan nagari sebagaimana mereka memerlukan orang lain bagi kepentingan lahir dan batinnya. Menurut alam pikiran mereka, manusia merupakan sesuatu yang sempurna, seperti sempurnanya matahari dengan sinarnya, bulan dengan cahayanya, api dengan panasnya, angin dengan hembusannya. Oleh karena itu, setiap manusia dipandang dalam status yang sama.

 

Sebagai falsafah yang berguru ke alam, mereka memandang falsafah Minangkabau sebagai yang tak lapuak dek hujan, tak lakang dek paneh ( takkan lapuk karena hujan, takkan lekang karena panas) karena keabadiannya. Alam itu terus hidup meski ada yang patah, misalnya pohon, maka ia akan tumbuh terus. Zat alam yang hilang, seperti air dan api, ia akan terus ada. Sikap demikian merupakan sikap mereka yang selalu optimis, asal mampu menyesuaikan diri dengan alam dan lingkungannya.

 

Lebih jauh dari itu, masyarakat Minangkabau juga meletakkan simbol Rumah Gadang terhadap falsafah Alam Takambang Jadi Guru. Sebagai suku bangsa yang menganut falsafah Alam Takambang Jadi Guru, mereka menyelaraskan kehidupannya pada susunan alam yang harmonis tetapi juga dinamis. Jika dilihat dari bentuk dasarnya, rumah gadang itu berbentuk segi empat yang tidak simetris yang mengembang ke atas. Garis melintangnya melengkung secara tajam dan juga landai dengan bagian tengahnya lebih rendah. Lengkung pada atapnya tajam seperti garis tanduk kerbau, sedangkan lengkung badan rumah landai seperti badan kapal.

 

Garis segi empat yang membesar ke atas dikombinasikan dengan garis yang melengkung rendah di bagian tengah secara estetika merupakan komposisi yang dinamis. Jika dilihat pula dari sebelah sisi bangunan, maka segi empat yang membesar ke atas ditutup, semuanya membentuk suatu keseimbangan estetika yang sesuai dengan ajaran hidup mereka. Sebagai suku bangsa yang menganut falsafah alam, garis dan bentuk rumah gadangnya kelihatan serasi dengan bentuk alam Bukit Barisan.

 

Bentuk alam Bukit Barisan dimana bagian puncaknya bergaris lengkung yang meninggi pada bagian tengahnya serta garis lerengnya melengkung dan mengembang ke bawah dengan bentuk bersegi tiga pula. Garis alam Bukit Barisan dan garis rumah gadang merupakan garis-garis yang berlawanan, tetapi merupakan komposisi yang harmonis jika dilihat secara estetika. Jika dilihat dari segi fungsinya, garis-garis rumah gadang menunjukkan penyesuaian dengan alam tropis.

 

Atapnya yang lancip berguna untuk membebaskan endapan air pada ijuk yang berlapis-lapis itu, sehingga air hujan yang betapa pun sifat curahannya akan meluncur cepat pada atapnya. Bangun rumah yang mebesar ke atas, yang mereka sebut silek, membebaskannya dari terpaan tampias. Kolongnya yang tinggi memberikan hawa yang segar, terutama pada musim panas. Di samping itu rumah gadang dibangun berjajaran menurut arah mata angin dari utara ke selatan guna membebaskannya dari panggang matahari serta serbuan angin.

 

Jika dilihat secara keseluruhan, arsitektur rumah gadang itu dibangun menurut syarat-syarat estetika dan fungsi yang sesuai dengan kodrat atau yang mengandung nilai-nilai kesatuan, kelarasa, dan keseimbangan. Begitu terlihatnya bahwa masyarakat Minangkabau memang menjadikan alam sebagai guru bagi mereka dalam segi apapun. Seperti hal nya pembangunan rumah gadang yang sangat jelas bagaimana mereka meniru alam dan bahkan mencontohnya untuk membuat rumah gadang tersebut.

 

Itulah keterhubungan manusia dengan alam dan bagaimana masyarakat Minangkabau menjadikan Alam sebagai guru bagi mereka. Sebenarnya contoh-contoh lainnya pun masih sangat banyak seperti bagaimana filosofi-filosofi masyarakat Minangkabau diwujudkan dalam berbagai praktik budaya, kepercayaan, dan sistem sosial.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Penulis : M. Dzaki Annafi . N

Asal : Sungai Pua Kabupaten Agam

Mahasiswa Jurusan Sastra Minangkabau Universitas Andalas

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS