NAMA
: ALEY TAQRIZUL HAQ
NIM
: 2210833016
JURUSAN : ILMU Politik Fakultas : ILMU SOSIAL DAN ILMU Politik Mahasiswa ilmu politik universitas Andalas
bagaikan lukisan indah yang terlukis
di menara gading begitulah ungkapan yang bisa di lontarkan terkait dengan
birokrasi yang di paparkan oleh hegel, hegel memaparkan dalam bukunya yang
berjudul Philosophy of Right pada
tahun 1821 buku ini merupakan salah satu karya penting dalam
sejarah filsafat politik dan merupakan penjabaran sistematis dari pandangan
Hegel tentang negara, hukum, dan masyarakat. Sejak diterbitkan, karya ini telah
menjadi salah satu karya klasik dalam tradisi filsafat Barat dan terus menjadi
sumber inspirasi dan diskusi bagi para ahli dan pemikir politik hingga saat
ini. Buku ini berisi tentang visi idealnya tentang birokrasi yang rasional,
objektif, dan berlandaskan akal universal, bagaikan oase di tengah gurun
realita birokrasi yang seringkali terganjal oleh kompleksitas realitas politik
dan ekonomi. Di Indonesia, teori Hegel menawarkan secercah harapan di tengah
upaya reformasi birokrasi yang terus bergulir. Gagasannya tentang "akal
universal" yang di jelaskan oleh hegel sebenarnya selaras dengan
nilai-nilai Pancasila yang ada di indonesia, khususnya sila keempat yang
berbunyi Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, yang menjadi landasan bagi birokrasi untuk
bertindak demi mencapai tujuan bersama: kesejahteraan rakyat.
Visi Hegel tentang profesionalisme
dan meritokrasi pun selaras dengan cita-cita birokrasi yang bersih dan
kompeten. Birokrasi yang diimpikan Hegel adalah mesin yang dimotori oleh para
aparatur negara yang cakap dan berintegritas, bukan mesin yang tercemar oleh
nepotisme dan korupsi. Namun, perjalanan menuju birokrasi ideal ala Hegel masih
terjal dan berliku. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa
Indeks Reformasi Birokrasi (IRB) Indonesia pada tahun 2022 masih berada di
angka 72,68, yang termasuk kategori "B" atau "Baik". Hal
ini menunjukkan bahwa masih ada banyak ruang untuk perbaikan, diperarah juga
dengan budaya paternalisme, feodalisme, dan intervensi politik masih membayangi
birokrasi Indonesia. Data dari KPK menunjukkan bahwa selama tahun 2022,
terdapat 144 kasus korupsi yang melibatkan aparatur negara hal tersebut bukan
lah angka yang kecil, bukan cuman itu dunia internasional pun juga memberikan
pandangan nya terkait kasus korupsi yang ada di indonesia dapat di lihat
berdasarkan Survei Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Transparency
International menunjukkan bahwa Indonesia masih berada di peringkat 96 dari 180
negara pada tahun 2022, dengan skor 38 yang berindikasi bahwa hal tersebut
bukan lah masalah sepele jika terus di biarkan masalah tersebut akan menjadi
batu sandungan yang tak boleh diabaikan.
masalah korupsi yang mengakar dalam
struktur birokrasi menjadi penghalang utama bagi terwujudnya evolusi dialektis
yang diinginkan oleh teori Hegelian. Praktik korupsi, nepotisme, dan kolusi
tidak hanya merusak kepercayaan publik, tetapi juga menghambat proses
pengambilan keputusan yang seharusnya berbasis pada kepentingan publik.
Kemudian masalah struktural yang memperlambat kemajuan birokrasi, seperti
kekakuan prosedur, regulasi yang berbelit, dan kurangnya inovasi dalam
penyelenggaraan pelayanan publik. Hal ini mengakibatkan birokrasi cenderung
terperangkap dalam rutinitas dan tidak mampu beradaptasi secara cepat terhadap
perubahan yang terjadi di masyarakat.
Meskipun demikian, bukan berarti
teori Hegel hanyalah utopia di menara gading. Visi idealnya dapat menjadi
kompas yang menuntun langkah reformasi birokrasi di Indonesia. Upaya reformasi
yang berkelanjutan, seperti peningkatan kapasitas dan integritas aparatur
negara, serta pelibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan
pengawasan birokrasi, dapat menjadi kunci untuk mewujudkan birokrasi yang
profesional, akuntabel, dan responsif. Pemerintah perlu terus memperkuat
komitmennya dalam merealisasikan birokrasi ideal. Reformasi birokrasi bukan
sekadar program, tapi sebuah transformasi yang membutuhkan perubahan
fundamental dalam budaya dan mindset aparatur negara. Masyarakat pun harus
mengambil peran aktif dalam mengawal dan mendorong terciptanya birokrasi yang
bersih dan melayani. Partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan
dan pengawasan birokrasi akan menjadi kekuatan pendorong yang signifikan.
Pada dasarnya sudah saatnya bagi
kita untuk membangun fondasi yang lebih kokoh dalam reformasi birokrasi, yang
didasarkan pada prinsip akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi publik
yang lebih luas. Hanya dengan langkah-langkah konkret dan berkelanjutan inilah
kita dapat mengubah teori Hegel dari sekedar wacana utopis menjadi realitas
yang nyata di tanah air.Teori birokrasi Hegel mungkin bukan solusi instan, tapi
visinya tentang birokrasi yang rasional, objektif, dan berlandaskan akal
universal, dapat menjadi panduan berharga dalam perjalanan panjang menuju
birokrasi yang ideal di Bumi Pertiwi. Mari kita terus berbenah dan
berkolaborasi, agar birokrasi Indonesia bukan lagi utopia di menara gading,
tapi kenyataan yang dapat dirasakan oleh seluruh rakyat.
0 Comments