Ticker

6/recent/ticker-posts

Serangga si Kecil Dapat Menyelesaikan Masalah Kriminalitas yang Berpengaruh Besar pada Kehidupan Manusia.



Nama : Angga Kurnia Illahi

Biologi Universitas Andalas



Serangga/Insekta adalah kelompok organisme dengan jenis terbanyak dibandingkan dengan kelompok organisme lain dalam filum Arthropoda. Hingga saat ini, sekitar 950.000 spesies serangga diketahui di seluruh dunia, terhitung sekitar 59,5% dari seluruh organisme yang dideskripsikan (Sosromartono, 2000). Keanekaragaman serangga sangat tinggi dan mampu beradaptasi pada kondisi habitat yang berbeda-beda, baik lingkungan alami seperti hutan primer maupun habitat buatan seperti lahan pertanian dan perkebunan (Siswanto & Wiratno, 2001). Serangga memiliki banyak manfaat dalam kehidupan termasuk dalam mengungkap kasus kriminalitas. Ilmu yang memperlajari hal tersebut disebut dengan ilmu Entomologi forensik

Cabang forensik yang disebut entomologi forensik mengandalkan pengetahuan tentang serangga untuk membuat kesimpulan dalam penyelidikan kasus hukum yang melibatkan manusia dan satwa liar. Jenis serangga yang berguna dalam konteks entomologi forensik yang melibatkan lalat, lalat daging, dan kumbang (Gennard, 2015). Dengan menggunakan penilaian aktivitas serangga, entomologi forensik mampu meramalkan waktu kematian dan mengidentifikasi apakah suatu jasad atau mayat telah berpindah dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Ilmu forensik ini melibatkan berbagai disiplin ilmu seperti biologi, histologi antropoda, kimia, dan genetika. Melalui identifikasi DNA pada serangga yang ditemukan di tempat kejadian, dapat diungkapkan adanya jaringan tubuh atau mayat (Nureidayati, 2009).

Dalam perkembangan dunia investigasi kriminal yang terus berlanjut, seringkali jawaban terhadap misteri yang sulit diselesaikan dapat ditemukan di tempat yang tak terduga. Contohnya adalah peran yang dimainkan oleh serangga dalam membantu para penyelidik memecahkan kasus-kasus kriminal yang rumit. Meskipun serangga mungkin terlihat kecil dan tampak tidak berbahaya, kemampuan mereka untuk memberikan petunjuk berharga sering menjadi kunci untuk mengungkap kebenaran di balik suatu kejahatan.

1. Kriminalitas tanpa jejak dan serangga

Sebagian besar kasus kriminalitas tidak meninggalkan jejak dan meninggalkan kesan misterius pada suatu kasus. Manfaat serangga pada kejadiaan ini seperti pada kasus di Buku Sung Tzu berjudul The Wash Away of Wrongs dari Cina. Semua para tersangka diminta untuk menempatkan benda tajam yang mereka punya ke tanah. Satu senjata menarik perhatian lalat ke jejak darah yang tersembunyi oleh pelaku secara tidak terlihat, yang kemudian diakui oleh para pelaku (Joseph, 2011).

2. Estimasi waktu kejadian serangga

Aktivitas serangga dimanfaatkan untuk menggambarkan waktu kematian dengan mengidentifikasi usia serangga yang ditemukan di sekitar jenazah. Spesies Necrophagus menjadi serangga yang akan memakan tubuh jenazah, diikuti oleh predator dan parasit yang memangsa Necrophagus. Selain itu, spesies omnivora akan memakan baik jaringan tubuh maupun serangga. Pada hari pertama hingga kedua setelah kematian, telur lalat dapat ditemukan pada pemakaman. Lalat akan menaruh telurnya pada orificium tubuh atau luka terbuka, yang dapat mengakibatkan perubahan bentuk luka dan kerusakan jaringan di sekitarnya. Penempatan telur lalat pada mayat biasanya terjadi segera setelah kematian, tergantung pada kondisi suhu, kelembapan, dan jenis lalat. Pada hari keenam hingga setelah kematian, larva dapat terlihat pada pemakaman di iklim tropis. Selanjutnya pupa yang berasal dari larva dewasa akan muncul antara hari kedua belas hingga delapan belas setelah kematian (Nurwidayati, 2009).

3. Jejak DNA dan Serangga

Menurut Wididayati pada tahun 2003, metode yang diterapkan dalam analisis entomologi juga mencakup penggunaan "Scanning Electron Microscopy" (SEM) untuk menyelidiki morfologi telur dan larva secara simultan di bawah mikroskop elektron. Selain itu, eksperimen menggunakan hewan percobaan dimanfaatkan untuk merekonstruksi kondisi di lokasi kejadian. Jika identifikasi serangga tidak dapat dilakukan berdasarkan siklus hidupnya, maka pemeriksaan DNA dapat dijalankan dengan fokus pada mitokondria DNA.

4. Umur mayat dan serangga

Lalat pemakan bangkai, yang disebut juga Zoosaprofag, digunakan untuk menentukan usia mayat. Terdapat tiga kategori utama: spesies nekrofagus yang mengonsumsi tubuh mayat, kelompok predator dan parasit yang memangsa nekrofagus, dan kelompok omnivora yang memakan jaringan dan serangga lainnya. Dalam konteks ini, kelompok nekrofagus, khususnya spesies ordo Diptera (lalat) dan Coleoptera (kumbang), memiliki peran yang paling signifikan dalam memproyeksikan waktu kematian (Wididayanti, 2009). Selain itu, ada kelompok spesies lain seperti springtail dan laba-laba yang menggunakan mayat sebagai bagian dari habitat mereka (Joseph, 2011).

5. Barang bukti dan serangga

Salah satu kunci dalam menyelesaikan kasus forensik adalah adanya barang bukti jaringan tubuh manusia. Meskipun jaringan tubuh manusia akan mengalami proses degradasi dan akhirnya hilang, namun kerusakan dan hilangnya jaringan tubuh tersebut membawa bukti-bukti baru, yakni bukti ilmiah yang mendukung proses hukum di pengadilan (Kristanto, dkk, 2009). Serangga juga dapat membantu dalam mengungkap pembuangan barang bukti. Misalnya, serangga dapat membantu mengidentifikasi tempat-tempat di mana barang bukti mungkin dibuang oleh pelaku, membantu penyidik mempersempit wilayah pencarian. Serangga yang paling banyak terlibat dalam penyelidikan forensik adalah lalat sejati atau Diptera (Joseph, 2011).

Dengan kemajuan teknologi dan metode analisis forensik, keberadaan serangga telah menjadi alat penting dalam penyelidikan dan penyelesaian berbagai jenis kasus kriminal. Perkembangan ini membuka pintu bagi pemahaman terhadap kebenaran yang mungkin sulit diungkap oleh metode investigasi tradisional. Melalui pengertian peran serangga dalam bidang forensik, kita dapat lebih menghargai betapa luas dan kompleksnya dunia kejahatan yang berhasil dipecahkan melalui upaya bersama antara manusia dan kehidupan hewan kecil ini.

Referensi

Gennard DE. 2015 Entomologi Forensik. Lincoln: WILEY.3.

Joseph I, Mathew D, Sathyan P, Vargheese G. 2011. The use of insects in forensic investigations: An overview on the scope of forensic entomology. J Forensic Dent Sci ;3(2):89.

Kristanto, E., Sunny, W., Sonny, J.R.K. & Johannis, F.M. 2009. Peran Entomologi Forensik dalam Perkiraan saat Kematian dan Olah Tempat Kejadian Perkara Sisi Medis (Introduksi Entomologi Medik). Jurnal Biomedik: Vol. 1, No. 1.

Nurwidayati A. 2009 Penerapan Entomologi dalam Bidang Kedokteran Forensik. J Vektor Penyakit ;3(2):55–65.

Sosromartono, S. & K. Untung. 2000. Keanekaragaman Hayati Arthropoda Predator dan Parasitoid Hal.33-46. din Indonesia serta Pemanfaatannya. Proseding Simposium Keanekaragaman Hayati Arthropoda pada Sistem Produksi Pertanian. Cipayung.

Siswanto & Wiratno. 2000. Biodervisitas serangga pada tanaman panili (Vlanillaplanipolia) dengan tanaman penutup tanah Arachis pinto K. Proseding Seminar Nasional III. Perhimpunan Entomologi Indonesia. bogor.

Dibuat oleh Angga Kurnia Illahi mahasiswa Biologi Universitas Andalas sebagai tugas mata kuliah Bioforensik dibawah dosen ibuk Dr, Resti Rahayu

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS