Nama
: Muhamad Dufan
Nim : 2010421002
Dosen:
Dr.Resti Rahayu
Mahasiswa
Biologi Unand Tugas kuliah Forensik
Entomologi
forensik merupakan ilmu yang mengacu pada serangga yang mana digunakan untuk
menganalisis serta mendalami investigasi kasus kematian. Penggunaan serangga
dalam ruang lingkup forensik dikarenakan serangga hidup berdampingan dengan
manusia sehingga serangga terikat erat dengan kegiatan manusia. Serangga
digunakan sebagai informasi penting dalam penyelidikan forensik karena serangga
dapat menjadi salah satu faktor penentuan Postmortem Indeks Minimum (PMImin)
pada kasus kematian (Gennard, 2012). Entomologi forensik dapat memperkirakan
kapan terjadi nya kematian, berapa lama sudah terjadi nya kematian dan apakah
jasad sudah dipindahkan dari lokasi yang satu ke lokasi yang lainnya dengan
mengevaluasi aktivitas serangga tersebut (Nurwidayati,2009). Serangga digunakan
sebagai bukti untuk menganalisi kasus kematian. Serangga yang berhubungan
dengan kasus kematian biasanya berupa serangga pemakan daging dan disebut
serangga medikolegal (Gennard, 2012), (Arnaldos & García, 2021).
Mengidentifikasi kasus kematian perlu memperhatikan beberapa aspek seperti
tanggal penemuan, jenis kelamin, usia, keadaan jasad saat ditemukan, cara
matinya jasad, tempat ditemukan serta detail tempat penemuan jasad (bagasi
mobil, balkon, tempat sampah) (Lutz et al., 2021).
Serangga
akan berinteraksi satu sama lain atau yang disebut dengan simbiosis. Simbiosis
yang terjadi dapat berupa mutualisme maupun kompetisi dalam dekomposisi jasad.
Serangga akan melakukan reaksi enzimatik yang akan dilanjutkan oleh serangga
berikutnya apabila sudah selesai. Serangga yang datang pada bangkai berurutan
sesuai tahap dekomposisi (Supriyono et all.,2019). Serangga yang tertarik pada
mayat, secara umum dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok. Pertama, spesies
nekrofagus, yang memakan jaringan tubuh mayat kedua, kelompok predator dan
parasit, yang memakan serangga nekrofagus ketiga adalah kelompok spesies
omnivora yang memakan baik jaringan tubuh mayat maupun serangga yang lain. Dari
tiga kelompok ini, kelompok spesies nekrofagus adalah kelompok spesies yang
paling penting dalam membantu membuat perkiraan saat kematian hal ini
dikarenakan bergantung pada waktu dan spesies dari serangga, serangga dapat
mendatangi, makan dan berkembang biak segera setelah kematian. Sejalan dengan
proses pembusukan, beberapa gelombang generasi serangga dapat menetap pada
tubuh mayat (DiMaio,2001).
Kasus
serangga digunakan dalam penyelidikan kriminal pertama kali ditulis dalam buku
Sung Tzu berjudul The Wash Away of Wrongs dari Cina. Kasus yang tercatat adalah
kasus pembunuhan seorang petani di ladang dengan senjata tajam. Seluruh
tersangka diperintahkan untuk meletakkan benda tajam yang mereka miliki ke
tanah. Terdapat satu senjata yang menarik kedatangan lalat ke jejak darah yang
disembunyikan oleh pelaku dari kasat mata dan diikuti dengan pengakuan oleh
para pelaku. Selama penggalian masal di Prancis dan Jerman pada abad ke 18 dan
19, para dokter medis mengamati bahwa mayat yang terkubur dihuni oleh berbagai
jenis arthropoda. Pada tahun 1831 ,dokter medis yang terkenal Orfila mengamati
bahwa belatung memainkan peran penting pada pembusukan mayat. Laporan kasus
entomologi forensik modern pertama kali yang menyertakan estimasi interval
postmortem disampaikan oleh dokter Prancis Bergeret yang berkaitan pada pupa
lalat dan larve ngengat. Pada tanggal 6 April 1881, dokter Jerman Reinhard
melaporkan studi sistematis pertama dalam entomologi forensik. Berurusan dengan
mayat yang digali dari Saxonia, dia mengumpulkan sebagian besar lalat Phorid
yang diidentifikasi secara taksonomi oleh ahli entomologi Brauer di Wina. Dia
juga menggambarkan kumbang di kuburan yang berumur lebih dari 15 tahun. Dalam
beberapa kasus, ia menemukan serangga berkembang biak di celah-celah adipocire.
Namun Reinhard menyimpulkan bahwa kehadiran mereka mungkin lebih berkaitan
dengan makanan mereka pada akar tanaman yang menonjol. Satu satu nya laporan
kasus selama tahun 1930 an tampaknya berasal dari Josef Holzer pemeriksaan
medis di Institue for Legal Medicine di Austria dia menyelidiki jenis
kerusakana yang disebsbakan oleh lalat caddis yang memakan mayat terendam dalam
air tawar. Dalam sebuah kasus yang terjadi pada bulan April 1937 ia menumkan
lalat caddis telah menghancurkan semua lapisan kulit paha hingga batas celana
dan juga pada bagian kulit paha hingga batas celana pendek dan juga
bagian kulit wajah . Setelah perang dunia hanya catatan Beaquent yang
tampaknya berurusan dengan penggunaan serangga untuk menentukan interval
postmortem mayat seorang Wanita yang sudah meninggal dan terbungkus karung
dalam keaadan telanjang kecuali sepasang kaus kaki ditemukan pada tahun 1948 di
parit kincir angin. Pada kaus kaki didapatkan lalat caddis pada
bagian paling atas dan bawah dari casing yang berarti bahwa lalat tersebut
telah membuat casing nya sebelum di masuki ke dalam karung. Bukti Kriminalitas
menjelaskan bahwa hasil entomologi menunjukan bahwa mayat tersebut telah
disimpan di tempat lain sebelum dibuang (H.Capers et al., 1952)
Contoh
kasus entomologi forensik pada tanggal 27 Desember 2016, mayat seorang pria
ditemukan di atap rumah di bawah sinar matahari di distrik Al-Oud, Riyadh
selatan. Mayat ini terbaring di mengenakan celana panjang dan blus lengan
panjang serta jenazahnya berada dalam tahap pembusukan murni dan tidak
diketahui kapan terakhir terlihat. Penyidik TKP mengumpulkan 7 tahap kehidupan
serangga yang berbeda ( 3 dewasa, 2 larva, dan 2 pupa) yang ditemukan menempel
pada pakaian mayat dan sampel di kirim ke Tute of Legal Medicine di Rumah Sakit
King Saud, PMI memperkirakan 3 bulan jenazah telah mencapai kondisi pembusukan
lanjut .Pada tanggal 7 maret 2017 seorang pria dewasa ditemukan tewas di sebuah
apartemen semi tertutup di distrik Al Manfuha Riyadh selatan. Mayat tersebut
ditemukan dalam keadaan terbaring di lantai dan pakaian yang di kenakan adalah
pakaian musim semi lengan panjang dan celana olahraga yang mana sudah pada
tahap pembusukan akhir. Ciri ciri pembusukan akhir bau tidak sedap, ukuran
perut yang membesar dan wajah dan leher yang membesar serta tonjolan pada mata
dan lidah hal ini sesuai dengan pernyataan (Dekeirsschieter et al., 2009) . Menurut penyelidik polisi
terakhir kali di lihat 4 hari yang lalu. Aktivitas serangga hanya terlihat pada
bagian muka dimana hanya sedikit larva diptera dengan menggunakan kunci
identifikasi maka dapat diperkirakan PMInya 4 hari dari laporan ahli patalogi
dan entomologi. Dari 2 kasus di atas hanya 2 speseis serangga yang di dapatkan
yaitu Dermestes maculatus dan Musca domestica yang mana PMI nya berkisar antara
4 hari hingga 3 bulan serta ketertarikan serangga dipengaruhi oleh habitat
mayat ( Al-Qahtni et al.,2020)
Al-Qahtni , MS Al-Khalifa , AM Mashaly
Dua kasus manusia terkait dengan serangga forensik
di Riyadh, Arab SaudiSaudi
J.Biol. Sains. , 27 ( 3 ) ( 2020 ) , hal.881 - 886
Arnaldos,
M. I., & García, M. D. (2021). Entomological contributions to the legal
system in southeastern Spain.
Insects, 12(5), 1–12.
Dekeirsschieter , J.,Verheggen, F., Gohy, M.,
Hubrecht F., Bourguignon, L., Lognay, G., Haubruge
, E., 2009. Senyawa organik volatil yang mudah menguap yang di lepaskan oleh pembusukan karkas babi (Sus
domesticus L.) pada biotop yang berbeda. Forensik Sci.Int. 189(1), 46-53
DiMaio
VJ, DiMaio D. Forensic Patho-logy. 2nd Edition. Philadelphia : CRC Press; 2001
: page 11 – 51.
Gennard,
D. (2012). Forensic Entomology: An Introduction England: John Wiley & Sons
Ltd.
H. Caspers,
Ein Kochergliegen-Gehause im Dienste der Kriminalistik,Arch Hydrobiol.46 (1952) 125-127
Lutz,
L., Zehner, R., Verhoff, M. A., Bratzke, H., & Amendt, J. (2021). It is all
about the insects: a
retrospective on 20 years of forensic entomology highlights the importance of insects in legal investigations.
International Journal of Legal Medicine, 135(6), 2637–2651.
Nurwidayati, A. (2009). Entomologi
dalam bidang kedokteran forensik. Jurnal VektoPenyakit, III(2), 55–65
Supriyono
S, Soviana S, Hadi UK. Pola Kedatangan Serangga pada Jasad Hewan Sebagai Indikator dalam Kegiatan Forensik.
J Vet. 2019;20(3):418.
0 Comments